Baixar aplicativo
84.21% Dalam Luka Ku Masih Setia / Chapter 16: Baik, Buruk Ia Tetap Ayahku

Capítulo 16: Baik, Buruk Ia Tetap Ayahku

🌹 Yuna Pov~

Tepat menginjak kelas 4 SD yang mana usiaku baru sekitar 10 tahun, aku melihat dan mendengar perseteruan kedua orang tuaku yang akhirnya menyebabkan ayah pergi dari rumah. Karena aku dulu tak paham dengan apa yang mereka pertengkarkan, jadi aku tak mengingat jauh perihal kejadian waktu itu. Walaupun ayah pergi begitu saja, aku sama sekali tidak pernah membencinya. Bukan hanya itu, aku sendiri bahkan tidak pernah merindukannya. Mungkin karena sudah lama tak berjumpa jadi perasaan semacam itu telah hilang.

Seusai melaksanakan tugas sebagai pengacara, aku mampir ke toserba untuk membeli keperluan mandi. Di sana aku memilih shampo, sabun serta yang lainnya. Setelah keranjang belanjaan penuh dengan barang, aku menuju ke kasir untuk melakukan transaksi. Sungguh tak pernah ku duga, seorang laki-laki yang dulu ku sebut ayah, saat ini sedang mengantre di depanku. Awalnya aku tak yakin, karena laki-laki itu kini mulai menua, bahkan rambutnya pun mulai beruban.

"ayah??" sapa ku kepada pria tua dengan ucapan ragu.

"Yuna" panggil pria itu yang masih mengingatku

"Oh tolong satuin sama yang ini ya!!" ujarku kepada kasir agar sekalian menghitung belanjaan ayah

"enggak usah!!" ucap ayah yang merasa sungkan

"enggak apa-apa!!" balasku

Begitu kami selesai melakukan pembayaran kepada kasir, kami berdiri di depan toserba tadi.

"bagaimana kabar kamu??" tanya beliau dengan menjinjing kantung pelastik berisi belanjaan

"aku baik-baik saja" jawabku yang sama-sama sedang menjinjing kantung pelastik

"syukur kalau gitu!!" imbuhnya

Tak berselang lama, tiba-tiba ada seorang anak perempuan berusia sekitar 5 tahun lari mendekat kepada kami, kemudian ia memeluk kaki ayah seraya berkata "ayah!!" . seketika aku bingung sendiri, terlebih saat ayah menggendong anak kecil itu dan membalas "ayah di sini!!" .

Selanjutnya seorang wanita yang ku duga adalah istri barunya, hadir mendekat dan langsung berdiri di samping ayah. Wanita itu bingung dengan kehadiranku, dan aku sendiri tak menyangka pertemuannya akan seperti ini. Ayah juga tampak kebingungan tentang bagaimana cara memperkenalkan kami berdua.

Namun ayah memilih pergi begitu saja, tanpa sempat memperkenalkan mereka padaku. Sedih memang, rasanya aku seakan tak diharapkan lagi hadir untuknya, terlebih ia tak bertanya mengenai kabar ibu. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin itu jalan yang sudah ia pilih.

Hari ini uang gajiku sudah turun, aku berencana menyisihkan untuk ibu yang sedang tinggal sendirian. Sebelum ke rumahnya, aku membelikan ia keperluan yang biasa dibutuhkan sehari-hari. Tiba di depan kedainya, kedua tanganku penuh dengan kantung pelastik. Memang yang ku bawakan harganya tidak seberapa dibanding kasih sayang yang selalu ia berikan, tapi dengan membawa ini aku berharap ibu tidak hidup kesusahan walau aku tak bisa menemaninya setiap hari.

Salam tak lupa aku ucapkan ketika hendak masuk ke kedainya, aku taruh semua kantung pelastik itu di meja yang kosong akan pembeli. Ibu menjawab salamku, kemudian menghampiriku. Aku mencium tangan beliau, dan menanyakan kabarnya. Seperti yang sudah ku duga sebelumnya, ibu berkata "kenapa bawa belanjaan sebanyak ini??" .

Karena mulai banyak pelanggan yang berdatangan, ibu tak sempat mengobrol denganku dan harus menyapa para pembeli serta menyiapkan hidangan untuk mereka. Walaupun memiliki anak buah, tetap saja ibu selalu turun tangan dalam menyajikan pesanan untuk para pelanggan. Tak hanya diam, aku juga turut membantu ibu. Lagi-lagi ibu selalu melarangku melakukan ini itu di kedainya, namun kali ini aku enggan mendengarnya. Aku pun turut membantu ibu memberikan pelayanan yang baik untuk para pelanggan setia kedai ibu.

Cahaya matahari mulai memudar, tak terasa hari sudah mulai petang, dan sebentar lagi kedai akan segera ditutup untuk hari ini. ketiga karyawan ibu sedang bersih-bersih sebelum mereka bergegas pulang, tak luput dari itu aku juga turut ikut serta merapikan kursi dan meja makan pelanggan. Setelah rapi dan bersih ketiga karyawan ibu pamit pulang, karena aku sudah membelikan sesuatu untuk mereka jadi aku bergegas mengambil 3 kantung pelastik berisi makanan ringan untuk mereka bertiga.

"terima kasih banyak!!" ucap serentak mereka

"kalian sudah bekerja keras!!" balasku

Seusai mereka pergi, aku dan ibu duduk berhadapan di tempat pelanggan makan.

"kamu ngapain repot-repot bawa belanjaan sebanyak ini??" tanya ibu yang sekilas memandang kantung pelastik putih yang ku taruh di meja.

"jangan nolak, karena hanya ini yang bisa aku berikan buat ibu"

"makasih sudah mau kesini dan bantu ibu!!" ujar ibu

"enggak, kenapa ibu bilang makasih segala? Bikin aku merinding aja!!" balasku yang disertai bercanda.

Kami menutup kedai, kemudian berjalan menuju rumah. Sembari melangkah dengan membawa kantung pelastik tadi, aku memulai percakapan walau sebenarnya merasa sukar untuk diungkapkan.

"kemarin, aku ketemu dengan dia!!"

ibu berhenti melangkah "siapa??" tanya sang ibu sambil menatap mataku

"ayah!!" balasku

"dia mengenali kamu??" tanya serius beliau

"eumm" pungkasku disertai anggukan

"kalian mengobrol banyak??" tanya ibu kembali dengan melanjutkan perjalanan

"enggak!!" sambutku yang ikut mengikuti jejak ibu

"bagaimana kabarnya??"

"dia baik-baik saja" balasku.

"syukur kalau begitu" sahutnya.

Sangat berbeda dengan ayah, ibu yang sangat aku cintai justru menanyakan kabar ayah walau hatinya sudah dilukai oleh beliau. Salut aku dengan sikap ibu, karena jujur saja aku tak sanggup bersikap seperti itu kepada laki-laki yang sudah melukai perasaanku.

"Tapi bu, orang itu kini sudah punya keluarga baru!!"

"ohh gitu??" sahut singkat ibu tanpa ekspresi yang berlebihan seakan benar-benar sudah tak merasa sakit hati.

"ibu enggak membencinya??" tanya penasaranku

"itu jalan yang sudah dia ambil. Kenapa pula ibu harus membencinya? Terlebih dia adalah ayah kamu" balas bijaksana ibu "jangan sebut ayahmu dengan panggilan 'orang itu', walaupun dia menelantarkan kita berdua, tapi dia juga pernah menjadi ayah yang hebat buat kamu dan suami yang baik buat ibu"

Jawaban ibu membuatku berkaca-kaca "ibu" panggilku sembari memeluknya

"baik buruknya, ia tetap ayah kamu!!" pungkas ibu ditelinga kiriku.

Benar, sekalipun terlihat menyayat hati untuk ibu dan juga aku, apa boleh buat dia tetap seorang ayah yang pernah aku banggakan. Baik buruknya harus aku terima, karena dia adalah ayahku.


Capítulo 17: “Cukup Menjadi Rahasia”

🍁 Faza' Pov~

Tidak semua rindu harus diucapkan, tidak semua cemburu harus diperlihatkan, tidak semua sayang harus dibuktikan. Sebab ada beberapa hal yang akan lebih baik jika menjadi rahasia antara aku dan Tuhan.

Irene datang ke mejaku dan mengajak makan siang bersama. Tak enak jika aku harus menolak setiap ajakannya, maka untuk kali ini aku menemaninya.

Kami memutuskan untuk makan di restoran terdekat, di sinilah kami duduk saling berhadapan dengan diseling meja makan dan tak lama pelayan resto sudah membawa hidangan yang kami pesan. Di depan Irene, aku bukan tipe pria yang banyak bicara. Jadi sejauh ini aku tak sempat mengatakan apapun.

"kamu harus makan yang banyak!!" seru Irene

"iya!" balasku

Selepas itu kami tak saling mengobrol. Canggung sekali rasanya, tapi tak ada yang ingin aku sampaikan juga kepada Irene, maka aku memilih diam dan melahap makan siangku.

"kamu udah beresin tuntutan buat pedofil itu??" tanya Irene yang menghilangkan kecanggungan

"Siapa??"

"cowok brengs*k itu" balasnya dengan wajah kesal

"ahh tersangka kasus pelecehan seksual? Jangan khawatir, aku sudah siapkan bukti konkritnya, orang itu gak akan lepas dari jeratan hukumannya"

"syukur kalau gitu!! Kamu harus beri tuntutan paling maksimal!"

"pastinya!!"

Sebenarnya tak ada pembicaraan khusus setiap kali aku pergi dengan Irene. Tapi anehnya, dia sering mengajakku untuk makan atau pergi bersama. Dia juga sering mengirimiku pesan singkat dan isinya tidak lebih dari sekedar perihal pekerjaan.

🌹 Yuna Pov~

Bohong kalau aku sudah melupakan semuanya, sukar kalau aku sudah memaafkan sepenuhnya, tapi perlahan aku mulai menerima keberadaannya kembali. Kisah kita yang dulu terukir cukup menjadi rahasia tanpa melibatkan siapa pun.

Tanpa sengaja aku dan Faza' bertemu di sebuah mini market, kami hanya saling menatap. Tak ada satu kalimat pun yang ingin aku ucapkan, tapi lain dengannya yang mengatakan "kita bicara dulu sebentar!!".

Sesuai permintaanya, aku menyempatkan untuk mengobrol sebentar dengannya di depan mini market yang sudah tersedia kursi untuk para pelanggannya.

"terima kasih, sudah menyempatkan waktu untukku!!" ucap basa-basi Faza'

"apa yang mau kamu omongin??" to the point ku

"aku minta maaf atas kejadian kemarin" ucapnya tanpa keraguan

"Faza'??"

"iya, kenapa??"

"perlahan, aku berusaha maafin kamu. Dan sekarang aku sudah mulai menerima keberadaan kamu walau pun memang sulit. Tapi aku mohon sama kamu, bisa gak kamu seolah tak mengenal aku?? Aku hanya tidak mau, orang-orang bergosip tentang aku. Aku mohon!!"

Faza' tercengang, ia membalas "apa katamu?? Gimana...??"

"biarlah kisah kita menjadi rahasia kita. Dengan begitu, aku bisa memafaatkan kamu" tutupku sekaligus pergi lebih dulu dari Faza'.

🌺 Dean Pov~

Berhubung aku sudah mendapat pekerjaan baru, jadi aku bergegas untuk memberi tahu Yuna. Aku mendatangi rumahnya pada malam ini. Aku mengetuk pintu rumahnya dan memanggil namanya, ia pun membuka pintu untukku.

"ada apa malam-malam gini??" ucapnya dengan menyeringai

"kenapa?? Gak boleh??" tanyaku

"ada apa??" tanya dia dengan nada jutek

"kamu udah makan??"

"belum. kenapa? Mau ngajak makan??" balasnya dengan lembut nan imut

Sebenarnya aku sudah duga sih reaksi yang akan ia perlihatkan, tapi kadang-kadang suka aneh juga sama sikapnya yang ingin terlihat menggemaskan tapi jatuhkan malah menggelikan.

Kami memilih tempat makan yang tak begitu ramai dikunjungi pelanggan, karena tempat seperti itu akan terlalu berisik dan menunggu makanan pun akan sedikit lebih lama.

"pilih apapun yang kamu mau!!" ujarku pada Yuna yang sedang memilih menu

"beneran??"

"bener!!"

"awas aja kalau di akhir malah nyuruh aku yang bayar!" ancam dia

"gak usah khawatir!!"

Tak segan, Yuna memilih makanan ini itu sampai memenuhi meja kami.

"kamu pasti sangat kelaparan!" ucap spontanku yang melihat pelayan terus membawakan pesanan sampai memenuhi meja.

Dia pun makan dengan lahapnya, tanpa memedulikan lemak dan karbohidrat yang sudah ia telan di malam hari begini, sedangkan aku hanya melihatnya dengan wajah takjub alias il feel.

"dalam rangka apa kamu traktir aku kayak gini??" tanya Yuna yang sambil mengunyah makanan

"kalau makan ya makan aja, nggak usah sambil ngomong!!" imbuhku dengan nada seperti sedang memarahinya.

Ia pun menelan makanan lebih dulu, kemudian mengulang pertanyaannya.

"aku sudah dapat pekerjaan" balasku dengan sedikit songong

"beneran??" tanyanya yang seolah tak percaya

Aku pun mengangguk

"waaaahhhhhhhhhh" imbuhnya dengan menutupi mulutnya yang melongo diiringi dengan mata melotot, "selamat, selamat" heboh Yuna dengan reaksi berlebihan sampai-sampai pelanggan lain memerhatikannya.

Aku menutup muka dengan kedua tanganku karena merasa malu melihat perilakunya Yuna.

"kamu kerja di mana??" tanya dia yang mengecilkan suaranya agar tak diperhatikan pelanggan lain.

"di firma hukum Kita Satu"

" syukur kalau kamu kerja di firma hukum yang lumayan terkenal" balasnya yang terdengar nyeleneh

"apa maksudmu?? Kamu meledekku??" ucapku yang agak ngotot

"nggak, biasanya firma hukum itu ngambil kasus-kasus berat. Tapi kamu, sebelumnya belum pernah ngambil kasus-kasus seperti itu. kamu akan baik-baik aja??" balasan Yuna

"aku harus membiasakannya!!" ungkap percaya diriku

"Hana sudah dikasih tau??"

"belum"

"kenapa??" tanya penasarannya

"kita sudah putus" balasku

"apaaaaaaaaaa?? Kapaaaaan? Kenaaaapaaa?" tanyanya dengan ekspresi yang lagi-lagi berlebihan sekaligus mengundang perhatian pelanggan lain.

Sadar akan ekspresinya itu, Yuna pun akhirnya malu sendiri dan meminta maaf kepada pelanggan lain atas tindakannya itu.

"kapan? Kenapa??" tanya kembali Yuna dengan suara yang sangat kecil.

"kamu nggak perlu tahu" balasku

"apakah itu gara-gara aku??" tanya kepedean Yuna

"ngomong apa sih kamu??"

"kalau gitu gara-gara apa??"

"ada lah! Kamu gak perlu tahu!!" tutup ku

Cukuplah itu menjadi rahasia antara aku dan Hana tanpa melibatkan siapapun dan biarlah hanya kami yang menelan kisahnya.


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C16
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank 200+ Ranking de Potência
Stone 0 Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login

tip Comentário de parágrafo

O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.

Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.

Entendi