beberapa saat kemudian, taxi yang dinaiki oleh Azra dan alman sampai di depan kosnya. Sang supir mengeluarkan barang belanjaan Azra dalam bagasi dan membantu membawakannya sampai ke depan pintu, sedang Alman membantunya keluar dari dalam mobil dan sekali lagi menggendongnya di punggung.
sang supir taxi segera pergi setelah menerima bayarannya.
"kamu sudah bisa pulang sekarang! aku bisa mengurus sisanya dari sini." Ucap Azra dengan perasaan sedikit canggung, sebenarnya Alman adalah anak yang baik hanya saja tampilannya sedikit berbeda dengan kepribadiannya, pikir Azra.
"Benarkah?" jawab Alman sambil melirik ke arah Azra yang berdiri di ambang pintu, dia terlihat berusaha untuk menjaga keseimbangannya dengan memegang gagang pintu.
"Tapi sepertinya kakimu masih tidak baik-baik saja sekarang!"
"Jika kamu tidak keberatan aku bisa memijit kakimu!"
mendengar ucapannya Azra menjadi terkejut, bagaimana bisa orang ini sangat baik kepadaku, aku baru bertemu dengannya beberapa kali. Meskipun sekelas tapi kami tidak perna berbicara di sekolah.
"N..nggak usah, nanti akan baik-baik saja!"
"Kalu begitu boleh aku meminta tolong padamu?" ucap Alman sambil tersenyum, senyumannya terlihat seperti memiliki maksud lain tertentu.
Azra merasa ada sesuatu yang salah dalam pertanyaannya, tapi perasaan itu segera di tepisnya, tidak seharusnya dia selalu berpikiran negatif terhadap Alman. Apa lagi Alman telah membantunya beberapa kali.
"Bantuan apa yang kau inginkan? katakanlah!"
"baiklah aku akan mengatakannya jika kamu berjanji!"
"Apa itu?"
"Berjanji jika hal yang kuminta adalah hal yang mudah untuk kamu lakukan maka kamu harus menurutinya!"
sepertinya dugaannku benar, mungkin alman punya niat yang tidak baik terhadapku.
"Tapi jika ternyata hal yang kau minta adalah hal yang sulit, maka jangan harap aku akan menolongmu.
"Baiklah, kalau begitu bisakah kamu memberiku nomor ponselmu sekarang?"
DEG!!!
"I..itu." dia tidak habis pikir buat apa Alman meminta nomornya. Setelah berpikir beberapa saat Azra mendesah pasrah.
"Huh.. Baiklah, catat ini!" setelah Azra menyebutkan beberapa angka, Alman akhirnya berpamitan pergi.
*
Ke esokan harinya, Radit yang duduk dibalik meja kasir merasa sedikit kesal. Sesekali dia akan melirik ke arah rombongan pria-pria tampan yang mendekorasi cafe miliknya, terlebih pada lelaki yang bermata hijau tua itu, dia terlalu dekat dengan Dhyan.
Hari ini, Cafe D'stars tidak buka seperti hari-hari biasa, Radit dan Dhyan berencana merayakan hari ulang tahun Azra disini. Saat mereka berdua tengah sibuk memulai mendekorasi, tiba-tiba empat orang pria datang dari arah pintu dan menghampiri mereka.
saat Dhyan berbalik, wajahnya tiba-tiba syok dengan apa yang dilihatnya, membuat benda yang dipegangnya terjatuh tanpa dia sadari. Radit yang menyadari keterkejutan Dhyan segera ikut berbalik, siapa mereka? apakah mereka tidak bisa membaca tanda tutup di depan pintu? pikir Radit.
"Maaf hari ini kami tutup, Anda bisa datang di lain hari!" ucap Radit sambil berjalan ke arah empat pria tadi.
pria yang berjalan paling depan tidak menghiraukan Radit dan mengalihkan pandangannya pada Dhyan, dia pun berjalan ke arah Dhyan dan menyapanya.
"Hay, kamu sedang menyiapkan kejutan untuk Azra kan?!" katanya saat melihat beberapa hiasan-hiasan yang telah di pasang oleh Dhyan.
Dhyan tak bisa berkata-kata akibat rasa syok yang dia rasakan dari tadi, dia bahkan tidak mendengar pertanyaan Rhyan.
Radit yang merasa telah dihiraukan merasa sedikit kesal, apa lagi melihat pria itu menghampiri Dhyan. Dengan langkah cepat Radit berjalan ke arah mereka dan berdiri di hadapan pria itu.
"Bukankah aku sudah mengatkan padamu bahwa hari ini kami sedang tutup, silahkan pergi sekarang!" katanya sambil menunjuk ke arah pintu.
sebelum terjadi pertengkaran Dhyan segera angkat bicara dan memperkenalkan bahwa pria itu adalah teman sekelasnya. Mereka berempat bersekolah ditempat yang sama, dan mereka juga mengenal Azra.
Radit semakin kesal mengingat kejadian itu dan berusaha mengalihkan pandangannya. Sebenarnya hari ini harusnya menjadi salah satu hari special buat dirinya dan Dhyan, dia sengaja meliburkan seluruh kariawannya untuk merayakan ultah Azra ditempatnya, dan menyuruh kariawan yang lain untuk pulang agar dia bisa berduaan saja dengan Dhyan. Dia berharap hari ini dia akan melakukan pendekatan yang lebih mantap pada Dhyan dan berharap sebuah benih rasa suka akan muncul di hati Dhyan terhadapnya, meskipun hanya sekecil biji kacang hijau. Tapi sekarang melihat kedekatan Dhyan dengan seorang pria di depan matanya untuk pertama kali, membuat lehernya menjadi tegang karena rasa cemburu yang membara.
*
Tepat pukul tujuh malam Azra duduk termenung dikursi hangatnya, memikirkan hal apa yang akan terjadi padanya ketika usianya menginjak usia 17 tahun tengah malam nanti. Dia juga masih memikirkan siapakah sebenarnya kaisar Muchen itu, mengapa dia harus berlindung pada sosok kaisar yang tak dikenalnya itu.
sosok mahluk dari masa lalu yang mengaku sebagai dirinya di masa itu mengatakan, kaisar Muchen telah berada di dekatnya dan sudah menyelamatkannya beberapa kali, tapi siapa dia? bagaimana bisa aku tidak mengenalinya jika dia benar-benar berada di dekatku pikir Azra frustasi.
"Berada di dekatku! berada di dekatku! berada di..!?" setelah memikirkan hal itu secara terus menerus, ingatannya tentang seseorang yang melompat keluar dari jendela dan menyelamatkannya terlintas dibenaknya.
"Tidak mungkin! apakah yang dimaksud itu adalah dia yang menyelamatkanku berulang kali?" setelah berpikir keras sosok yang kemungkinan besar di anggap sebagai kaisar Muchen adalah teman satu sekolahnya itu, tapi jika seluruh kejadian yang perna dialami Azra digabungkan maka kemungkinan orang itu sebagai kaisar Muchen cukup besar.
Tapi apakah dia tau jika malam ini aku akan genap berusia 17 tahun, lagian sekarang adalah hari libur panjang jadi dalam jangka waktu panjang aku tidak akan bisa bertemu dengannya.
Drrtt..drrtt...drrtt...
ponsel Azra tiba-tiba bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk dan mengalihkan perhatiannya. Pengirim dari nomor yang tak dikenal.
08****** :"Bagaimana kondisi kakimu sekarang? apakah sudah baikan?"
melihat isi pesan itu, alis Azra sedikit berkerut. Mungkinkah ini pesan dari anak itu? Azra pun bingung ingin menyimpan nomor itu dengan nama apa, dia tak perna tau nama orang itu siapa dan dia juga tidak perna bertanya sekalipun.
Azra : "Iya!"
08****** : "kamu sedang apa sekarang?"
Azra : " ? "
08****** : "Aku nanya kamu lagi ngapain?"
Azra : "nggak ada!"
08****** : "Kalau gitu kamu bisa keluar?"
Azra : " Maksud kamu?"
08***** : "Keluarlah aku ada di depan pintu!"
Deg!!
melihat pesan alman dia sedikit terkejut, untuk apa alman datang ke kosnya di jam segini? apakah dia sangat mengkhawatirkan dirinya sebesar itu.