Dalam perjalanan pulang pak Baroto dan anak-anaknya merasa sangat bahagia, dan orang yang paling bahagia adalah Edwin, karena ia pulang membawa wanita impiannya.
"Sayang aku perhatiin kamu dari tadi diam.terus" Edwin bertanya karena melihat Bila yang tak berkata apapun sejak mereka mulai perjalanannya "apa kamu masih merasa ini hanya mimpi?".
Edwin berbisik di telinga Bila, sambil mengelus kepalanya dengan lembut "santai saja, nanti aku kasih kamu kejutan".
Ucapan Edwin terdengar bukan seperti seorang yang sedangenenangkan, uacapan itu terasa seperti sebuah peringatan pada Bila untuk waspada.
"Ya kak" jawab Bila singkat sambil mencoba menjaga jarak dengan Edwin "jangan.dekat-dekat malu".
"Malu, kita kan suami istri kenapa harus malu".
Kedua kakak Edwin hanya tersenyum ketika melihat pasangan pengantin baru yang duduk di depan mereka sedang berdebat.
"Sabar Win....sebentar lagi sampai kok" ledek Erwin.
Muka Bila memerah mendengar ledekan Erwin ia segera menjauhi Edwin dengan duduk menempel di pintu mobil.
Sedangkan Edwin tersenyum jahil sambil mencolek pinggang Bila membuat hati Bila semakin berdetak tak beraturan.
Setengah jam kemudian mereka sampai di rumah Edwin, ketika Bila masuk kedua istri kakak ipar dan anak-anak mereka langsung menyambutnya dengan hangat.
Setelah berkenalan dan berbincang-bincang cukup lama pukul 21.00 mereka semua kembali pulang.
Dalam rumah itu tinggal sepasang pengantin dadakan dan sang ayah yang jahil.
"Wes Win, sudah malam papa capek, mau tidur" pak Baroto berdiri untuk pergi ke kamarnya "Win sana ajak anak wedok papa istirahat".
"Ya pa" jawab Edwin.
"Win ojo grusa grusu, pelan-pelan saja hahaha...." tawa pak Baroto terdengar aneh "Nisa kalau suamimu kasar jambak wae".
"..." Bila hanya tersenyum tak tahu harus berkata apa.
Setelah pak Baroto masuk kamar, Edwin juga langsung mengajak Bila ke kamarnya di lantai atas.
Bila mengikuti Edwin yang membawakan barang-barangnya dengan patuh menuju kamar pengantin yang entah seperti apa keadaannya.
Mata Bila terbelalak melihat keadaan kamar Edwin yang berantakan, kamar yang sebenarnya luas itu terluhat amburadul dengan barang-barang yang berserakan.
"Kak ini kamar apa kandang kuda?" tanya Bila kesal "kakak jorok banget
Edwin juga terkejut melihat keadaan kamarnya ia segera memberi alasan " ini pasti kerjaan keponakan-keponakanku Bil, sebentar kamu duduk di depan tivi dulu aku rapiin ya".
"Ga usah, kita rapikan bersama" jawab Bila kesal.
Edwin tersenyum mengetahui betapa pengertiannya Bila.
Sepuluh menit kemudian kamar itu sudah terlihat kembali rapi, kini tinggal wajah lelah dan ngantuk Bila.
"Kak aku mau mandi, kamar mandinya dimana?" Edwin bertanya.
"Mandi bareng yuk, aku mandiin" Edwin menjawab dengan semangat.
"Ish....." Bila memelototi Edwin karena kesal.
"Malu apa mau".
Bila meninggalkan Edwin untuk bergegas membersihkan diri, sementara Edwin begitu bahagianya melihat tingkah malu Bila.
Bila keluar dengan memakai baju tidur, ia juga mengenakan krudung instan.
Edwin mendekati Bila yang tampak ragu-ragu, ia menggenggam pendak Bila mencoba menengkan istrinya.
Sementara Bila semakin tak karuhan dengan perlakuan Edwin.
"Bila....sekarang kamu sudah sah jadi istriku, jadi kamu ga usah sungkan" Edwin berkata dengan lembut.
"Eh.....iya kak" Bila tertunduk malu.
Dengan lembut Edwin mengambil handuk yang Bila bawa kemudian mengantungnya, kemudian ia menggandeng tangan Bila untuk duduk diranjangnya.
"Bila mulai sekarang ini kamar kamu" Edwin beekata sembari mendudukan Bila.
"Rasanya aneh kak, ini terlalu tiba-tiba aku....
belum"Bila terbata-bata berkata pada Edwin.
"Ya Bila aku tahu, sekarang kamu tenang aja aku mandi dulu".
Jam sudah menunjukan pukul 21.30 Bila masih duduk ditepi ranjang ia begitu bingung harus berbuat apa.
Sedang Edein dengan muka tengilnya medekati Bila dengan penampilan yang fresh dan wangi.
Edwin duduk disebelah Bila kemudian ia memegang tangan Bila, setelah itu ia kecup kening Bila yang mukanya segera memerah.
"Bila mulai hari ini kamu adalah milikku, aku berhak melihatmu seutuhnya".
"Maksut kakak?" tanya Bila heran.
"Rambut kamu, aku juga ingin melihat kamu tanpa jilbap, aku masih ingat waktu kita tidur di mes, kamu cantik banget".
Edwin mulai membuka kerudung Bila, sementara Bila hanya menurut apa yang Edwin lakukan, setelah menaruh krudung itu Edwin dengan lembut membelai rambut Bila.
Bila yang baru pertama kali merasakan sentuhan dari laki-laki merasa ada sesuatu yang aneh, perasaan takut dan gugup ada juga sesuatu yang menggebu dan sulit untuk.diungkapkan, terlebih ketika Edwin mulai mencium pipinya bertubi-tubi.
Mulai dari pipi, kening, hidung dan dagu tak ada yang terlewat dari bibir Edwin membuat Bila semakin tak bisa berkata-kata, bahkan ia hanya mampu menuruti ketika Bibir Edwin menyentuh Bibirnya dengan lembut.
Yah.....ini adalah sentuhan dan ciuman pertama bagi Bila, dan untuk beberapa saat Bila merasa sangat menikmati buaian indahnya pernikahan.
Edwin melepaskan ciuman yang semakin panas itu ketika ia merasa napas Bila semakin tak beraturan.
"Bila apa aku bisa melakukannya sekarang?".
"Maksut kakak?"
"Ini adalah malam pertama kita, apa aku bisa mengerjakan kewajibanku saat ini?".
Bila tahu benar apa yang diinginkan Edwin, tapi ia merasa belum siap jika harus saat ini juga.
"Kak....aku takut".
"Aku akan melakukannya dengan hati-hati" Edwin mencoba menenangkan Bila.
"Aku takut hamil" jawab polos Bila.
"Takut hamil, kan kamu punya suami kenapa takut?" jawab Edwin dengan heran.
"Tapi kita belum menikah secara sah kak, nanti kalau aku hamil dikiranya aku hamil diluar nikah lagi" Bila memberi penjelasan.
"Jadi aku masih harus bersabar lagi nih?".
"Kalau kakak ikhlas, ini terlalu mendadak kak".
"Ok Bil, aku akan menunggu kamu siap, tapi kalau yang lain boleh ya?"
Bila tak menjawab, ia hanya tersipu malu kemudian mengangguk pelan.
Melihat perewtujuan Bila, dengan sigap Edwin segera memeluknya kemudian merebahkan tubuh mereka ke atas kasur.
Setelah beberapa saat merekapun ahirnya terlelap dalam buaian malam yang begitu indah, dan rasa syukur katena Tuhan kini telah menyatukan mereka.
ckckckck.........