♡ Yoona Pov
Ketika kau mengatakan padaku, bahwa aku hanyalah masa lalumu. Aku puas. Setidaknya kini aku tak lagi merasa canggung disaat berada didekatmu. Tapi kini, kulihat kau bersama wanita lain. Aku berharap puas, dengan begitu akan lebih mudah untukku melupakanmu. Tapi kenapa? yang terjadi malah air mata ini mengalir dengan sendirinya.
Kulalui hari-hariku dengan penuh pertahanan. Bertahan agar tidak merindukanmu. Walau tetap saja, jantungku tetap berdebar walau kau berada jauh disana.
Kita yang terpisahkan beberapa meja kerja. Kita yang tak lagi saling tatap. Kita yang nyaris tak saling kenal. Luar biasa usahaku untuk melupakanmu. Termasuk dengan niatku untuk keluar dari pekerjaan ini. Bertemu denganmu setiap harinya, berada diruangan yang sama denganmu, kurasa hanya akan mempersulitku untuk melupakanmu. Ya benar sekali, aku harus segera keluar dari sini.
--
♡ Sehun Pov
5 tahun lamanya kulalui hidup ini tanpanya. Menahan diri untuk tidak menghubunginya, apalagi melihatnya. Hanya selembar foto ini yang kupunya, foto dirinya yang masih aku simpan di sela dompetku.
Merasa bahwa aku sudah siap kembali. Dan memilih meninggalkan kota ini. Ya, akhirnya aku kembali ke Seoul setelah 5 tahun lamanya menetap di Jepang.
Aku juga sudah siap bekerja di sebuah perusahaan ternama di Seoul. Mungkin nantinya aku akan bertemu dengannya, karena yang aku ketahui, dia masih berada di Seoul. Tapi kurasa aku dapat mengatasinya. Aku hanya perlu berpura-pura tidak mengenalnya. Huh. Pasti akan sangat menyakitinya. Tapi aku tidak ada pilihan lain. Lagi pula aku juga sudah melakukan hal yang sama 5 tahun yang lalu.
Sayangnya apa yang aku pikirkan tidak seperti kenyataannya. Keadaanku malah menjadi rumit. Dan aku sungguh tidak memiliki persiapan. Persiapan untuk bertemu dengannya, apalagi harus berada di perusahaan yang sama dengannya. Parahnya aku juga berada di ruangan yang sama.
Tidak hanya aku yang terlihat kaget, begitu juga dengan dirinya. Walau sebenarnya aku lebih ahli dalam menyimpan perasaanku. Dapatku rasakan tatapan penuh kerinduan dari wajahnya. Ingin sekali memeluk erat dirinya, tapi yang kulakukan hanya mengepalkan kedua tanganku dan sekuat mungkin menahannya. Memasang wajah asing terhadapnya. Aku berlaku normal terhadapnya bahkan terlalu asing. Juga aku sadari itu, raut kecewa di wajahnya, tapi segera aku tepis jauh-jauh.
Sebulan sudah aku bekerja disana. Sebulan juga aku dan dia berada diruangan yang sama. Dan sebulan juga kami sukses tak saling sapa. Sayangnya hal itu tak juga membuatku bisa melupakannya. Malah semakin membuatku merindukannya. Merindukan perhatiannya padaku. Merindukan senyuman diwajahnya. Merindukan tawanya. Tidak bisa, aku tidak bisa terus seperti ini. Aku harus segera mencari cara. Cara agar aku dapat mengalihkan pikiranku darinya.
Kebetulan aku mendadak populer di kantorku. Mungkin dikarenakan wajah tampanku dan tubuh atletisku. Banyak gadis yang mendambakanku. Banyak juga yang menyatakan cinta padaku. Setiap harinya aku bisa membawa pulang banyak hadiah dengan beragam isi. Luar biasa sekali bukan? Kupikir aku harus memanfaatkan itu.
Karena itu, beberapa hari kemudian kuputuskan untuk menjalin hubungan dengan salah satu dari mereka. Gadis itu bernama Tzuyu. Ia gadis yang manis. Kulitnya tidak terlalu putih, rambutnya panjang terurai lurus. Ia juga sangat baik. Cara bicaranya terdengar manja, namun tidak berlebihan. Ia juga sangat perhatian padaku. Namun tetap saja, aku masih saja memikirkannya. Yoona. Sahabat masa laluku. Lalu, sebenarnya apa yang telah terjadi antaraku dan dirinya?
<<Flashback
5 tahun yang lalu disaat kami baru saja menyelesaikan kuliah di salah satu universitas yang ada di Seoul. Aku, Yoona, dan Mino-juga sahabat kami-merayakan kelulusan kami disebuah kafe favorit kami.
Kami duduk di sudut kafe yang memiliki view paling indah. Dari sana kami dapat melihat pemandangan yang cantik dari Sungai Han. Aku dan Yoona sama-sama memesan strawberry milkshake. Minuman favorit kami jika berada di kafe itu. Lalu Mino memilih memesan americano, yang juga minuman favoritnya.
Kami menikmati beberapa santapan lainnya yang kali ini lebih banyak dari biasanya. Dapat kulihat ekspresi kekenyangan dari wajah kedua sahabatku. Tapi tentu perhatianku berakhir pada wajahnya. Yoona. Ketika itu ia terlihat sangat imut. Dengan pipinya yang mulai terlihat menggembung, rambutnya sedikit berantakkan, dan matanya yang berkali-kali mengatup karena mulai merasa mengantuk. Hal biasa jika Yoona sudah kekeyangan.
Disela itu kulihat Mino beranjak di kursinya lalu melangkah menuju toilet. Tinggallah aku disana bersama Yoona. Sedikit gugup, kuusahakan untuk bertanya padanya.
"Yak, setelah ini apa yang akan kau lakukan?" tanyaku dengan gayaku yang seperti biasa. Kulihat Yoona yang tengah berusaha menyadarkan dirinya dari rasa kantuknya.
"Naega? Hem.. molla. Wae?" jawabnya dengan mata bulatnya yang tengah menatapku langsung di hadapanku. Jantungku mulai berdebar, aku harus mengatakannya. Penuh percaya diri, ku paksa mulutku untuk melontarkannya.
"Ikutlah denganku. Aku akan ke Jepang. Kita bisa cari kerja di sana. Bersama kurasa akan lebih menyenangkan." Yoona terlihat tengah memikirkannya.
"Kenapa harus denganku? Kau bisa saja mengajak Mino.." jawab Yoona setelah itu.
"Aku hanya ingin dirimu." sahutku cepat. Siapapun yang mendengarnya pasti dapat merasakan kesungguhan dari perkataanku. Yoona bahkan terdiam dalam tatapanku. Ia berdehem pelan. Suasana pun berubah canggung.
"Kau juga harus mengajak Mino.. dia pasti.."
"Aku hanya ingin kau." selaku lembut seperti kilat. Dengan mataku yang menatapnya tajam penuh kehangatan.
"Sehun-a, wae geurae?" katanya yang mulai menyadari perubahan pada diriku.
"Pergilah denganku. Hanya dirimu yang ku inginkan." ulangku kesekian kalinya.
"Wae?" tanya Yoona terlihat ragu.
"Karena aku akan sulit melewati hari-hatiku tanpamu." ujarku penuh keseriusan. Tidak menghiraukan debaran jantungku yang pecah semarak. Yoona kembali terdiam dalam tatapanku. "aku tahu, aku sudah mengingkari janji kita. Mian." kataku setelah itu. "tapi inilah kenyataanya.."
"Ani, kupikir kau telah salah mengira. Cobalah untuk.."
"Aku menyukaimu." ungkapku menyelanya cepat. Kulihat wajahnya yang menegang.
"Mwo?" dan Mino tiba lebih cepat dari dugaanku. Sepertinya ia telah mendengar perkataanku. "yak, apa yang baru saja kau katakan? Menyukainya?" tanya Mino dengan giginya yang bertaut rapat.
"Mino-a, aku tau aku salah, tapi.." Mino mencengkram kerah bajuku hingga membuatku berdiri menghadapnya.
"Kau lupa dengan janji kita? Tidak ada perasaan apapun diantara kita!" bentak Mino yang membuat beberapa pengunjung kafe menoleh ke arah kami.
"Aku hanya ingin jujur." jawabku tak bisa berbuat apa-apa. Melihat keseriusan wajahku, cengkramannya terlepas dari bajuku.
"Lalu bagaimana denganmu? Kau, kau juga menyukainya?" tanya Mino ke Yoona. Ia terlihat sangat kecewa padaku.
"..." Yoona tak menjawab apapun. Tidak tahu mengapa, dia hanya diam menundukkan wajahnya.
"Hoh. Kalian membuatku tampak menyedihkan. Jadi, selama ini kalian sudah saling suka? Dibelakangku? Tanpa sepengetahuanku?" ujarnya dengan suaranya yang tertahan. Menatapku dan Yoona bergantian, dengan matanya yang sudah memerah menahan emosi.
"Mino-a.." sela Yoona yang merasa kasihan melihat kondisi Mino.
"Hari ini cukup sampai disini. Aku pergi dulu." meraih ranselnya dan langsung melangkah cepat keluar dari kafe. Suasana berubah hening. Tak ada satupun yang mengeluarkan suara. Kulirik Yoona, tak kusangka, ia tengah menangis. Membuat hatiku perih melihatnya.
"Yoona-a.." tegurku pelan.
"Aku pergi dulu." dan dia juga memilih pergi meninggalkanku disana seorang diri. Berusaha bersikap tenang. Perlahan aku melahap sisa makananku hingga perutku benar-benar tak menerima apapun lagi. Hal hasil aku merasa mual dan memuntahkan semuanya di toilet kafe. Setelah itu terduduk lemah di atas jamban. Meratapi nasibku.
Trrrt! Trrrt! Trrrt!
Kulihat layar ponselku yang menampilkan foto Yoona. Ia meneleponku. Aku mulai gugup, tapi berhasil tenang dan mulai menerima panggilanku.
"Sehun-a, Mino.. Mino.." kata Yoona diiringi tangisnya. Sedetik kemudian aku langsung berlari keluar dari toilet. Langkahku tak terhenti hingga aku melangkah keluar dari kafe tersebut.
Berlari seperti orang gila. Menuju tempat yang baru saja disebutkan Yoona. Kakiku mendadak terhenti. Malah melemas. Kulihat diseberang jalan, beberapa meter dihadapanku. Sekumpulan orang tengah mengerumuni seorang pria. Seorang pria yang terlihat tengah sekarat dengan tubuhnya yang sudah dilumuri banyak darah. Dapatku lihat juga, Yoona yang tengah memeluk pria tersebut. Dengan tangisnya yang pecah. Perlahan, dengan langkah gontaiku, melangkah mendekat.
Seakan ragaku terlepas dari tubuhku. Merinding hingga merasa mual. Kulihat Mino yang tengah berusaha bernafas dengan sisa tenaganya. Menatap Yoona yang tengah memeluknya. Kuusahakan untuk menghampiri mereka. Meringkuk disamping Yoona. Menggenggam tangan Mino yang sudah berlumuran darah. Dapat kurasakan tangannya yang terasa dingin, dan bergetar seakan tengah menahan sakit.
"Mino-a.." panggilku dengan airmataku yang mulai mengalir. Kulihat Mino yang berusaha berkata, namun yang terdengar hanya suara nafasnya yang tersengal. Tiba-tiba saja Mino terbatuk hingga mengeluarkan gumpalan darah. Yoona menjerit tak kuasa menahan kesedihan itu. "Mino-a, bertahanlah.." seruku berusaha meyakinkan diri. Bahwa Mino akan baik-baik saja. Tapi ia kembali memuntahkan banyak darah. Tangannya yang ku genggam menegang, dan semakin terasa dingin. Pada detik itu, ia menatapku dengan sisa kekuatannya. Tepat disaat itu air mata mengalir di wajahnya, wajahnya yang nyaris tertutupi darah, tangan yang kugenggang itu melemas. Begitu juga dengan matanya yang sudah tertutup rapat. Yoona semakin histeris, ia mengguncang tubuh Mino, tapi tak ada reaksi apapun. Kusadari itu, Mino sudah meninggalkan kami.
>>Flashback End
--
♡ Yoona Pov
Saat ini jam makan siang. Kantor terlihat sepi. Bahkan terlalu sepi. Yang tersisa hanya aku. Dengan bekal yang kubawa dari rumah, memaksa mulutku mengunyah walau sesungguhnya aku sama sekali tidak berselera.
Menyeruput minumanku hingga tak tersisa. Kulihat jam istirahat masih sangat lama. Dengan begitu aku masih memiliki banyak waktu untuk bersantai. Aku memilih keluar dari ruanganku. Menunggu pintu lift terbuka. Suara dentingan terdengar pertanda pintu lift akan terbuka. Aku bersiap untuk melangkah masuk. Mendadak jantungku melemah.
Kulihat Sehun dan Tzuyu di sana. Mereka bergandengan tangan. Tidak mungkin untukku melangkah mundur, dengan begitu kupaksakan untuk melangkah masuk. Cepat-cepat ku tekan tombol lantai teratas.
Kulihat tombol lantai dasar yang lampunya menyala. Karena hanya ada kami bertiga disana, itu berarti merekalah yang hendak ke lantai dasar. Menelan kepahitan itu dalam-dalam. Berusaha tenang. Berdiri didepan mereka seperti patung. Aku terlalu gugup. Bahkan tak berani melirik mereka dari pantulan tembok lift yang ada dihadapanku.
Lift bergerak keatas hendak mengantarku terlebih dahulu. Padahal aku berharap mereka dulu yang keluar. Aku sudah terlalu merasa sesak berada di lift bersama mereka. Beberapa kali kudengar suara Tzuyu yang berlaku manja kepada Sehun. Rasanya mau muntah mendengarnya. Aku bahkan tidak pernah sekalipun bertingkah seperti itu. Syukur tidak lama dari itu pintu lift terbuka. Segera aku keluar dari sana. Melangkah menjauh tanpa sekalipun melihat kebelakang.
Menaiki anak tangga menuju atap gedung. Sesampai disana, berdiri di tepi gedung. Meletakkan lenganku di dinding pembatas. Menikmati angin segar. Musim gugur membuat udara terasa lebih dingin. Aku yang lupa menggunakan jaket tentunya merasa dingin. Tapi tidak terlalu melemahkanku. Aku malah semakin menikmati waktu sendiriku.
Mengamati keindahan disekitar gedung kantorku. Berada diatap sudah menjadi hal rutinku. Hanya disana aku bisa merasakan ketenangan. Aku bisa merasakan hempasan angin musim gugur yang dingin tapi menyejukkan, juga mendengarkan musik kesukaanku.
Saat ini aku mendengarkan lagu terbarunya Lee Hi yang berjudul Missing You. Sesuai dengan isi hatiku saat ini. Sebenarnya aku tidak benar-benar ingin mendengarnya, tapi entah mengapa tanganku bergerak dengan sendirinya dan terputarlah lagu itu. Dan pada saat itu juga, aku baru menyadarinya. Airmata mengalir di wajahku. Segera kutepis dengan cepat. Uhuk! Uhuk! Mendadak terbatuk.
Sepertinya tubuhku mulai kedinginan. Sialnya aku lupa membawa jaket hari ini. Hanya kemeja tipis ini yang kugunakan, perkara takut telat karena telah telat bangun pagi. Tidak ingin kedinginan lebih lama, cepat-cepat aku melangkah pergi dari sana.
Menuruni anak tangga dengan hati-hati. Lalu menunggu pintu lift terbuka. Tak lama dari itu pintu lift terbuka dan aku segera masuk kedalamnya. Padahal lift kantorku memiliki penghangat, tapi mengapa aku masih merasa dingin? Hah, mungkin perasaanku saja. Aku tiba di lantai 5 dimana ruang kantorku berada. Sedikit berlari menuju ruanganku. Sesampaiku di meja kerja, segeraku periksa laci meja kerjaku. Oh tidak! Baru ku ingat, beberapa hari yang lalu aku telah membawa pulang selimutku untuk kucuci dirumah. Lalu bagaimana aku sekarang? Karena penghangat ruanganku tidak berhasil menghilangkan hawa dingin yang telah bersarang di tubuhku. Kupilih cara lain untuk menghangatkan tubuhku.
Kembali berlari dan kini lebih kencang. Masuk kedalam dapur kantor. Disana sepi tidak ada seorangpun. Kuambil cangkir kosong. Kubuka sebungkus coklat bubuk. Kutuangkan kedalam cangkir dan langsung kuiisi dengan air panas. Sembari mengaduknya, aku melangkah ke sudut dapur. Duduk disebuah kursi yang terdapat meja kecil didepannya. Disampingku terdapat dinding kaca yang dapat membuatku bisa melihat keluar gedung. Dengan coklat panas itu, aku menikmati sisa waktu istirahatku.
---
♡ Sehun Pov
Makan siang bersama Tzuyu selalu aku lakukan. Bukan keinginanku, tapi keinginan Tzuyu. Siang ini kami memilih restoran jepang, sesuai yang Tzuyu pinta padaku. Kulihat ia menikmati makanannya, tapi tidak denganku. Itu karena aku alergi daging mentah dan Tzuyu tidak mengetahui itu.
"Kau tidak makan?" tegurnya.
"Aku belum lapar. Makanlah, aku akan menunggumu." jawabku berusaha lembut. Tzuyu selalu tersenyum ketika aku berbicara lembut kepadanya. Tapi malah membuatku semakin menyesalinya. Menyesal telah berpacaran dengannya.
Tidak ingin berlama-lama disana. Aku meminta untuk segera kembali ke kantor. Disaat melangkah menuju mobil yang berada di halaman restoran, angin dingin berhembus kencang. Lantas mendadak wajah Yoona langsung memenuhi pikiranku. Aku ingat itu. Pada saat di lift, aku melihat Yoona hanya menggunakan kemeja tipis tanpa balutan jaket ataupun sweater. Kebiasaan buruknya dari dulu yang ternyata tak berubah sedikitpun. Berkat itu, menyetir pun jadi tidak fokus. Bahkan aku tidak mendengarkan perkataan Tzuyu. Hanya fokus pada jalanan dengan wajah Yoona yang melayang di pikiranku.
Kami tiba di kantor. Aku mengantar Tzuyu yang kebetulan bertempatan di ruangan berbeda dan setelah itu barulah aku masuk kedalam ruanganku. Kosong. Mejanya kosong. Apa dia masih diatap? Dengan baju setipis itu? Kakiku mendadak gatal, memaksaku untuk berlari menuju lift. Tapi aku berhasil menahannya. Berusaha tenang. Aku melangkah melewati meja kerjanya, lalu duduk di meja kerjaku yang hanya berjarak 2 meter saja dari mejanya.
Jarum jam terus berputar begitu juga dengan karyawan diruanganku yang mulai berdatangan. Hingga akhirnya yang tersisa hanya Yoona seorang. Ia tidak kunjung datang. Tanpa sadar aku terus melihat kearah meja kerjanya. Kakiku menghentak-hentak lantai tak bisa tenang. Aku mendengus saking gelisahnya. Kurasa aku tidak bisa mengulurnya lagi. Segera aku melangkah cepat keluar dari sana. Berdiri di depan lift menunggu pintunya terbuka.
"Sudah kau bangunkan?" kata seorang karyawan yang sedang berdiri dibelakangku.
"Biarkan saja, Yoona memang sering tidur di dapur." jawab temannya disampingnya yang juga tengah menunggu lift. Dalam diam aku mendengarkan semuanya.
"Tapi kulihat wajahnya pucat sekali.."
"Benarkah? Aku tidak melihat itu." dan pintu lift pun terbuka. Mereka langsung masuk kedalam lift. Tapi tidak denganku. Ragu-ragu aku mulai melangkahkan kakiku. Menuju dapur dimana Yoona tengah berada.
Benar seperti yang mereka katakan. Yoona memang terlihat tengah tertidur disana. Disudut dapur, bersandar pada dinding kaca. Aku dapat melihat wajah itu, wajah yang sangat aku rindukan. Tanpa perintah kakiku melangkah mendekat. Wajahnya memang terlihat pucat. Tentu aku mendadak mencemasinya. Tanpa ragu, ku sentuh keningnya. Panas. Sangat panas. Tidak bisa diam begitu saja. Langsung ku gendong tubuhnya ke dalam pelukkanku. Berlari kecil keluar dari dapur menuju lift. Tidak menghiraukan Tzuyu yang tengah memperhatikanku dari ruangannya. Juga tidak menghiraukan panggilan Tzuyu yang ku tebak tengah cemburu dengan aksiku.
Berdiri gelisah didalam lift yang kebetulan hanya ada aku dan Yoona. Dapat kulihat keringat dingin yang membasahi keningnya. Aku sangat tahu itu, Yoona sangat menyukai musim gugur apalagi musim dingin. Tapi tubuhnya tidak pernah bisa bersahabat dengan kedua musim itu. Tubuhnya tidak tahan dengan udara dingin. Dan akibatnya seperti ini, ia akan terserang flu dan demam. Nakalnya, Yoona tidak pernah memedulikan tubuhnya. Ia terlalu meremehkan kondisi kesehatannya. Karena itu dari tadi aku tidak bisa tenang.
Saat ini kami sudah berada di dalam mobil. Aku menyetir dengan kencang dengan tanganku yang sesekali menggenggam tangannya. Kurasakan tangannya yang dingin, berbeda dengan lengannya yang kelewat panas. Mencari rumah sakit terdekat agar gadis ini segera di obati. Syukur ada rumah sakit yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kantorku. Mobilku langsung meluncur memasuki halaman rumah sakit. Seorang perawat membuka pintuku. Kuperintahkan untuk langsung mengangkat Yoona. Seraya mengikuti mereka yang sudah membawa Yoona, aku menjelaskan kepada mereka apa yang telah terjadi.
Satu jam berlalu. Aku sedang menunggu dokter di sebuah ruangan. Ditemani seorang perawat, akhirnya dokter itu datang. Ia langsung menjelaskan kepadaku mengenai kesehatan Yoona. Syukurnya tidak terlalu berbahaya. Dokter itu hanya memintaku untuk mengawasi Yoona agar tetap istirahat dalam 3 hari kedepan.
Aku keluar dari ruangan itu dan mulai melangkah menuju kamar Yoona. Dari kaca pintu kamar itu, dapatku lihat Yoona yang sedang mengobrol dengan seorang perawat. Ternyata dia telah sadar. Dan keberanianku untuk bertemu dengannya pun runtuh. Aku malah melangkah pergi dari sana. Tidak, bukan mengenai keberanian. Tapi mengenai rasa bersalahku terhadap Mino sahabatku.
Masih diparkiran rumah sakit. Duduk diam didalam mobilku. Dengan tanganku yang memegang ponsel. Layar ponsel memperlihatkan sebuah kontak bertuliskan Omonim-ibu yoona-kupikir aku harus menghubungi ibunya. Karena yang kuketahui ia pasti tidak akan mengatakan kepada ibunya. Kuberanikan diri untuk menghubungi nomor itu.
"Yeoboseyo?" sapa ibunya. Mendengar suara itu seakan membentur batinku. Aku sangat merindukan Omonim. Yang dulunya sangat menyayangiku. Bahkan telah kuanggap seperti ibuku sendiri.
"A-annyeong haseyo.." sahutku ragu-ragu. "saya teman kantor Yoona. Saya ingin mengabarkan. Saat ini Yoona sedang dirumah sakit.." tidak ada respon apapun dari ibunya. Dengan begitu aku kembali melanjutkan perkataanku. "kata dokter itu hanya demam biasa. Ia hanya perlu istirahat selama 3 hari. Saya mengabarkan anda agar anda bisa menemaninya dirumah sakit. Jadi.."
"Sehun-a?" katanya. Aku terdiam kaget. Ia mengenaliku? Jelas sekali bahwa aku menggunakan nomor yang berbeda. "Sehun-a.. benar ini kau nak?" katanya lagi. Tenggorokkanku tercengat. Bagaimana bisa dia mengenaliku? "Sehun-a.. aku yakin ini kau. Aku sangat mengenal suaramu." sungguh, aku tidak tahu hendak berkata apa. Juga tak bisa mengelak lagi. Ingin langsung memutuskan panggilan itu, tapi itu benar-benar tidap sopan, apalagi dia wanita yang sangat aku hormati. Dengan terpaksa aku menanggapinya.
"Ne omoni, ini aku.." kataku setelah itu.
"Omona.. Sehun-a.. dimana kau sekarang? Bagaimana keadaanmu? Apa kau sehat? Kau baik-baik saja? Aku sangat mencemaskanmu.. Dengan siapa kau tinggal? Kau pasti sendirian.. Kenapa kau tidak mengabariku sekalipun? 5 tahun sudah aku mencarimu.." ujarnya panjang lebar. Membuat airmata bergenang di mataku.
"Mianhaeyo omoni. Aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Omoni.. mian aku harus segera memutuskan panggilan ini. Aku akan menghubungimu lagi. Atau mungkin aku akan menghampirimu. Sampai jumpa nanti omoni.."
"Aku akan menunggumu Sehun-a.." dan aku langsung memutuskan panggilan itu. Hening. Yang terdengar hanya deru nafas pasrahku.
--
♡ Yoona Pov
"Eomma?" sapaku yang heran melihat kedatangan ibuku di kamar inap itu.
"Kau!" bukannya mengkhawatirkan anak satu-satunya ini, ibuku malah memukul lenganku.
"Eomma! Kenapa kau memukuliku?!"
"Kenapa kau tidak pernah mengatakan padaku kalau kau sudah bertemu dengan Sehun?!" tanya ibuku penuh amarah.
"Ee? Eomma, apa maksudmu?" tentu aku tidak paham maksudnya.
"Tadi Sehun menghubungiku. Dia yang mengabariku mengenai keberadaanmu disini. Kalian satu kantor? Hoh! Bagaimana bisa kau menyembunyikan hal ini dariku?!!" kembali memukul lenganku. Memang tidak kuat, tapi cukup terlihat marah.
"M-mwo? Sehun menghubungimu? Eomma, kau serius?"
"Buat apa aku berbohong padamu! Jadi benar? Benar kalian satu kantor?"
"Eomma, duduklah.." kataku berusaha membuatnya tenang. Aku dapat memaklumi itu. Ibuku sangat menyayangi kedua sahabatku.
"Cepat ceritakan ke eomma.." menangis penuh kerinduan. Kulihat ibuku yang sudah duduk di sebuah kursi, disamping tempat tidurku. Perlahan aku mulai menceritakannya.
"Ne, majjayo, kami berada di kantor yang sama. Ani, bahkan di ruangan yang sama dan pada tim yang sama." sebelum ibuku memotong pembicaraanku, cepat-cepat aku menambahakan. "aku tidak bisa memberitahumu, itulah yang ia inginkan." kulihat raut kecewa di wajah ibuku. "eomma juga tahu, Sehun masih menganggap dirinya penyebab dari kematian Mino.. kurasa karena itu, hingga saat ini ia masih menjauh dari kita." jelasku yang sudah menggenggam tangan ibuku. Berusaha menguatkan ibuku yang tengah menangis. "eomma, kuatlah.."
"Eomma sangat mengkhawatirkannya.. ia tidak memiliki siapapun, sejak dulu eomma yang sering mengawasinya, bagaimana ia sekarang? Eomma selalu memikirkannya. Eomma tahu bahwa ia memiliki warisan orangtuanya yang berlimpah, tapi tetap saja hidup seorang diri itu pasti sangat menyedihkan, dia pasti sangat kesepian.."
"Eomma, aku juga tidak bisa berbuat apapun. Dialah yang memintaku untuk tidak saling kenal. Dia, dia sudah menganggapku masa lalunya." kutelan tangis yang nyaris pecah.
"Bukankah kalian saling suka?" aku terdiam. Ya, ibuku mengetahui itu. Tak ada yang tak ibuku ketahui mengenai kami.
"Aku masa lalunya eomma.." kataku mengingatkan.
"Ani. Eomma yakin, bahkan sangat yakin. Dia masih menyayangimu." bantah ibuku.
"Eomma sudahlah.."
"Dia yang membawamu kesini." kata ibuku. Tentu sulit untukku mempercayainya. "dia juga yang mengabariku." hanya bisa diam. "dari suaranya saja eomma bisa merasakan itu, bahwa ia sangat mengkhawatirkanmu." ibuku membalas genggaman tangan. "Yoona-a, cobalah mendekatkan diri padanya. Tidak perlu berharap lebih. Satu hal yang harus kau pastikan. Buat dia melupakan kejadian 5 tahun yang lalu itu. Yakinkan padanya bahwa itu bukan kesalahannya. Kepergian Mino bukan dikarenakannya. Bisa kau lakukan itu?" aku menghela nafas dengan berat. "ayolah Yoona-a.. kau pasti bisa." bujuk ibuku sedikit memelas. Membuatku serba salah. Pada akhirnya aku hanya bisa mengangguk mengiyakan.
---
♡ Sehun Pov
3 hari sudah berlalu. Kulihat meja kerjanya, masing kosong. Pagi ini aku datang lebih awal. Sejujurnya karena ingin memastikan apakah ia datang atau tidak. Tidak kusangka ternyata ia juga tak terlihat hari ini. Tentu kembali gelisah. Kulihat kontak nomor di ponselku. Nomornya masih tersimpan di ponselku. Tidak pernah terhapus walau aku telah mengganti nomor dan ponselku. Bahkan aku menghafal nomornya dengan baik. Begitu juga dengan nomor ibunya, yang kini semakin aku rindukan setelah mendengar suaranya 3 hari yang lalu. Klek! Suara pintu terbuka. Tepat ketika aku menoleh, terlihatlah dia disana. Melangkah menuju mejanya. Jujur, aku sangat lega melihatnya yang terlihat sudah baikan.
"Semuanya, kumpul di ruang rapat." teriak salah satu rekanku. Menyempatkan untuk meliriknya sejenak, dan segera bergegas untuk memasuki ruang rapat.
Rapat selesai setelah satu jam lebih lamanya berdiskusi. Hasil dari rapat, besok timku akan berangkat ke Pulau Jeju untuk melakukan beberapa pemotretan untuk edisi majalah terbaru kami. Ya, timku. Yang berarti Yoona juga ikut bersama kami.
Perasaan senang dan cemas bercampur aduk. Senang bisa berada didekatnya apalagi kali ini kami bersama-sama mengunjungi Jeju, dimana dulunya kami pernah berlibur ke Jeju ketika masih ada Mino. Aku cemas bagaimana nantinya? Terlalu banyak kenangan kami disana. Aku takut bahwa aku akan mengingkari janjiku, janjiku pada diriku. Janji seperti apa?
Tepat setelah kepergian Mino. Tentu aku menganggap bahwa kematiannya dikarenakanku. Aku sudah melanggar perjanjian kami. Dan Mino tertabrak mobil setelah mengetahui kesalahanku. Andai saja pada saat itu aku tidak menyatakan perasaanku ke Yoona, Mino pasti tidak akan meninggalkan kami. Dengan itu aku berjanji, untuk tidak mengganggu kehidupan Yoona. Aku sudah membuat sahabat kami pergi. Aku tidak ingin Yoona terluka karenaku. Begitulah yang kupikirkan.
Selesai rapat kami kembali ke ruangan masing-masing. Oh tidak, kulihat Tzuyu di ambang pintu, tengah melambaikan tangannya kearahku. Segera aku menghampirinya sebelum ada yang melihat aksinya itu. Kantor kami memang tidak melarang hubungan antar karyawan, tapi aku hanya tidak ingin hubunganku diketahui orang.
"Kudengar kau akan ke Jeju?" tanya Tzuyu dengan mimik imutnya.
"Hem.." sahutku seraya mengangguk.
"Aku mau ikut!" serunya memaksa.
"Kami bukan berlibur.." jawabku malas.
"Tetap saja aku ingin ikut!" entah mengapa aku merasa bosan total. Benar-benar menyesal.
"Sebaiknya kau kembali keruanganmu. Aku harus lanjut kerja.." aku sudah berdiri hendak melangkah.
"Mmm.. Aku mau ikut.." mulailah ia mengeluarkan aegyonya yang paling tidak kusuka. Syukur kami berada di lorong sempit sehingga tidak ada yang melihat. Mencoba tidak menghiraukannya, aku mencoba melangkah. Tapi Tzuyu memeluk tubuhku dari belakang. Aku semakin suntuk. Mendengus kesal. Kurasa ini batas kesabaranku. Kulepas tangannya dari tubuhku. Perlahan aku berbalik menatapnya. Tanpa berpikir aku langsung mengatakannya.
"Sepertinya hubungan kita sampai disini saja." kataku tanpa ekspresi. Tzuyu diam tak paham.
"Haha.. Kau pasti bercanda. Jangan begitu.. kau."
"Apa aku terlihat sedang bercanda?" sergahku penuh keseriusan.
"Yak.. Wae irae.." mendadak manyum memancing simpatiku. Sayangnya aku sedang bad mood.
"Ah, lagi pula kita tak benar-benar berpacaran. Kau sendiri yang mengatakan itu dulu. Baiklah jika begitu, urusan kita sampai disini saja. Aku pergi dulu."
"Yak Oh Sehun! Kau jahat sekali!" teriaknya kuat. Syukur tidak ada yang berada disekitar kami. Menahan amarah dan kembali menatapnya.
"Kau tahu aku jahat. Kenapa masih menyukaiku?" kataku ketus. "dari awal sudahku katakan, jika kau berpacaran denganku, kau harus siap tersakiti. Dan kau mengiyakan itu. Sekarang terimalah. Huh, hari ini aku lelah sekali, jadi kumohon jangan menggangguku lagi." tak ingin berlamaan disana, segera aku melangkah cepat meninggalkannya. Kenapa? Aku keterlaluan? Tidak juga. Aku bisa melakukan itu karena aku mengetahuinya, bahwa Tzuyu memiliki kekasih lain selainku. Aku tidak mempermasalahkan itu. Paling tidak sekarang aku sudah lega.
---
♡ Yoona Pov
"Yoona-a, apa kau sudah sehat? Aku kaget sekali ketika melihat Sehun menggendongmu. Pada saat itu wajahmu pucat sekali." kata Seung Hoon yang juga berada di tim yang sama denganku. Tepat disaat dia berbicara denganku, Sehun melewati kami lalu duduk dimejanya.
"Aa.. Aku baik-baik saja. Sudah biasa untukku.. hehe.." jawabku yang memang sudah akrab dengan Seung Hoon. Jauh sebelum Sehun kerja disini, aku sudah berteman dengan Seung Hoon. Satu-satunya teman priaku saat ini. Ia sudah seperti oppa bagiku.
"Kau tidak tahan dingin, bagaimana nanti di Jeju? Suhu disana pasti lebih dingin."
"Gwenchanayo.. aku hanya perlu menggunakan pakaian tebal jika perlu berlapis-lapis. Hehe.." kucoba untuk melirik Sehun, ternyata dia sedang serius dengan layar monitor komputernya.
" )Aish kau ini. Baiklah. Besok aku akan menjemputmu." sambung Seung Hoon yang sudah menggeser kursinya ke hadapan meja kerjanya yang berada di sebelahku.
"Ne.. Gomawo.." ujarku berusaha imut padanya. Ia tertawa geli melihatku. Dan kami pun mulai bekerja.
---
♡ Sehun Pov
Saat ini kami sedang memasukkan tas ke dalam mobil. Kami yang hanya terdiri dari 8 orang memilih menggunakan 2 mobil untuk menuju airport. Dan kini mobilku sudah penuhi dengan 5 orang rekanku. Sisanya berada di mobil seniorku. Seung Hoon sunbae. Dan sisanya hanya Yoona seorang. Ya, mereka berduaan di mobil itu. Cemburu? Entahlah.
Aku menyetir santai menuju airport. Tak terasa kami sudah sampai. Karena aku junior diantara semua rekanku, maka aku yang mengurus semua bagasi. Tidak, anak itu mencoba membantuku. Sepertinya dia mengingat perkataanku dan berusaha bersikap normal di hadapanku. Dengan begitu aku juga bisa tenang dan menerima bantuannya. Bersama Yoona aku mengurus semuanya. Hingga kami memasuki pesawat. Tak kusangka dan sangat diluar harapan, aku dan Yoona berada di seat yang berdampingan. Dan hanya kami berdua.
Tidak ada alasanku untuk meminta bertukar tempat, dan pastinya akan menimbulkan tanda tanya jika aku melakukannya. Dengan berat hati aku menerima kondisi itu. Kulihat Yoona yang baru saja meletakkan ranselnya di kabin pesawat. Lalu mendahuluiku duduk di bagian seat disamping jendela. Sedikit gugup aku mulai duduk disampingnya. Ow! Jantungku berdegup kencang hanya karena lengan kami yang saling bersentuhan. Kulihat Yoona yang segera menarik jauh lengannya. Sebenarnya aku tidak terlalu mempermasalahkan itu, tapi sepertinya ia masih sangat menjaga kata-kataku.
Pesawat sudah lepas landas. Pemandangan kini terpampang indah dari balik jendela. Kulihat Yoona yang antusias hingga memotret pemandangan itu dengan ponselnya. Sekilas aku dapat melihat itu, wallpaper yang ia gunakan adalah wajah dari kami bertiga. Wallpaper yang sama seperti yang aku gunakan di ponselku. Tanpa sadar aku tersenyum akan itu. Beberapa saat setelah itu. Seorang pramugari memberikan kami sebuah hidangan. Sayangnya aku tidak menyukai itu. Dan aku juga tahu, Yoona juga tidak menyukai itu. Udang goreng yang diberi saus mayo diatasnya. Kulirik dia yang ada disampingku, benar dugaanku, ia menutup kembali kotak makanan itu.
"Yogiyo.." panggilnya ke pramugari yang berada dekat dengan kami. "anda bisa mengambil kembali makanan kami. Maaf sekali bukannya tidak menghargai, tapi kami memang tidak suka udang." katanya kepada pramugari itu. ia mengangkat kotak makanannya juga milikku lalu diletakkan ke nampan yang dipegang si pramugari. "sebagai gantinya, kami memesan strawberry milkshake saja." sambungnya.
"Baiklah jika begitu. 2 strawberry milkshake?" tanya si pramugari.
"Ne.." dan dia kembali diam menatap keluar jendela. Lalu aku? Masih bingung dengan perlakuannya. Berusaha terlihat santai, aku memilih memainkan game dari ponselku. Lama menunggu akhirnya pesanannya datang. "khamsahamnida.." ujarnya ramah. Ia membuka meja kursiku. Lalu meletakkan Milkshake itu disana. Tentu aku segera menoleh padanya, penuh tanya. "nikmati saja." katanya tanpa melihat kearahku. Malah terlihat tersenyum seraya menyeruput minumannya. Kebetulan aku sedang lapar, segeraku sumpel mulutku dengan sedotan.
---
♡ Yoona Pov
"Wah.. benar-benar segar..!" seruku setelah tiba di Jeju. Kulihat Sehun sedang mendorong troli yang sudah dipenuhi koper. Disampingnya Seung Hoon juga mendorong troli. Sebenarnya dalam tim ini hanya aku yang wanita. Yang lainnya pria, hehe.. hal biasa untukku karena dulunya aku juga bersahabat dengan dua pria. Apalagi ada Sehun bersamaku. Hem.. ya, ada Sehun didekatku. Fakta yang membuatku hingga saat ini masih sulit mempercayainya.
Kali ini kami menggunakan mini bus dikarenakan barang bawaan kami yang kelewat banyak. Dan kali ini Seung Hoon lah yang menyetir. Dan kembali terjadi, aku dan Sehun dapat jatah tempat duduk barisan paling belakang. Sebenarnya aku tidak masalah, hanya saja aku masih mengingat perkataannya 5 tahun yang lalu. 'Kau hanya masa laluku'. Dan sekarang kupikir aku hanya perlu menikmati pekerjaanku ini.
Entah sengaja atau apa, Seung Hoon menyetir dengan brutal hingga membuatku berkali-kali terhempas ke Sehun. sepertinya Sehun tidak akan memarahiku. Terlihat dari gelagatnya yang hanya diam dan tetap duduk manis. Omo! aku kembali terguncang dan terhempas lebih kencang ke tubuhnya, sekilas seperti memeluknya. Oh tidak, jantungku berdebar hebat. Cepat-cepat aku menjauh darinya. Aku berdehem pelan berharap jantungku tak lagi kelewatan. Ternyata tetap saja begitu.
Kulihat plastik kresek yang ada di tengah-tengah antara aku dan Sehun. Ada beberapa kaleng cola disana. Karena merasa gugup, kupikir aku harus meneguk minuman. Lantas kuraih sebotol cola itu dan langsung kubuka. Sroott! Kini wajahku dipenuhi soda.
"Haachim!" dan aku pun bersin hebat. Bukannya mengasihiku, mereka malah menertawaiku. Tidak, kini kurasakan tangan Sehun yang tengah menyeka sisa soda di wajahku. Dengan sapu tangan miliknya, bergerak lembut menyetuh wajahku, diiringan mimik wajah cemasnya. Kurasa ia sedang tidak menyadari perbuatannya. Haha. Benar sekali. Kini ia melempar sapu tangan itu kewajahku.
"Bersihkan sendiri!" ujarnya ketus. Aku hanya bisa menahan tawa.
Kami tiba dihotel yang kebetulan lokasinya tepat di hadapan pantai. Bukannya mengurusi koper, aku malah asik berfoto ria di sana. Setelah puas berfoto, baru kusadari. Aku ditinggal sendirian di halaman hotel itu. Mengerang kesal seraya menarik koper besarku memasuki hotel. Mereka masi berada di lobi hotel, menunggu Sehun mengurus kamar. Kuputuskan untuk menyusul Sehun. Melihat gerak geriknya membuatku mengingat masa lalu kami. Dulunya ketika kami ke Jeju bersama Mino, Sehunlah yang selalu mengurus kami. Melihatnya kini yang berlaku sama, aku kembali tersenyum.
"Kau sedang apa?" dan senyumku tertangkap olehnya. Segera kubuang jauh-jauh senyuman itu.
"Mau minta kunci kamar." jawabku santai seraya menjulurkan tangan kananku.
"Ini ambillah." memberikan kunci kamarku langsung ke tanganku. Lalu melangkah meninggalku. Ia kembali ke rekan kami lainnya. Aku selalu kesal dibuatnya. Dengan sisa rasa jengkel berkatnya, aku melangkah menuju lift dengan tanganku yang terus menarik koper besarku.
Tak kusangka kamarku besar sekali. Bukan hal aneh karena kebetulan kami memiliki seorang pimpinan yang royal. Aku menghempaskan tubuhku di kasur empuk itu. Ini nyaris seperti liburan. Dan yang lebih membuatku senang, ada Sehun bersamaku. Ya, benar kata ibuku. Aku harus mendekatkan diri padanya, lagi. Apapun penolakkan yang Sehun lakukan, aku harus bisa meluluhkannya. Dan menyadarkannya dari kesalahpahamannya. Baru saja hendak menutup mata, aku mendapat pesan dari Seung Hoon bahwa aku harus segera bersiap-siap karena perjalanan kami akan dimulai hari ini juga. Sepertinya ini akan melelahkan.
---
♡ Sehun Pov
Kali ini aku dapat jatah menyetir. Dan tetap saja, ada dia disampingku. Entah apa maksudnya, ia terlihat seperti tengah berusaha untuk mendekatiku. Kupikir ia akan memilih duduk disamping Seung Hoon sunbae. Tapi malah menyusut ke kursi paling depan, tepatnya disampingku.
---
♡ Yoona Pov
Saat ini kami menuju sebuah desa buatan yang sudah sangat terkenal. Beberapa adegan dalam drama fenomenal Jewel In The Palace atau Dae Janggeum juga diambil di sini. Tentu tempat ini tidak akan kami lewatkan. Membutuhkan waktu lama untuk kesana. Karena itu aku memilih duduk disampingnya. Maka itu aku bisa mengawasinya lebih dekat. Aku takut jika ia kelelahan dikarenakan lama menyetir.
"Minumlah." kataku yang sudah menyodorkan sebotol air mineral lengkap dengan sedotannya. Tepat di depan mulutnya.
"Singkirkan itu.. Kau mengganggu konsentrasiku dalam.." mulutnya sudah kusumpel dengan sedotan. Ia melirikku sejenak dan terlihat jengkel. "cepat minum.." perintahku yang akhirnya didengarkannya. Sebelum ia menepis tanganku, aku sudah lebih dulu menarik kembali sedotan itu dari mulutnya.
Beberapa jam kemudian kami tiba disana. Rekan-rekanku terlihat antusias dan sudah pada menghilang asik mengambil gambar. Begitu juga denganku. Tapi tidak dengannya. Kulihat Sehun yang tengah berbaring didalam mobil. Benar dugaanku, dia pasti kelelahan. Kubiarkan saja dia disana, ia butuh istirahat. Aku memilih mengikuti Seung Hoon oppa dan membantunya menentukan lokasi yang tepat untuk memotret. Kami sangat antusias hingga lupa bahwa hari sudah malam. Semuanya sudah mulai lapar. Merasa harus mengakhiri hari itu, Seung Hoon pun memutuskan untuk pergi dari sana. Ia menggantikan Sehun menyetir. Dan kali ini aku memilih duduk disamping Seung Hoon oppa.
Kami memasuki sebuah restoran yang letaknya sangat dekat dari hotel dimana kami menginap. Pesisir pantai dapat terlihat dari tempat duduk kami. Meja kami sudah dihidangkan banyak makanan. Tapi tak ada satupun yang Sehun suka. Ya, aku masih mengingatnya dengan jelas. Kebetulan pada saat itu aku duduk disampingnya. Kulirik dia yang sedang menyeruput jus strawberrynya.
"Pesanlah yang lain.." bisikku padanya.
"Tidak usah pedulikan aku. Urus saja.."
"Yogiyo!!" selaku yang sudah lebih dulu memanggil pelayan restoran. Sehun melirikku tajam, tapi tak ku hiraukan. "aku pesan ayam goreng, tolong dagingnya langsung diiris tipis ya. Ah, jangan pedas. Itu saja." jelasku ke si pelayan. Usai mencatat pesananku, si pelayang langsung melesat pergi. Ya, begitulah Sehun. Ia memang tidak memiliki nafsu makan. Hanya ayam goreng yang ia sukai. Yang lembut dan mudah ditelan.
Continued..