Misora menutup teleponnya.
Ia harus kembali secepatnya, sehingga tidak akan tampak mencurigakan, tapi ia telah meninggalkannya dengan waktu yang kurang tepat, pergi ke kamar mandi.
Ryuzaki sedang berdiri tepat di depan pintu. "Eek…!"
"Misora. Anda ada di atas sini?"
Ia tidak sedang merangkak, tapi meskipun begitu, Misora menelan ludah. Sudah berapa lama ia ada di sana?
"Setelah anda keluar dari ruangan, saya menemukan sesuatu yang menarik dan tidak bisa menunggu. Jadi saya menyusul. Apakah anda sudah selesai?
"Y-ya…"
"Kemarilah."
Ia berderap keluar, masih membungkuk, menuju tangga. Masih terguncang, Misora mengikutinya. Apakah ia telah mendengarkan semuanya dari balik pintu? Pertanyaan ini menyiksanya. Ia menemukan sesuatu yang menarik? Itu mungkin saja hanya beberapa kalimat… ia telah menjaga suaranya sangat pelan sehingga tidak mungkin ia bisa mendengar, tapi bagaimanapun ia telah hampir pasti mencoba untuk menguping. Yang berarti…
"Oh, Misora," kata Ryuzaki, tanpa berbalik.
"Y-ya?"
"Kenapa saya tidak mendengar suara siraman toilet sebelum anda keluar ruangan?"
"Sepertinya terdengar kasar untuk menanyakan hal seperti itu pada seorang gadis, Ryuzaki," ucap Misora akhirnya, agak canggung karena kesalahannya. Ryuzaki tidak tampak terpengaruh.
"Benarkah? Bagaimanapun… belum terlambat kalau anda belum menyiramnya. Anda masih bisa kembali. Gender dianggap sama saja kalau berhubungan dengan kebersihan."
Cara yang benar-benar menyeramkan untuk menyimpulkannya.
Dalam setiap katanya.
"Aku tadi sedang menelepon. Laporan teratur untuk klien-ku. Tapi aku tidak ingin kau mendengarnya."
"Oh? Tapi tetap saja, mulai sekarang, lebih baik anda menyiramnya. Untuk kamuflase juga bagus."
"Sepertinya begitu."
Mereka sampai di kamar tidur. Ryuzaki langsung merangkak setelah melewati ambang pintu. Terlihat lebih seperti kegiatan religius pembawa sial daripada penyelidikan Sherlock Holmes.
"Di sebelah sini." Ryuzaki meraih dirinya sendiri melewati karpet ke arah rak buku.
Rak buku milik Believe Braidsmaid, dengan lima-puluh-tujuh buku yang tertata rapi. Itu adalah tempat pertama yang diselidikinya setelah berbicara dengan L.
"Kau bilang kau menemukan sesuatu yang baru?"
"Ya. Sesuatu yang baru—tidak, lebih tepatnya begini. Saya sudah menemukan fakta penting."
Usaha Ryuzaki untuk terlihat keren mengganggunya. Ia mengabaikannya.
"Jadi, maksudmu, kau menemukan semacam petunjuk, begitu?"
"Lihat," kata Ryuzaki, menunjuk sisi kanan rak kedua dari bawah. "Ada sebelas seri dari komik Jepang terkenal bernama Akazukin Chacha."
"Lalu?"
"Saya suka komik ini."
"Benarkah?"
"Ya."
Bagaimana ia harus merespon? Berlawanan dengan harapannya, ia merasakan ekspresinya melembut, namun tidak berusaha untuk memeriksa penolakan dalam dirinya, saat Ryuzaki melanjutkan.
"Kau Nikkei, bukan?"
"Nikkei…? Kedua orangtuaku berasal dari Jepang. Pasporku sekarang memang Amerika, tapi aku tinggal di Jepang hingga setelah SMA…"
"Jadi anda pasti tahu komik ini. Ciptaan legendaris Min Ayahana. Saya membaca semua serinya. Shiine benar-benar mengagumkan! Saya suka anime-nya juga. Cinta dan keberanian dan harapan—Holy Up!"
"Ryuzaki, kau mau seperti ini dulu beberapa saat? Kalau begitu, aku akan menunggu di ruangan lain…"
"Kenapa anda melakukannya saat saya bicara denganmu?"
"Er, um… maksudku, aku juga menyukai Akazukin Chacha. Aku menonton anime-nya. Aku juga mengalami cinta, keberanian, harapan dan Holy Up."
Ia benar-benar ingin memberitahu Ryuzaki tepatnya betapa sedikit kepeduliannya pada hobi Ryuzaki, namun diragukan apakah detektif pribadi ini bisa mengerti pendapat yang ditujukan padanya masuk akal. Meragukan seperti Ryuzaki sendiri.
Atau apakah itu terlalu membesar-besarkan?