Latihan mereka kelihatannya masih tetap berlanjut. Tak mampu menahan lagi, Brain memerah seluruh
keberaniannya dan berteriak saat dia melompat keluar dari sudut itu.
"-Tu..Tunggu! Aku mau tanya!"
Dia tidak lagi berpikir bahwa dia tidak seharusnya ikut campur dengan latihan mereka atau bahwa dia
seharusnya menemukan timing yang tepat untuk muncul.
Bahu si bocah melompat saat suara putus asa itu terdengar dan membuatnya berbalik, menunjukkan ekspresinya
yang terkejut. Jika posisi mereka dibalik, Brain juga, akan muncul dengan reaksi yang sama.
"Pertama, aku benar-benar minta maaf sudah menyela kalian berdua. Maafkan aku. aku tidak tahan lagi untuk
menunggu."
"...Apakah dia adalah orang yang anda kenal, Sebas-sama ?"
"Tidak, aku tidak kenal. Ternyata begitu, jadi kamu juga tidak mengenalnya..."
Mereka saling melihatnya dengan curiga. Namun, itu adalah hal yang memang bisa diduga.
"Pertama dan yang paling awal, nama saya adalah Brain Unglaus. Sekali lagi, biarkan saya meminta maaf
karena sudah menyela kalian berdua. Saya minta maaf."
Dia membungkuk lebih dalam dari sebelumnya. Dia bisa merasakan mereka berdua sedikit bergerak.
Setelah dia merasa sudah cukup lama menunjukkan ketulusannya, Brain mengangkat wajahnya dan melihat
ekspresi mereka yang mengandung kecurigaan yang lebih sedikit dari sebelumnya.
"Dan apa keperluanmu dengan kami ?"
Dari pertanyaan pak tua, Brain menatap si bocah.
"Ada apa ?"
Saat si bocah bertanya-tanya, Brain mengajukan pertanyaan, seperti batuk-batuk mengeluarkan darah.
"Mengapa...bagaimana kamu masih bisa berdiri setelah menerima rasa haus darah seperti itu ?"
Mata bocah itu sedikit melebar. Karena wajahnya memang tidak ada ekspresinya, gerakan sekecil itu terasa
seperti perubahan besar dalam emosinya.
"Aku ingin mendengarnya. Rasa haus darah itu jauh melebihi ketahanan dari manusia biasa. Bahkan tubuhku
ini... maaf, bahkan aku tak bisa menahannya. Tapi kamu berbeda, kamu menahannya. Kamu masih berdiri.
Bagaimana bisa kamu melakukannya?! Bagaimana hal itu mungkin ?"
Dia tidak bisa berbicara seperti biasanya karena kegirangannya. Namun, sulit untuk menahannya. Dia yang
telah menyerah dengan rasa takutnya dan kabur di hadapan kekuatan yang luar biasa dari Shalltear Bloodfallen,
dan bocah yang menerima rasa haus darah bisa setara dengannya dan tetap berdiri, dimana perbedaan mereka
datangnya ?
Dia harus tahu tak perduli bagaimana.
Seakan pemikiran ini tersalurkan kepadanya, meskipun si bocah terlihat bingung, dia memikirkannya dan
membalas.
"...Entahlah. di dalam pusaran yang dipenuhi dengan rasa haus darah sebanyak itu, aku tidak tahu bagaimana
aku bisa bertahan. Tapi mungkin ... itu karena aku sedang memikirkan tuanku."
"...Tuan ?"
"Ya. Ketika aku memikirkan orang yang aku layani....kekuatan meningkat dari dalah tubuhku."
Bagaimana mungkin kamu bisa bertahan dengan hal seperti itu ?
Meskipun Brain ingin meneriakkannya, sebelum dia bisa melakukannya, pak tua itu bicara dengan lirih.
"Itu artinya kesetiaannya lebih besar dari rasa takutnya. Unglaus-sama, manusia bisa menunjukkan kekuatan
yang luar biasa jika itu untuk orang yang penting bagi mereka. Seperti bagaimana seorang ibu yang mengangkat
sebuah tiang untuk menyelamatkan anaknya yang terjebak di dalam rumah, seperti bagaimana seorang suami
yang mengangkat istrinya dengan satu tangan ketika sang istri akan roboh, aku yakin itu adalah kekuatan
manusia. Orang yang ada disini juga, dia menunjukkan kekuatan itu. Dan dia tidak sendiri dalam hal ini. Jika
anda memilikinya anda tidak akan menukarnya dengan apapun, maka Unglaus-sama akan mampu menunjukkan
sebuah kekuatan yang lebih besar daripada yang diduga dari diri sendiri."
Brain tidak bisa membuat dirinya percaya pada kata-kata itu. Hal yang tidak ingin dia tukar dengan apapun,
keinginannya terhadap kekuatan' akhirnya jadi percuma. Terlalu mudah, mudah dihancurkan. Apakah dia
menjadi semakin ketakutan dan kabur ?
Saat ekspresinya semakin gelap dan wajahnya menunduk ke bawah, kalimat berikutnya dari pak tua itu
membuat wajahnya terangkat.
"...Apa yang ditingkatkan sendiri akan menjadi lemah. Lagipula, itu akan berakhir ketika dirimu sendiri hancur.
Namun, jika kamu membangun dirimu dengan orang lain, jika kamu bisa memberikan seluruh apa yang kamu
punya untuk orang lain, maka meskipun jika kamu hancur kamu tidak akan jatuh."
Brain memikirkan dirinya sendiri. Apakah dia memiliki hal semacam itu ?
Namun, tidak ada. Dia telah membuangnya ke samping, berpikir bahwa hal itu tidak berguna dan tidak perlu
untuk pengejarannya dalam hal kekuatan. ternyata mereka benar-benar penting.
Brain tertawa keras. Hidupnya tidak dipenuhi melainkan dengan hanya kesalahan. Sebelum dia tahu, kalimat
yang keluar dari mulutnya terdengar seperti pernyataan.
"Aku telah membuang semua itu. Apakah masih telat bagiku untuk mencoba lagi ?"
"Tidak apa. Bahkan orang sepertiku yang tidak punya bakat apapun mampu melakukannya. Jika itu adalah
Unglaus-sama, aku tidak ragu bahwa anda akan bisa melakukannya! Pasti belum terlambat!"
Kalimat bocah itu tidak memiliki bukti. Namun, anehnya, Brain merasakan sensasi hangat mengalir ke seluruh
jantungnya.
"Kamu memang baik dan kuat... Maafkan aku."
Bocah itu menjadi berdebar karena permintaan maaf yang tiba-tiba. Seseorang dengan keberanian seperti ini,
dia telah mengejeknya dan menyebutnya bocah.
Dasar bodoh. Aku sangat, sangat bodoh...
"Tapi jika anda bilang bahwa anda adalah Brain Unglaus... jangan-jangan anda yang bertarung melawan
Stronoff-sama di masa lalu ?"
"...Jadi kamu teringat... Apakah kamu melihat pertarungannya ?"
"Ah, saya tidak bisa melihatnya. Saya hanya mendengarnya dari orang lain yang melihatnya. Orang itu bilang
bahwa Unglaus-sama adalah ahli pedang menakjubkan dan orang-orang dengan kemampuan seperti itu di
Kingdom hanya bisa dihitung dengan jari. Sekarang setelah aku melihat sendiri postur anda dan bagaimana
anda membertahankan pusat gravitasi tubuh anda saat bergerak, aku tahu bawah orang itu memang bicara
benar!"
Mendorong kembali pujian asli dari Climb, Brain tergagap dan membalas.
"..Erhm.tr-trims. Aku-Aku sama sekali tidak berpikir sehebat itu, tapi... aku sedikit gembira bahwa kamu
memberiku pujian sebanyak itu."
"Hmm.. Unglaus-sama."
"Tetua, panggil saja saya Unglaus. Saya tidak layak diberi kehormatan orang orang seperti anda, Tetua!"
"Kalau begitu karena namaku adalah Sebastian, silahkan panggil aku Sebas... Kalau begitu Unglaus-kun."
Meskipun dia merasa sedikit canggung dengan tambahan -kun yang menempel pada namanya, tidak aneh ketika
mempertimbangkan perbedaan usia mereka.
"Bagaimana kalau anda mengajarkan pedang kepada Climb-kun ini ? Aku yakin itu akan terbukti
menguntungkan bagi Unglaus-kun juga."
"Ah, maafkan saya! Nama saya Climb, Unglaus-sama."
"Kalau begitu tetua...maaf, Bukankah Sebas-sama yang akan mengajarinya ? Kelihatannya anda tadi
mendiskusikan hal itu sebelum saya menyela"
"Ya, itu adalah niat saya pada awalnya. Tapi aku merasa bahwa perlu untuk menghadapi tamu-tamu saya-ah, ini
dia mereka. Kelihatannya mereka sedang sibuk mempersiapkan perlengkapan mereka."
Brain terlambat memutar matanya ke arah yang dilihat oleh Sebas.
Tiga orang menunjukkan diri. Mereka masing-masing memakai baju rantai (Chain Shirt) dan memegang senjata
pedang pada sarung tangan kulit tebal mereka.
Mereka benar-benar mengeluarkan nafsu membunuh yang melebihi sikap permusuhan biasa. Meskipun rasa
haus darah mereka hanya diarahkan kepada pak tua itu, mereka kelihatannya bukan tipe yang mengampuni dan
melepaskan saksi.
Melihat orang-orang tersebut, Brain tanpa sengaja mengeluarkan suara cempreng yang dipenuhi dengan
keterkejutan.
"Tidak mungkin! Mereka datang kemari meskipun setelah menerima haus darah tadi ? Apakah mereka sekuat
itu?!"
Maka dia bisa membayangkan bahwa masing-masing dari mereka adalah para ahli - tidak, bahkan lebih kuat
dari Brain sendiri. Apakah alasan menguntit mereka agak ceroboh karena mereka terlalu terfokus dalam
menyempurnakan skill mereka sebagai gantinya ?
Namun, ketakuan Brain ditolak oleh Sebas.
"Rasa haus darah tadi hanya diarahkan kepada kalian berdua."
"..Apa ?"
Bahkan Brain sendiri berpikir bahwa suara mereka terdengar diam.
"Bagi Climb, itu adalah latihan baginya. Bagimu, karena kamu kelihatannya tidak ada niat untuk menunjukkan
muka, aku mengirimkannya untuk mencoba dan menarikmu keluar untuk mengetahui rasa permusuhan apapun
yang mungkin kamu bawa dengan semangatmu dalam bertarung. Aku tidak melakukannya kepada orang-orang
itu karena aku tahu bahwa mereka adalah musuh sejak awal. Akan merepotkan bagiku jika mereka ketakutan
dengan haus darahku dan kabur malahan."
Sebas menyelipkan sesuatu yang menakutkan dalam penjelasannya. Bain bahkan tidak bisa lagi lebih terkejut.
Tidak mengira bahwa dia bisa mengendalikan haus darah dengan skala sebesar dan keakuratan seperti itu, itu
bukan lagi sesuatu yang bisa dipahami dalam batasan hal yang masuk akal.