•••
THANK YOU DAD
🍓🍓🍓
"Bagaimana Jae? Kau menyukai suasana La Bosseade?" tanya sang ayah --Jung Yunho.
Jaehyun yang tengah menyesap iced coffee mengangguk pelan. Lalu ia letakkan kembali cangkir tersebut ke atas meja. "Aku sangat menyukainya. Karyawanya sangat kekeluargaan."
"Syukurlah... lalu, bagaimana dengan Lee Taeyong?" lanjut Yunho bertanya.
Bagaimana pun, Yunho ingin tahu tentang anak angkatnya. Ya, Lee Taeyong ternyata anak yang Yunho adopsi setelah melihatnya sedang menangis di depan rumah abu.
Namun, Jaehyun rupanya belum mengetahui semua itu. Yang ia tahu hanyalah Taeyong memang sangat dekat dengan sang Ayah, seperti atasan dan bawahan. Sebab... Jaehyun telah lama tinggal di Perancis untuk belajar.
"Chef Taeyong? Dia baik - baik saja. Ah, boleh aku bertanya?" sahut Jaehyun dan mengajukan sebuah pertanyaan.
Sebenarnya, sudah sangat lama Jaehyun ingin menanyakan perihal ini. Tapi, selalu saja tidak ada waktu yang tepat. Biasanya kedua laki - laki itu sangat sibuk; Yunho sibuk dengan beberapa restorannya dan Jaehyun sibuk dengan profesinya sebagai executive chef.
Yunho menatap putranya dengan wajah yang begitu tenang. Mereka berdua tengah duduk di teras belakang sambil menikmati kopi. "Tanyakan apa yang ingin kau ketahui Jae-ya," sahutnya.
"Begini appa. Aku selalu melihat perhatianmu untuk Taeyong. Apakah ini bukan hanya sekedar atasan dan bawahan saja?" tanya Jaehyun sedikit ragu - ragu.
Yunho masih berusaha untuk tenang. Ia sudah tahu akan ada momen seperti ini. Bahkan ia sudah menyiapkan jawabannya jika suatu hari Jaehyun akan bertanya. Dan... ternyata hari inilah waktunya.
"Mungkin ini akan membuatmu terkejut Jae. Tapi, appa rasa kau harus mengetahuinya sekarang juga." Yunho mengubah posisi duduknya dan menghadap Jaehyun.
Sedangkan Jaehyun langsung menyerngitkan dahi tak percaya. Laki - laki itu berpikir bahwa sang ayah memiliki wanita lain dan Taeyong lah anak dari wanita itu. Ingin rasanya Jaehyun mengumpat saat itu juga tapi tak jadi karena penjelasan Yunho selanjutnya.
"Taeyong adalah anak angkat appa dan eomma." Yunho berusaha menangkap respon dari putranya itu.
Kali ini, bukan ekspresi bingung yang Jaehyun tunjukkan. Melainkan melongo tak percaya. Hah? Anak angkat? Bagaimana bisa? Itulah yang menggambarkan respon dari Jaehyun.
"Waktu itu, appa dan eomma baru selesai dengan kegiatan donatur yang rutin kami lakukan. Appa bertemu Taeyong di depan rumah abu. Itu terjadi sekitar awal - awal keberangkatanmu ke Perancis."
Jaehyun mendengarkan tanpa menyela ucapan sang ayah. Ia ingin tahu bagaimana bisa ternyata Taeyong adalah saudaranya --anak angkat ayah dan ibunya.
"Taeyong kehujanan dan meringkuk kedinginan. Kami sangat kasihan dan mengajaknya bicara. Ternyata dia sedang mengunjungi makam ayah dan ibunya. Kau pasti akan merasakan apa yang appa dan eomma rasakan saat itu. Juga, kebetulan dia tinggal di panti. Dia anak yang pekerja keras, bahkan dia sempat membantu eommamu di toko kue. Dia juga pandai memasak, jadi appa dan eomma sepakat mengangkatnya sebagai anak...
... tapi, Taeyong tidak ingin tinggal dengan kami. Maka dari itu, dia tetap tinggal di panti asuhan," jelas Yunho yang mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Taeyong; laki - laki yang tatapannya penuh dengan keoptimisan.
"Pantas saja... di La Bosseade, Taeyong selalu diam - diam memerhatikanku kata Johnny. Dia juga sangat bersemangat saat menjadi asisten koki denganku," ucap Jaehyun memberikan pernyataan yang terjadi selama ia bekerja di restoran ayahnya itu.
Yunho tersenyum lebar. "Itu karena Taeyong sangat mengagumimu. Kau tahu 'kan bagaimana eommamu selalu membicarakan dan membangga - banggakanmu... Taeyong pun penasaran denganmu, jadi ya begitulah..." sahutnya.
"Tolong jaga saudaramu itu Jae. Kalian harus saling mengasihi dan menyayangi. Jangan cemburu padanya bila appa sering menanyakan dia padamu. Kau tahu bukan bagaimana rasa sayang kami untukmu?...
... tidak ada tandingannya Jae-ya," lanjut Yunho.
Jaehyun mengangguk mengerti dan tersenyum. Ia cukup senang mengetahui fakta bahwa Taeyong adalah saudaranya. Baginya, Taeyong adalah orang yang ramah dan asik.
"Baik appa. Kau bisa mengandalkanku," sahut Jaehyun bersemangat.
Namun, tiba - tiba terdengar suara yang membuat keduanya diam tak bersuara... hening... hingga detik berikutnya Yunho tertawa riang. Berbanding terbalik dengan Jaehyun yang terkekeh malu - malu.
"Astaga Jae. Appa kira suara apa... ternyata perutmu sudah berdemo," ucap Yunho sambil menahan tawanya.
Jaehyun memegangi perutnya. "Aku belum sempat sarapan. Eomma sudah ke toko kue lebih awal."
"Ya sudah, bagaimana kalau kita masak bersama? Berhubung hari ini appa libur dan kau cuti. Ayo kita buat kejutan untuk eommamu," usul Yunho.
Beranjak dari duduknya. Jaehyun tersenyum senang. "Call! Aku setuju. Ayo... kita lihat dulu, bahan - bahannya ada atau tidak. Lalu, masakan apa yang akan kita buat? Haruskah kubuat menu baru? Bagaimana appa?"
Sang ayah hanya tersenyum lembut ke arah Jaehyun yang berdiri di sisinya. Yunho seperti melihat dirinya saat masih muda dulu. Begitu bersemangat dan penuh ide - ide berlian. "Kau atur saja Jae."
"Baiklah..." sahut Jaehyun.
🍓🍓🍓
Di dapur, Jaehyun tengah menelisik isi lemari pendingin. Kira - kira ada bahan apa saja yang bisa ia gunakan untuk membuat hidangan makan siang.
Sedangkan sang ayah --Yunho, mengecek meja makan sambil menyerngit. "Benar - benar tidak ada masakan apa pun Jae. Jadi, kita mau masa apa?" tanyanya.
"Di kulkas hanya ada daging ayam. Bagaimana kalau kita buat Dak Galbi saja appa? Eomma suka dengan makanan gurih, asam dan manis 'kan?" sahut Jaehyun.
Yunho mengangguk, lalu menaikkan sebelah alis matanya sambil tersenyum. "Call! Appa setuju saja...
... bagaimana kalau kau yang memasak, dan appa yang menjadi asistennya? Termasuk mencicipi nanti," lanjutnya.
Tertawa renyah, Jaehyun menggelengkan kepalanya. "Bilang saja appa tidak ingin repot. Sudah, appa menonton saja dan nilai bagaimana aku memasak," ucapnya.
"Tidak. Tidak. Nanti kau akan mengadu pada eommamu, kalau appa hanya menonton dan tidak melakukan apa pun. Habis sudah, appa diejek olehnya," jawab Yunho sambil meraih apron yang tergantung rapi di gantungan dinding dapur.
Tak lupa, Yunho menyerahkan apron lain pada Jaehyun --putranya. "Pakai ini, appa akan menyiapkan bahannya. Dan kau, yang akan memasak. Bagaimana?"
"Baiklah appa," sahut Jaehyun setelah menerima apronnya.
Jaehyun melebarkan apron dan melingkarkannya pada pinggang. Lalu, menyapu rambutnya ke belakang agar tak menghalangi penglihatannya.
Begitu juga dengan Yunho, pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan tampan itu melilitkan apronnya pada pinggangnya sendiri. Tapi, saat hendak mengikat talinya ia agak kesusahan.
"Jae..." panggilnya sambil tersenyum masam.
Jaehyun yang paham, langsung menghampiri sang Ayah sambil terkekeh. "Seharusnya eomma yang melakukan ini 'kan? Itu akan terlihat romantis. Tapi, sekarang aku yang melakukannya...
...sepertinya agak tidak enak dilihat," lanjutnya lalu tertawa lebar, diikuti oleh Yunho.
"Maklum Jae, faktor usia. Kau akan merasakannya nanti," sahut Yunho setelah berhenti tertawa.
Detik berikutnya, Yunho dan Jaehyun sudah siap dengan perlengkapan memasaknya. Ayah dan anak itu terlihat seperti kombinasi yang sangat sempurna. Karena keduanya sama - sama lihai dalam memasak.
Yunho yang tak kalah tampan dari sang anak --Jaehyun. Dan Jaehyun pun tak kalah keren dari sang Ayah. Benar - benar pemandangan yang sedap di pandang oleh mata.
** Dak galbi (galbi ayam) berasal dari kota Chuncheon, Provinsi Gangwon, Korea Selatan. Konon dak galbi muncul pada akhir tahun 1960an sebagai anju (makanan pendamping alkohol) murah di bar kecil pinggiran kota. Dak galbi menjadi pengganti hidangan gui (grill) yang relatif mahal. Kemudian dak galbi menyebar ke distrik utama Chuncheon. Sampai akhirnya sajian ayam ini disebut Chuncheon dak galbi.

"Jangan lupa Jae, saus kedelai dan lada hitamnya dicampur. Itu akan lebih nikmat," ucap Yunho mengingatkan Jaehyun.
Jaehyun mengangguk mantap. Laki - laki dengan lesung pipi itu tengah serius menyiapkan sausnya. Tak lupa Jaehyun mencari daun perilla untuk alas ayamnya.
Ayah dan anak itu sangat kompak saat memasak. Betapa beruntungnya wanita satu - satunya di antara kedua laki - laki tersebut. Siapa lagi kalau bukan sang nyonya rumah --Seohyun, ibu Jaehyun dan juga istri dari Yunho.
"Appa, eomma suka pedas 'kan? Haruskah aku tambahkan cabainya?" tanya Jaehyun.
Yunho menghentikan kegiatannya menyiapkan sayuran. "Jangan, itu tidak baik untuk lambung. Standar saja Jae."
Jaehyun mengangguk mengerti. "Baiklah."
Setelah lima belas menit.
"Bagaimana dengan kimchi? Haruskah kita tambahkan kimchi untuk pendampingnya?" tanya Jaehyun.
Yunho yang tengah menunggu sausnya merata, mengangguk setuju. "Ide yang bagus Jae."
Jaehyun langsung bergerak cepat menyiapkan kimchi yang sudah siap digunakan, ada di dalam lemari pendingin.
Sambil menunggu masakannya selesai, Yunho melepaskan apron dan berkata, "Jae, appa akan menjemput eommamu. Tolong siapkan semuanya."
"Baik appa," sahut Jaehyun mantap.
Berhubung hari ini Seohyun hanya memeriksa berkas di toko kuenya, jadi tak perlu bekerja hingga malam. Dan Yunho sudah menghubunginya lebih dulu dan mengatakan akan menjemputnya.
"Mark, kau serius memesan sebanyak ini?" tanya Aya yang melihat meja makan penuh dengan hidangan spesial.
Mark dan Aya tengah berada di restoran La Bosseade. Sesuai perjanjian makan siang bersama tempo hari yang sempat batal, diganti dengan hari ini. Merasa senang, membuat Mark begitu bersemangat hingga memesan banyak makanan.
"Maaf Aya, aku tidak tahu makanan apa yang kau suka. Jadi aku bilang pada mereka untuk menyiapkan makanan yang paling lezat di sini," sahut Mark sambil menggaruk pelipis matanya --gugup.
Terkekeh pelan, Aya mengangguk pelan. "Ya sudah tidak apa Mark. Tapi, aku tidak yakin sanggup menghabiskan semua ini."
"Tenang saja, aku yang akan menyelesaikannya kalau kau tidak sanggup. Sama seperti perasaanmu saat ini...
... tidak perlu bingung, ikuti kata hatimu. Kalau kau tetap tidak tahu jawabannya apa, ada aku yang menunggumu di belakang."
Hah? Aya menyerngitkan dahi, bahkan sampai melongo tak percaya dengan ucapan Mark. Apa maksud laki - laki itu? Apa yang sedang dibicarakan olehnya?
Atau jangan - jangan, ada sesuatu yang Chanyeol katakan pada Mark? Ah, entahlah...
"M-maksudmu, Mark?" tanya Aya memastikan.
Mark tersenyum lembut ke arah Aya. "Tidak perlu kau pikirkan. Anggap saja aku asal bicara... ya sudah, ayo dimakan sebelum menjadi dingin."
Masih penasaran, Aya tak merespon sama sekali. Ia berusaha mencerna apa yang diucapkan oleh Mark. Apakah ini ada sangkut pautnya dengan Jaehyun dan Jeno? batin Aya.
Mencoba menepis rasa curiga, akhirnya Aya mengangguk canggung. "Selamat makan, Mark," ucapnya.
"Selama makan, Aya."
Akhirnya, mereka berdua makan dengan suasana canggung yang tiba - tiba menyelimuti. Entah hanya perasaan Aya saja atau memang kenyataan. Sepertinya Mark berbeda hari ini. Ada apa sebenarnya?
Tanpa mereka berdua sadari, dari kejauhan terlihat Jeno tengah mengintip Aya dan Mark dari balik dinding lorong yang terhubung ke ruangan VIP.
"Jangan lepaskan, kalau memang dia milikmu chef," ucap Taeyong tiba - tiba dari belakang Jeno.
Jeno mengerjap dan menyerngitkan dahinya. "Apa maksudmu, chef?"
"Wanita itu sangat menyukai makan bukan? Ambil hatinya dengan masakanmu...
...tapi, sepertinya masakanmu masih kalah dengan masakan chef Jaehyun. Hmmm, aku tahu tempat resep rahasia restoran ini. Konon katanya... resep itu bisa mengabulkan permohonan setiap orang yang membuatnya," hasut Taeyong.
Jeno semakin bingung. Ke mana arah pembicaraan Taeyong sebenarnya? Kenapa malah seperti membahas soal magic? Mana ada di jaman seperti sekarang ini?
"Percaya atau tidak, itu benar adanya. Kalau kau menerima tawaranku tempo hari, aku akan menunjukkan tempat resep rahasianya..." lanjut Taeyong.
Membuat Jeno semakin bimbang dengan hatinya. Haruskah ia percaya atas ucapan Taeyong? Atau mempercayai ucapan Chanyeol? --yang mengatakan lebih baik menyelesaikan masalah hubungan pura - puranya dan tetap menjadi sahabat Aya.
Entah, hanya Jeno yang bisa memutuskan.
🍓🍓🍓