Baixar aplicativo
97.7% Artika family / Chapter 170: diam

Capítulo 170: diam

"iih fandri kesel banget sumpah!!, tapi kasian juga loo dia aku pukul kaya gitu. gak papa kali yaa, aaah!!! bodok amat dah"

rasa kesal masih terasa jelas bahkan saat aku mau pergi tidur malam itu. aku gak berani untuk angkat telepon kak Arta bahkan gak baca chat nya juga. entah bagaimana reaksi nya pada ku.

"semoga aja nanti setelah pulang tugas dia gak marah marah"

di akhir kekesalan, aku berharap semoga setelah ini gak ada keributan yang terjadi antara aku dan kak Arta.

pagi ini aku bangun agak siang dari hari-hari biasanya karena memang aku tadi malam tidak nyenyak tidur entah itu karena aku sedang hamil atau karena memikirkan kak Arta.

"buk anak-anak udah pergi ya??"

"ya iya, udah jam segini kok nak"

"iya sih??"

"oh iya semalam nak Arta telepon lo"

"eh!! ibu angkat???"

"iya"

"aduuuh mati aku"

"lah kenapa!??"

"dia ngomong apa aja Bu!??? dia marah-marah enggak!?? dia ada komentar apa sekarang saya hamil!??"

"pelan-pelan nanyak nya he-eh ibu mumet"

"walah bu buk jawab aja"

"nak Arta nya nggak banyak ngomong kok, kedengarannya juga nggak kayak marah-marah di cuman bilang suruh jagain nak tarika selama dia nggak ada. apa lagi hamil kan"

"udah bu!! cuman itu doang"

"iya"

"oalaaaaah aku udah takut"

"hahaha"

walaupun menurut cerita bu inah kak Arta tidak marah. tetep aja aku masih bisa berpikir yang tidak-tidak. maklum lah anak teknik sipil seperti aku ini daya khayal nya tinggi.

"buk, nanti belanja buah² yaa nyetok ntah kepingin rujak buat sendiri heheh"

"iya nak"

"ya udah saya main ke rumah ayah bunda yaa"

"iya iya"

aku pergi meninggalkan buk inah yang masih mengerjakan rutinitas nya sehari hari.

dengan perasaan senang aku datang dan masuk ke rumah ayah dan bunda, tapi saat itu aku menerima tatapan mata yang tajam dari bunda, perasaan senang ku yang tadi akhirnya sirna seketika. sekarang berganti ketakutan.

"assalamu'alaikum"

"ngapain ke mari"

ternyata benar sedang ada yang salah dengan bunda atau malah aku sudah berbuat salah pada bunda.

"hehehe ngegas banget bun, orang salam yaa di jawab dulu looo"

"waalaikumsalam!!"

aku masih berpikir apa salah ku saat itu dan berusaha mendekati bunda yang sedang menikmati acara tv siang ini.

"bunda marah ya sama aku"

tapi bunda saat itu hanya diam tak berkata apapun, malah dia bangkit dari tempat duduknya dan pergi mematikan tv.

aku masih belum bisa menemukan di mana kesalahan ku saat itu, akhirnya aku kembali bertanya.

"bun aku ada salah apa yaa"

"tar fandri kamu apain!!"

(astagfirullah!! fandri)

dengan mata terbuka lebar aku berusaha mencari sosok adik besar ku itu di dalam rumah, tapi sepertinya dia tidak ada di sini.

"mana fandri nya bun!??"

"nah sekarang udah ingat tar!!"

"aduh bun maaf aku khilaf, namanya aku emosi gak mikir lagi"

"kamu udah gak punya kepala lagi sekarang yaa, kok gak bisa mikir"

"maaf bun, fandri nya mana bun"

"maaf² kamu tu salah nya ke fandri kenapa minta maaf nya ke bunda. dia pulang ke kosannya. badannya sakit semua habis kamu gebukin. kamu itu apa gak mikir sih selama ini yang nurutin ngidamnya kamu itu dia tar, dia udah gantiin Arta buat cari apa yang kamu mau. cuma karena dia buat 1 salah kamu langsung main pukul gitu. kamu udah tua loo tar anak dua mau tiga malah gak bisa jadi contoh sifat kasar kamu itu tar. udah gak kayak jaman sekolah sekarang tar, kamu yang sekarang beda nak"

(ya ampun apa yang udah aku buat)

aku masih tetap duduk tak lagi bersuara merenungi kesalahan yang sudah ku perbuat pada adik semata wayang ku itu.

tanpa pikir panjang aku langsung pergi meninggalkan bunda dan mencari kunci mobil dan segera otw ke kosan fandri.

sebelum itu aku mampir ke supermarket dan membeli cemilan sebagai permohonan maaf.

"mas saya boleh minta tolong gak"

"iya boleh mbak, mau minta tolong apa yaa"

"saya mau beli cemilan, saya yang pilih mas yang bawain boleh mas"

"boleh mbak"

"maaf loo mas ngerepotin, nanti saya kasih tips kok, saya lagi hamil soalnya mas gak berani bawa yang berat²"

"gak papa mbak, udah tugas saya juga ngebantu"

"makasih loo mas"

"iya mbak"

setelah capek berkeliling memenuhi keranjang besar itu baru lah aku bayar semua ke kasir, setelah itu si mas juga bantu aku memasukan semuanya ke dalam mobil.

"eh mas mas tunggu"

"ada yang kurang mbak"

"gak mas, ini seperti yang saya bilang tadi"

"eeh gak usah mbak, saya bantuin nya ikhlas kok"

"tapi saya kasih nya juga ikhlas kok mas"

"tapi ini kebanyakan mbak"

"gak papa mas, bener ini untuk mas udah saya ajak keliling tadi capek kan nemenin bumil, lumayan buat malam mingguan sama pacarnya"

"saya udah nikah mbak, malah istri saya lagi hamil juga makannya saya bantu mbak ke inget istri"

"oh iya too, kalau gitu harus di terima mas namanya rezeki si bayi ini, ini saya tambahin buat beli susu untuk istri nya yaa"

"ya Allah mbak ini kebanyakan mbak"

"gak papa ambil aja mas, ini rezeki buat adek bayi, mas gak boleh nolak"

"ya ampun mbak makasih banyak ya mbak"

"iya masa-masa, kalau gitu saya permisi yaaa"

"iya mbak, hati hati sekali lagi terimakasih"

"iya mas"

saat pergi aku melihat mas² penjaga itu dari dari kaca spion terlihat dia berdiri dengan senyum lebar dan melambaikan tangan. aku gak ingat berapa lembar uang merah yang aku berikan tadi tapi karena masnya keliatan seneng banget aku rasa itu terbayarkan. semoga aja bayi dan ibunya sehat sampai melahirkan nanti.

"amin"

aku kembali fokus menuju ke kosan fandri, begitu sampai aku langsung saja menggedor pintu kosan nya itu.

"iya iya sabar ngapa!"

saut seseorang yang aku tau dia bukan adikku fandri. aku tanpa basa-basi langsung saja nyelonong masuk.

"eh eh eh main masuk aja gak sopan banget mbak"

aku tak menjawab bocah itu, aku hanya melirik sinis padanya dan dia pun terdiam.

"faaan ada mbak² gila masuk ini"

"apa kamuuu bil. . . "

"udah biarin itu kakak ku"

kata²ku terputus dengan sautan fandri dari ranjang, aku segera menghampiri nya yang masih terbaring lemas.

(ya ampun Fandi)

saat itu aku benar ² merasa bersalah, aku mendekati dia yang memeriksa keadaan nya dia ternyata demam.

"dek, maafin kakak ya udah kasar sama kamu"

"yaa mau gimana kakak kan dari dulu memang barbar"

"maaf dek, emosi kali kemarin"

"ha-ha-ha aku juga emosi kok kak pas buat status itu"

"maaf yaa, kakak bikin kamu kaya gini"

"iya gak papa udah biasa"

"hahahaha biasa matamu"

"iya kan dari jaman sekolah untuk sering gulat kita"

"hahahah iya sih"

"padahal aku udah besar gini masih aja gak bisa menang lawan dia yang udah emak emak ini"

"hahahaha kurang asem kamu fan"

"heheh"

sejenak aku belai rambut adik laki-laki ku ini, dia sekarang sudah jadi laki laki dewasa yang masih mengalah pada ku, walaupun aku kasar tak pernah sekalipun dia membalas aku. ya memang itu sudah kodrat nya lelaki menyalah pada kaum wanita yang lemah.

"eeh temennya fandri, nih kunci mobil ambil semua cemilan di dalam mobil bawa kesini"

"eh eh, enak aja nyuruh²"

"udah sana ambil aja, emang kamu mau bernasib sama kaya aku berbaring di ranjang"

"hmm ok ok"

sambil menunggu temen fandri itu datang aku bercerita pada fandri soal bunda yang marah dia hanya tertawa melihat aku saat itu.

tapi yaa aku tak bisa memukul nya saat itu, aku hanya mencubit pipi nya gemas.

====================================

maaf ya lama tapi cerita ini bakal aku tamatin kok

oh iya

buat semua jaga kesehatan kalian yaa

Cara menghindari penularan Covid 19;

jangan sentuh mata, hidung dan mulut, setelah pegang sesuatu.

cuci tangan sesering mungkin dan Jaga Jarak aman dimanapun berada

#salam sehat udah kita semua

love you all


Load failed, please RETRY

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C170
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login