Lidya
Gak kerasa yah! Libur telah usai. Dan waktunya untuk beraktivitas kembali seperti sedia kala. Hmm, gue sedang berdiri di depan cermin. Melihat penampilan gue pagi ini, cantik and! Sempurna. Hehehehe! Emang gue cantik kok.
Hari ini gue sengaja memakai kemeja berwarna putih, yang lengannya hanya ¾ saja. Blitz hitam berada di kerah baju, dan juga di bagian lengan kiri dan kanan. Tak lupa menambahkan sebuah kalung berwarna hitam, yang ku kalungkan melalui leher. Kalung dengan manik-manik berbentuk bola-bola kecil yang juga berwarna hitam. Sedangkan bagian bawahan, gue memakai celana jeans berbahan karet yang juga berwarna hitam. Make up tipis, arloji lengan kiri dari merk terkenal. Tas di lengan, bermerk Gucci, beserta sepatu bagian akhir untuk menyempurnakan tampilan gue pagi ini.
Gue melangkah keluar kamar. Kemudian berlalu melewati ruang santai.
Rumah gue cukup besar. Malah besar banget. Di tengah-tengah rumah, ada aquarium untuk ikan Arwana Red yang berukuran sangat besar. Gue melewati aquarium tersebut, kemudian melangkah menuju ke depan. Dan saat tiba di ruang depan. Gue melihat ayah sedang duduk santai sambil membaca koran.
"Yah, Lidya berangkat dulu."
"Iya." Ayah hanya melirik sebentar, kemudian kembali sibuk dengan korannya.
Gue memanyunkan bibir, karena tak mendapatkan respon lain dari ayah. Respon darinya sih selalu seperti ini, sama sekali tak pernah ngucapin apa gitu. Atau ngomong, gue cantik atau apalah-apalah. Yah! Begitulah ayah gue. Putrinya dah cantik gini, tapi dia selalu cuek.
"Eh iya yah!" ayah menoleh.
"Ada apa lagi?"
"Kak Oki udah berangkat?"
"Udah!" gue mendengus, dan mau gak mau gue harus berangkat sendiri mengendarai mobil di pagi hari. Mana lagi, setiap hari senin jalanan pastinya macet banget.
Kebiasaan kak Oki nih, selalu saja berangkat ke kampus sendiri. Selalu saja, ngebiarin adiknya yang cantik menyetir sendirian. Hufh!
"Ya sudah deh! Kalo gitu, Lidya pamit yah." Kata gue.
"Iya" Fiuh! Gue mending pergi aja deh. Ayah selalu saja, gak pernah ngasih sesuatu yang berbeda di pagi hari.
Maka, gue melangkah gontai menuju ke parkiran mobil.
Gue memilih mobil sedan Audi keluaran terbaru, yang 3 bulan lalu dibeliin ma Kak Oki. Setelah masuk ke dalam mobil, gue menekan tombol on untuk menyalakan mesin. Tak lupa menyetel lagu kesukaan gue, untuk menemani perjalanan gue menuju ke kampus.
Setelah gue melewati gerbang perumahan, mulai fokus menyetir saat gue telah tiba di jalan raya.
Kondisi jalan raya cukup padat. Beberapa petugas lalu lintas mengatur pengendara baik roda empat, maupun roda dua. Beberapa penyebrang jalan pun saling ngantri, karena di setiap sudut jalan, petugas lalu lintas telah stand by.
Gue sih acuh aja! Toh juga, gak bakal ada yang larang gue kalo telat nyampai kampus. Heheheh!
Saat dari kejauhan gue melihat perempatan jalan, beserta lampu lalu lintas yang masih berwarna hijau. Maka gue menginjak pedal gas, membuat kecepatan mobil sedikit lebih cepat. Namun ternyata gue salah perhitungan dimana sebelum sampai, lampu stopan berganti berwarna merah.
Ahhhh! Maka gue menginjak pedal rem membuat mobil gue terhenti.
Masih menikmati musik, gue masih sabar menunggu lampu berganti berwarna hijau. Gue gak perduli suara-suara klakson dari pengendara lainnya di sekitaran gue.
Cuek beud!
Namun menjadi perhatian gue saat ini, ada seorang pengendara motor ninja yang entah seleboran mengendarai motornya tadi, tiba-tiba nge-rem mendadak. Makanya, liat-liat masa iya pas lampu merah, loe ngebut sih!
Eh! Gue melihat dia agak kesulitan menahan motornya, hingga membuat motornya sedikit oleng.
And!
BRAK!!! "Waduh mobil gue," Yah siapa yang gak emosi, tiba-tiba motor ninja tadi oleng dan terjatuh ke samping. Yang sialnya, terdengar suara benturan keras di luar sana, tepat berada di samping gue.
Langsung gue buka nih kaca mobil, "WOI... LOE NABRAK MOBIL GUE!"
Pengendara itu membuka helmnya, dasar gak tau malu. Gue pun tak memperdulikan dengan pandangannya yang agak aneh. Masa iya, udah salah masih saja memasang ekspresi tanpa bersalah.
Gue membuka pintu mobil, kemudian keluar dari mobil. "HEI... PUNYA MATA GAK SIH?" lalu gue menghardiknya. Eh bukannya dia takut, malah masih saja memandang gue dengan pandangan menjengkelkan.
Dia gak tau gitu, dengan siapa dia berhadapan saat ini?
"LIHAT TUH," gue lalu menunjuk ke pintu mobil. Oh MY GOOD! Beneran parah nih. Gue melihat kondisi pintu mobil gue, sudah lecet terkena stir motornya tadi.
Gue lalu menatapnya penuh emosi. "BANGGSAAAT LOE... PUNYA MATA GAK SIH?"
Gue gak peduli, para pengendara lainnya menatap ke arah kami. Gue benar-benar di buat emosi ma nih cowok.
Laga nya sok-sok gak bersalah, mana tampangnya masih saja tak ada perubahan sama sekali. Apa iya, dia gak punya telinga gitu?
Saat dia masih saja diam tanpa kata, gue melangkah maju. Gue berdiri menatapnya dengan penuh emosi. "KALO NAIK MOTOR ITU, PAKE MATA DONK... JANGAN PAKE DENGKUUL"
"Maaf Mba!" Maaf! Maaf! Loe kira hanya kata maaf bisa menyelesaikan semuanya?
"HEI... jangan maaf doank. Loe itu.. Arhhhh!" gue mengerang penuh emosi, lalu gue mengeluarkan sumpah serapah kepadanya.
Yang jelas gue benar-benar emosi. Apalagi tampangnya itu, menjengkelkan banget.
Karena tak tahan dengan semuanya, gue lalu menarik menarik kerah bajunya. "GANTI CEPAT!" Dia diam saja. "HAYO KITA KESANA... AWAS LOE, JANGAN KABUR!" Kata gue selanjutnya. Gak peduli, pandangan-pandangan aneh dari para pengendara. Tak perduli juga suara klakson yang telah berbunyi saat lampu berubah menjadi hijau.
Gue hanya ingin, nih cowok gak kabur.
"HAYO..." Gue melepas kerah bajunya, dan menunjuk ke arah sebuah toko. Gue mau, dia ikut dengan gue ke tempat itu.
"Baik Mba!" Hufhh! Setelah mendengarnya, gue lalu melepaskannya. Dan kembali masuk ke dalam mobil.
Suara klakson masih saja berbunyi nyaring di belakang gue, menginginkan gue memberikan jalan kepada mereka. "Iya tunggu... iya... Gak sabaran banget sih." Kata gue saat berada di dalam mobil.
Sesaat gue menoleh ke cowok tadi, dan ternyata dia mempunyai etikat baik. Dia menepikan motornya, maka gue pun menjalankan mobil sambil menyalakan lampu sein kiri. Tujuannya untuk meminta jalan, karena gue langsung berjalan ke arah kiri jalan.
Setelah memarkir mobil di depan sebuah ruko. Gue keluar dari mobil.
Cowok itu, segera mendekati gue setelah memarkir dengan baik motornya tepat di belakang mobil gue.
Yang jelas, gue mau dia ganti kerusakan mobil gue. Yah! Meskipun gue sendiri bisa membiayai, tapi masa iya gue harus lepasin gitu aja ntuh cowok, setelah apa yang ia perbuat tadi?
Gue ikut berjalan ke arahnya. "Ayo... buruan, mana KTP dan SIM loe."
"Apa?" dia menatap gue dengan ekspresi biasa saja. Gak ada ketakutan, bukan juga mau menantang. Ekspresi yang cukup dingin saat bertemu masalah seperti ini.
Dia mengangguk kepada gue. "Baik mba."
Ahhh! Bukan itu sih sebenarnya yang gue harapin. Gue maunya, dia sedikit membantah. Eh! Ini malah gak asyik, kalo dia hanya lempeng aja.
Kalo gini, masa iya gue kudu bentak-bentak dia lagi? Yang ada, dia malah nertawain gue dalam hati. Hadehh! Dilema deh jadinya.
Gue lalu mengambil KTP beserta SIMnya, saat ia menyodorkan di hadapan gue.
"Sini." Gue mengambilnya. "Mana duit loe, gue mau loe ganti nih kerusakan di pintu mobil gue. Awas kalo gak! Loe bakal berurusan panjang ma gue."
"Iya mba!" Sue. Emang dia gak takut ma gue yah?
Tenang Lid! Tenang! Mungkin memang dia takut, tapi gak tau nunjukin ekspresi takut kepada orang lain.
Baiklah...
Loe masih tenang seperti ini, justru makin membuat gue akan melakukan sesuatu yang gak bakal loe lupain.
"Mau sekarang, atau nanti aja, Mba?" Eh! Maksud dia apaan?
"Maksud loe?"
"Kan, tadi mba nya nyuruh ganti."
"Cuih! Emang loe tau berapa harga perbaikannya nanti?" tanya gue, bukan meremehkan sih! Tapi, kalo dia sok-sok an ingin menggantinya. Takutnya, dia bakal kecewa setelah mengetahui berapa harga yang harus ia bayar.
Loe punya apa? Motor doank? Halah! Paling juga, loe bakal jual tuh motor tuk biayai kerusakan mobil gue.
"Mba... Mba!" eh dia manggil gue yah?
Gue sepertinya sempat melamun deh! Maka gue kembali memandangnya. "APA?"
"Jadinya gimana?"
"Gimana apanya?"
"Mau mba nya gimana, mau bawa ke bengkel sekarang atau?" tanya tuh cowok.
"Hmm, emang loe punya duit berapa?" Oops! Kelepasan juga gue euy! Gue sengaja tak mengalihkan pandangan gue darinya.
Kemudian, dia pun mengangguk dengan ekspresi yang masih sangat tenang. Ada yah! Laki-laki di dunia ini, seperti dia. Eh ada ding! Kak Oki, kan ekspresinya selalu seperti tuh cowok. Tapi kan, Kak Oki beda ma dia.
"Kalo untuk membayar biaya kerusakan mobil mba, ada sih!" bedeh! Sombong juga nih cowok.
Lalu gue tersenyum kecil, seperti menunjukkan jika sebetulnya gue meremehkan apa yang dia katakan tadi. Takutnya, bakalan jauh dari harapannya.
"Maaf mba, sebetulnya aku lagi buru-buru juga." Kata cowok itu. Dan sekilas, gue melirik ke KTP-nya. Namanya Reno, dan tahun kelahirannya hanya selisih setahun dengan gue.
Gue melipat dua tangan di dada, dia masih saja menatap gue. "Jadi maksud loe, mau kabur gitu aja... Iya?"
"Maaf mba, bukan seperti itu... Kan, tadi aku sudah bilang. Akan membiayai semuanya."
Gue geleng-geleng kepala, masih heran dengan dia. Apa iya, dia gak bisa lihat gue pake mobil apa? Dia kira, mobil gue mobil kaleng-kaleng apa?
"Begini mas... Reno! Nama loe Reno kan?"
"Iya mba."
"Loe paham gak sih, berapa biaya yang harus loe keluarin?"
"Gak!" Et dah! Simple banget jawabannya.
Gue menyeringai dihadapannya. "Nah, kalo loe gak tau... sekarang gue kasih tau..."
"Terus?"
"Mobil Audi, bukan mobil sembarangan yah! Itu pertama... dan kedua, loe kira... biaya perbaikannya bakalan murah gitu?"
"Terus?"
"WOI! Arhhhhh.." gue mengerang, gimana tidak. Siapa coba yang gak emosi, orang lagi ngomong baik-baik. Eh dia malah teras terus, seakan-akan ngejekin gue. Mana lagi, ekspresinya sama sekali aneh. Gak ada senyuman, dan juga gak ada ketakutan tergambar di wajahnya.
"Kenapa teriak mba?"
Gue mengepalkan kedua tangan gue. Lalu menatapnya penuh amarah. Gue gak peduli, yang jelas gue di buat benar-benar emosi.
"Mba... aku buru-buru nih."
"BIARIN!" hardik gue.
"Dasar Cewek aneh!" WHAT!!! Bentar. Dia bilang apa tadi? Cewek aneh?
"APA LOE BILANG?"
"Cewek aneh!" FAK! Gue yang gak tahan, segera melayangkan tangan kanan ke arah wajah dia.
PLAK!!! Rasain tuh. Gue tampar sekeras-kerasnya wajah Reno. Gue melihat, dia hanya diam saja. Kemudian, dia kembali memandang ke gue.
"Sudah?" kata dia.
"Eh!" Kenapa dia gak protes?
"Atau masih belum cukup? Jangan sampai, aku yang membalasnya."
"Eh!" tiba-tiba, tubuh gue merinding mendapati tatapan darinya. Bener-bener sangat susah di baca pikiran Reno. Serius, tatapannya tajam membuat gue agak gentar sih.
Tenang! Gue gak habis akal.
Maka, gue maju makin memepet ke tubuhnya. "Loe tau gak... siapa gue?"
"Gak!"
"Makanya gue kasih tau, gue Lidya... Lidya Wijaya." Eh! Dia diam saja. "Loe kenal Pak Wijaya?"
"Iya... kenal!" kata dia lagi.
"Kamu masih ingin ngelawan gue?"
"Yang mau lawan mba, siapa?" tanya dia. Bener juga yah! Duhh Lidya, kenapa sih loe jadi aneh berhadapan dengan nih cowok?
Mungkin, sekarang gue gak akan nagih ke dia. Tapi, gue bakal tetep nahan KTP ma SIM dia. Mungkin, gue akan balas ke dia, pas ada Kak Oki. Biarin saja, dia di gebukin ma kakak gue. Gue gak peduli.
"Loe buru-buru kan?"
"Iya"
"Ya sudah... sana gih, pergi aja."
"Terus gimana biayanya mba?"
"Sini, nomor HP loe mana... KTP ma SIM loe, gue tahan dulu." Kata gue, sambil memasukkan KTP beserta SIM Reno ke dalam tas gue. Yang anehnya, dia gak protes.
Siapa coba yang gak keki, berhadapan dengan cowok seperti dia?
"Ya sudah... aku akan hubungi nomor mba." Kata dia.
"Gak! Gue yang akan hubungi elu. Sini nomor HP loe." Kata gue membalasnya.
"Oke! Kosong delapan-" Gue pun mengambil ponsel gue dari tas, lalu menekan angka yang ia sebutkan tadi. Segera gue save setelah ia menyelesaikan menyebut nomor ponselnya.
"Oke... nanti gue hubungi loe. Sana... sana, pergi sana."
"Ok" Eh dia malah main pergi gitu aja. Arhhhhhhh! Kenapa juga, gue jadi kaku seperti ini? Berasa sangat susah gue berteriak memanggilnya untuk segera berhenti.
Makin lama, ia telah meninggalkan gue dengan menggunakan motornya tadi.
Terus, gue mesti gimana donk sekarang?
Entahlah! Mending, gue diemin dulu. Tunggu, sampai gue ketemu ma Kak Oki, baru gue ngajakin dia ketemuan. Kalo dia gak mau, bakal gue laporin ma anak buah kak Oki. Biar dia di cari, terus di gebukin deh. Hahahahahahaha! Tunggu aja, pembalasan gue. Reno Januarta.
Yap! Itulah nama panjang yang tertera di KTP beserta SIM nya tadi. Setelahnya, gue lalu kembali ke mobil, dan menjalankan mobil menuju ke kampus.
— Novo capítulo em breve — Escreva uma avaliação