"Apa, Alan Smith? Alan Smith, pria itu adalah ayah Ella??" Emma bahkan menutup mulutnya sendiri, dan tidak percaya dengan ucapan temannya.
"Maaf Laras aku benar-benar tidak tau mengenai pria itu. Karena kau sendiri juga tidak pernah mau menceritakannya padaku." Ucap Emma.
"Aku pikir, aku tidak akan bertemu dengannya kembali. Tapi nyatanya, dia seperti hantu yang terus menggentayangiku." Ucap Laras.
"Aku akan pergi."
"Apa? Pergi? Apa maksudmu Laras?" Tanya Emma bingung.
"Ella sudah lulus di kelas duabelasnya, tahun ini ia akan ke universitas. Kami berencana untuk mengundurkan diri, sudah lama aku dan Ella merencanakan ini."
"Dan kami juga sudah mendiskusikan ini, Ella pun setuju. Kurasa tabunganku dan Ella sudah lebih dari cukup." Jelas Laras.
"Apa?? Kau mau keluar dari pekerjaanmu?" Tanya Emma bingung.
Padahal hari ini dia yang mengundang Laras untuk bertemu diam-diam di sebuah kedai kopi. Padahal dia yang seharusnya mengatakan bahwa Laras dan Ella harus keluar dari kediaman Huxley.
Padahal Emma sendiri masih bingung bagaimana mengatakannya kepada Laras.Tapi tiba-tiba Laras sudah mengatakan semua yang ingin ia katakan, Emma menghela nafasnya karena ia pasti tidak tega melakukan hal tersebut pada sahabatnya.
"Dan Emma... satu hal lagi."
"Ya..? apa ini mengenai uang pesangonmu dan Ella. Tenang saja aku akan meminta Thomas mengeluarkan uang yang pantas untuk kalian berdua." Jawab Emma.
"Bukan, ini mengenai Ella dan Tuan Edward. Mereka tampak seperti..."
"Sepasang kekasih, maksudmu." Jawab Emma cepat tanpa menunggu jawaban Laras.
"Ahh... kau sudah mengetahuinya. Bukan aku tidak menyukai Edward Huxley, tapi kau lihat bagaimana sejarah perwanitaannya selama ini." Laras tampak kesal, ia bahkan memainkan jari jemarinya.
Emma masih tampak terdiam, haruskah ia memberi tau Laras bahwa suaminya mengetahuinya. ("Tidak perlu, ini akan menambah beban Laras. Lebih baik ia tidak mengetahuinya.)
"Aku hanya menduganya Laras, belakangan ini aku melihat ada yang aneh diantara mereka." Jawab Emma berbohong, ia menutupinya dengan langsung menenggak minuman kopinya.
-----------------------------
"Apa??!!!" Teriak Edward tidak percaya, matanya menatap dengan kesal.
"Edward, kau tidak perlu berteriak seperti itu." Ucap Ella lebih kesal, ia pun mulai memindahkan beberapa peralatan jerami ke tempatnya.
Edward masih saja membuntuti Ella yang sedang bertugas membersihkan kandang kuda.
"Apa kau tau, BRISTOL?? Itu jauh dari london, kau bisa menempuh tiga jam perjalanan dari sini." Ucap Edward masih mengikuti langkah Ella. Terdengar Hercules meringkik dalam kandangnya,
"Lihat kan.. Bahkan Hercules setuju dengan pendapatku."
"Sejak kapan, kau pandai berbahasa binatang? Minggir..!!, atau sikat ini mengenai kepalamu yang keras itu." Ella menubruk dengan sengaja Edward yang menghalangi jalannya.
"Untuk apa juga kau dan ibumu harus keluar dan berhenti bekerja?" Edward masih saja memprotes.
"Pertama Kota Bristol kota yang kecil dan indah, tidak terlalu bising seperti di London. Biaya hidup disana juga tidak mahal, tidak seperti disini. Dan aku akan memutuskan untuk kuliah disana." Ucap Ella sambil menyikat lantai.
"Apa ??!! Kau benar-benar konyol Ella. Ketika banyak penduduk Britania, ingin kuliah di London. Kau malah memilih tempat yang sangat jauh."
Apa ini soal uang?? seharusnya kau tidak perlu khawatir. Aku bisa memberikanmu..."
Ella sudah kesal dan dengan cepat mengacungkan sikat lantainya yang panjang ke arah Edward. "Kalau kau berpikir, aku membutuhkan uangmu Tuan Edward. Akan kusikat MULUTMU!!" Ucap Ella benar-benar sudah kesal.
"Apa??!! Kau berani melakukannya? coba saja!!" Tantang Edward, Ella memajukan langkahnya dengan sikat lantai yang masih mengarah ke depan, disaat yang bersamaan Edward pun ikut mundur. Ella melangkah lagi dengan kesal, dan Edward pun melangkah mundur kembali.
"Kau serius. Ingin menyikat mulutku dengan itu??" Tunjuk Edward melirik ke sikat lantai milik Ella.
"Hhheehhh... Ayolah Edward, kau harusnya tidak bersikap seperti anak-anak. Ambil positifnya, tidak ada embel-embel lagi kalau aku ini adalah pelayanmu. Dan ini sudah lama sekali kurencanakan dengan ibuku."
"Menurutmu, untuk apa aku dan ibuku bekerja keras selama ini? Hanya untuk bekerja dengan keluargamu, hingga aku menjadi perawan tua?"Ucap Ella sudah menurunkan sikat lantainya.
"Setidaknya disana, aku bisa bekerja dan kuliah. Tidak buruk bukan? Kau juga bisa berkunjung kesana kan. Dan tidak perlu kau menjadi mendramatisir keadaan."
Edward langsung saja memeluk Ella, "Tapi kau harus berjanji, untuk tidak melirik pria-pria disana. Karena kau sudah menjadi kekasihku."
"Aku bukan kekasihmu Tuan Edward, dan ingat aku belum menjawabnya." Ucap Ella melepaskan pelukan Edward.
"Apa kau MENOLAKKU ELLA AMBER??" Ucap Edward tidak percaya.
"Edward Huxley, kalau kau adalah seorang Ron, mungkin akan lebih mudah aku menerimamu sebagai kekasih." Ella beralasan dengan sungguh-sungguh.
"Apa kau sudah tergoda dengan pria kutu buku itu??" Tanya Edward kembali.
"Ha?? Apa aku tidak salah dengar? Bukankah justru kau yang lebih mudah tergoda. Coba biar kusebutkan satu persatu deretan mantanmu, Victoria, Maggie, Lisa, Martha, Rose..."
"Ella cukup, aku tidak tau kau menghafal semua deretan nama mantanku. Apa kau tidak ada pekerjaan lain??" Edward menatap Ella, tapi tangannya masih terus memegang bahunya.
"Tentu saja aku sangat menghafalnya, kau kan selalu menunjukkan kepadaku bagaimana mesranya kalian. Apalagi setelah kau tidur bersama dengan wanita-wanita tersebut." Ella tampak cemburu.
"Mmm...Ee... mengenai itu.. Sebenarnya belum ada wanita yang aku tiduri." Ucap Edward ragu, Ella menatap tidak percaya dan yakin pria itu berbohong. "Aku tidak percaya.." Jawab Ella pasti.
"Kau harus percaya, Aku hanya ingin terlihat bahwa aku seperti sudah tidur dengan mereka. Menurutmu, kenapa aku bisa cepat berganti pasangan. Karena aku juga tidak memberikan apa yang mereka inginkan."
"Bagaimana dengan Rose, bahkan ia keluar dari kamarmu tanpa busana." Ucap Ella dengan jijik.
"Wanita itu terlalu mabuk, ia sendiri yang merobek bajunya. Memang kami hampir... tapi tidak ada apapun.. Aku benar-benar tidak berbohong.. Kau harus percaya.." Edward kembali memeluk Ella.
"Aku hanya ingin membalas ayahku, kau tau kan aku sangat membencinya." Ucap Edward kembali.
"Apa ini karena Mrs.Huxley? Kalau benar, pikiranmu terlalu dangkal Tuan Edward. Dia ibu yang baik.." Sindir Ella.
"Kau tidak tau apapun Ella, dan Aku tidak suka perempuan itu menjadi ibuku dan aku juga tidak akan menganggapnya sebagai ibuku." Edward semakin mengeratkan pelukannya.
"Itu yang membuatku terus berpikir Edward, kau pria dengan sejuta keunikan didalam dirimu. Dan kau terlalu banyak menyimpan misteri..." Ella berucap pelan.
"ELLAA...." Jason yang tiba-tiba muncul, membuat mereka berdua terkejut. Edward langsung melepaskan pelukannya dan ia mulai meregangkan kedua tangannya dengan aneh.
Sedangkan Ella, langsung membalikkan badannya dan langsung menyikat lantai yang ada didekatnya.
"Ella, pastikan lantainya bersih.." Ucap Edward berpura-pura sangar, mencoba menutupi rasa malunya terhadap Jason.
"Hahhh....?" Ella mendelik aneh pada pria tersebut, yang memerintahnya.
"Hai Jason.. kau semakin terlihat awet muda ya.." Sapa Edward kemudian melewati Jason yang masih menatap aneh dan bingung.
"Ella, Laras sudah mewanti-wantiku. Untuk tidak membiarkan kau ada di sini lagi," Ucap Jason sudah mendekati Ella yang masih sibuk menyikat lantai.
"Jason, kau tau aku masih butuh uang. Biarkan saja ibuku bilang apa." Jawab Ella tanpa berhenti dari menyikat lantainya.
"Apa tadi itu sebuah hukuman dari Tuan Edward?" Jason bertanya tapi ia menyeringai dengan geli.
"Apa?? Hukuman?" Ella langsung berhenti menyikat dan menegakkan tubuhnya,
"Maksudku pelukan itu.. hehehe... "
Ella menatap kesal Jason, yang seperti menyindir aksi dia dan Edward. Baru saja ia ingin membalas ucapannya. Akan tetapi ponselnya berdering.
Ponsel Ella berbunyi cukup nyaring, ia melihat nomor yang tidak dikenal ada di panggilan masuknya. Ella berpikir beberapa detik, apakah perlu ia mengangkat nomor tersebut.
"Halo..?"