Wanita jalang itu terhuyung, dan Raphtalia mendekat dari belakang dia.
Saat aku mengalihkan perhatian mereka, Raphtalia sepertinya menggunakan sihir.
Timingnya sempurna. Kami berada dalam krisis. Apa ini bisa memperbaikinya?
"K...Kau! Apa kau tau siapa yang barusaja kau tikam?"
Wanita jalang itu murka. Seperti iblis, dia berteriak pada Raphtalia.
"Nona Myne! Apa kau baik-baik saja?!"
"Tunggu. Ren! Ugh!"
Ren berlari ke arah wanita jalang itu dan bersilang pedang dengan Raphtalia.
Aku juga mencoba mendekat, tapi hujan anak panah dan sihir menahanku.
Pedang itu masih menancap pada wanita itu. Pasti ada yang salah karena Raphtalia nggak bisa mencabutnya. Setelah dia menyadari kalau pedangnya nggak bisa tercabut, Raphtalia segera menggunakan pedang cadangan miliknya.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Kalian semua berkelompok untuk menyerang Tuan Naofumi! Aku harus menghentikan kalian!"
"Bukan itu masalahnya!"
Dentangan pedang yang saling bertabrakan memenuhi area. Ren lebih berpengalaman dengan pedang. Dia menangkis dan menekan mundur Raphtalia.
Ini buruk. Pada dasarnya Raphtalia nggak memakai armor.
Filo masih melawan Motoyasu, dan sang putri sedang sibuk membantu Filo.
Sedikit demi sedikit, para anggota party Ren dan Itsuki menyelinap mendekati sang putri.
Ini buruk sekali. Mati-matian, Raphtalia meraih pedang sihir yang diberikan oleh pemilik toko senjata pada dia. Dia mencabutnya dari sarungnya dan mengeluarkan suara "pop".
Gagangnya kosong, nggak ada bilah.
"Ahaha! Apa-apaan itu? Lucu sekali!"
Wanita jalang itu disembuhkan oleh sihir. Dia mengarahkan jarinya pada Raphtalia dan tertawa. Tapi Ren dan Itsuki memiliki reaksi yang sangat berbeda.
"Pedang itu nggak punya bilah? Semuanya, hati-hati!"
"Baik!"
"A...Apa yang terjadi?!"
Para anggota party Ren kebingungan.
"Itu mungkin sebuah pedang sihir. Itu bisa membentuk bilah dari kekuatan sihir penggunanya. Itu mungkin sangat berbahaya."
"Dia benar. Aku nggak tau dimana dia bisa mendapatkannya..."
Kalau dipikir-pikir lagi, pak tua pemilik toko senjata memberi kami sebuah catatan yang mengatakan sesuatu yang serupa.
"Setelah kami membaca catatan dari dia, aku nggak bisa mengabaikan apa yang dia katakan. Pasti ada maksudnya. Jadi aku melakukan sedikit uji coba."
Raphtalia berbisik, dan dia memegang gagangnya erat-erat.
Saat dia menghentakkan gagangnya, sebuah cahaya menyilaukan keluar darinya.
Wanita jalang itu kelihatan jengkel.
"Rasakan ini!"
Raphtalia mengacungkan pedangnya kedepan, lalu berlari ke arah Ren dan wanita jalang itu.
"Sialan! Shooting Star Sword!"
Ren menggunakan skill miliknya.
Shooting Star Sword adalah sebuah skill yang menembakkan bintang-bintang dari ayunan pedang miliknya. Aku membayangkan bahwa jika serangan itu mengenai targetnya secara langsung, itu sangatlah kuat. Meski begitu, Ren nggak bertarung dengan segenap kekuatannya. Dia bertarung untuk menghentikan kami. Dia mungkin akan menahan diri.
Meskipun dia menahan diri, kalau dia menyerang Raphtalia dengan skill itu, mungkin akan menimbulkan damage yang fatal.
Apa yang bisa kulakukan?!
Kalau aku mendekat untuk membantu, aku akan menarik serangan para prajurit ke arah Raphtalia.
Tapi Raphtalia menghindari tembakan bintang-bintang itu dan bergerak mendekat.
"Kau nggak punya keyakinan!"
"Ugh...."
Ren gak yakin dia berada di pihak mana, dan itu mempengaruhi strategi serangannya. Raphtalia menghindari pedang milik Ren dan mengayunkan pedang miliknya sendiri.
Ren tiba-tiba terlihat pusing. Dia memegang kepalanya dan terhuyung-huyung kearah Raphtalia. Lalu dia jatuh berlutut.
"Sekarang aku mengerti. Dia memberiku pedang ini untuk memotong sesuatu yang gak bersifat fisik. Jadi saat kau menebas seseorang dengan pedang ini, inilah yang terjadi."
Raphtalia sepertinya memahami sesuatu. Dia berpaling dari Ren yang telah tumbang dan berlari kearah wanita jalang itu.
"Kau pikir seorang kriminal sepertimu bisa menentang seseorang seperti ku?!"
Wanita jalang itu menghunus pedangnya dan mengayunkannya pada Raphtalia.
"Diamlah!"
Bilang pedang milik Raphtalia menghilang disaat yang tepat untuk menghindari benturan dengan pedang milik si wanita jalang. Itu bukanlah sebuah duel. Raphtalia berputar dan menghindari pedang wanita jalang itu dengan jarak yang tipis.
Bilah pedang sihir itu muncul lagi, dan meluncur maju dengan mudah, menikam dada wanita jalang itu.
"AHHHHHHHHHHHH!"
Wanita jalang itu menjerit.
Lalu, seolah dia pingsan, dia menjatuhkan pedangnya dan roboh kedepan kearah Raphtalia.
Raphtalia menggunakan kakinya untuk melemparkan pedangnya ke tangannya. Lalu menggunakan Lonte itu sebagai perisai, dia berpaling ke arah Ren.
"Myne!"
"Myne!"
Ren dan Itsuki, lalu Motoyasu, semuanya berteriak.
"Pahlawan Pedang? Aku yakin kau sudah menyadarinya, dia belum mati. Aku cuma membuat dia tertidur selama beberapa saat."
Raphtalia mengarahkan pedangnya pada wanita jalang itu sebagai sebuah ancaman.
"Apa kau bersedia mendengarkan semua yang harus dikatakan Tuan Naofumi?"
"T....Tapi...."
"Lepaskan tawananmu! Kalau tidak, kau akan berada dalam bahaya. Lebih baik kau menjauh dari Naofumi!"
Itsuki berteriak, tapi Raphtalia membantah dia dengan dingin.
"Kau berkata begitu setelah menyandera Filo? Dia juga menyandera Melty. Dan kau percaya semua itu berdasarkan pada cerita karangan belaka tentang Perisai Pencuci Otak?"
"Um...."
"Selain itu, apa matamu buta? Tuan Naofumi saat ini nggak bisa bergerak."
Dengan pingsannya wanita jalang itu, sepertinya situasinya telah berbalik. Aku masih belum berani mendekat ke Raphtalia sih.
Alasannya adalah hujan anak panah dan sihir yang terus berjatuhan disekitarku.
"Hentikan sekarang juga!"
Ren berteriak pada para prajurit, tapi sepertinya mereka nggak menggubrisnya.
"Mohon hentikan! Komandan, kumohon!"
"Tidak! Kau menyebut dirimu sendiri prajurit Melromarc?! Oh hei! Kau adalah orang yang bertarung bersama Iblis Perisai!"
Prajurit yang meminta si komandan untuk berhenti adalah salah satu prajurit yang membantuku saat gelombang yang sebelumnya.
"Terima hukumanmu sekarang!"
Segalanya terjadi dalam gerakan lambat.
Pelan tapi pasti, sebilah pedang diayunkan ke arah prajurit yang berbicara membelaku.
Sama seperti kejadian dengan sang putri kedua.
Aku cukup beruntung bisa menyelamatkan sang putri, tapi kali ini aku terlalu jauh. Aku nggak bisa menjangkaunya tepat waktu.
"Hentikan!"
Komandan itu mengayunkan pedangnya pada seorang bawahannya yang membelaku. Aku nggak bisa mengendalikan emosiku lagi. Aku merasa seperti aku akan meledak.
Lalu. Alat kecil yang diberikan pemilik toko senjata padaku, penutup untuk permata persiaiku, retak dan jatuh.
"Whoa!"
Aku nggak tau apa yang terjadi, tapi aku menyadari terdapat cahaya dalam jumlah yang besar disekitarku.
Apa itu? Itu adalah sebuah lingkaran cahaya yang berpusat pada diriku sendiri, jangkauannya tiga meter. Itu sangat besar.
Apa.....
Serangan-serangan yang dikeluarkan oleh para prajurit tak mampu menembus cahaya itu. Anak panah itu patah dan berjatuhan, terpantul.
"Whoa!"
Percikan api dan serangan-serangan yang terpantul menghujani Ren dan para pahlawan yang lain termasuk party mereka. Beruntungnya, pantulan serangan-serangan itu menghindari siapapun yang berhubungan dengan partyku. Raphtalia, Filo, sang putri, dan para prajurit itu nggak menerima serangan.
Pecahan dan serpihan bongkahan berwarna hitam berjatuhan menghujani musuh. Lalu terbakar. Jumlahnya sangat banyak dan berhamburan sembarangan, jadi nggak seorangpun bisa lolos dari serpihan itu.
Alat yang diberikan pak tua padaku pasti telah bereaksi pada perisaiku. Api hitam telah menunjukkan itu telah tertanam pada perisaiku dengan serangan balik berdasarkan pada Shield of Rage. Cuma itu penjelasan yang bisa ku pikirkan.
"Ap..."
"U....."
Ren dan Itsuki menderita karena api itu. Satu-satunya yang masih bisa bertarung adalah Motoyasu, dan dia sedang sibuk bertarung melawan Filo.
"Hiya!"
"Semuanya!"
"Sialan! Naofumi! Jangan kabur!"
Motoyasu mengerti bahwa situasinya telah berbalik menjadi tak menguntungkan bagi dia. Dia menjauh dari Filo.
"Semuanya kembali berkumpul!"
"Oke! Ayo, Mel!"
"Baik!"
Nasib baik yang tak terduga. Ini adalah peluang kami untuk kabur.
Tapi Motoyasu masih berdiri. Gimana caranya kami bisa lolos dari dia?
Filo masih terjebak dalam wujud manusia karena ring itu. Kami nggak bisa kabur dengan menunggangi dia. Dan juga, itu nggak seperti Ren dan Itsuki sudah nggak mampu bertarung lagi. Api hitam telah membakar mereka, tapi itu cuma luka luar saja.
"Lepaskan Myne!"
Motoyasu melemparkan tombak pada Raphtalia yang masih menggunakan Myne sebagai perisai.
"Nggak semudah itu."
"Tuan Naofumi."
Dalam sekejap mata, aku berada didepan Motoyasu, tapi tepat sebelum Raphtalia bisa mengayunkan pedang dan bermanuver dibelakangku, dia kehilangan pegangannya pada wanita jalang itu.
Tatapan Motoyasu segera mengarah pada wanita jalang itu.
Dia adalah kartu as kami, dan sekarang kami telah kehilangan dia. Aku mencoba mengulurkan tangan untuk melihat apakah aku bisa mendapatkan dia lagi....
"Myne!"
Tapi Motoyasu sudah mendapatkan dia dan memeluknya.
Sialan. Dia lepas dari genggaman kami.
Situasi kami semakin memburuk karena kami harus menghadapi semuanya. Kami nggak bisa bertarung lebih lama lagi.
Sejujurnya, kalau kami mencobanya maka kami akan kalah.
Aku sedang memikirkannya ketika sesuatu menggelinding ke kakiku.
Sebuah bom? Aku segera mengangkat perisaiku untuk memblokir ledakannya, tapi bom itu cuma mengeluarkan asap diiringi suara mendesis pelan.
"Uh...."
"Ap....."
Seluruh area dipenuhi dengan asap, dan kami nggak bisa melihat apa-apa. Aku melangkah, dan nggak yakin bisa membedakan semua orang.
Dengan jarak yang sedekat ini, gimana caranya kami bisa tau mana kawan dan lawan?
"Sebelah sini, Tuan."
"Suara itu! Pahlawan Perisai, ikuti suara itu."
Mel berteriak padaku.
"Apa nggak apa-apa?"
"Kurasa gak apa-apa. Untuk berjaga-jaga, suruh Raphtalia menggunakan sihir ilusi miliknya!"
"Baik!"
Mel memimpin, aku berlari di belakang dia.
"Tunggu! Kemana mereka pergi?!"
Sebelum kami kabur, aku berteriak pada Ren.
"Ren, aku yakin kamu memahami semua ini. Setelah menggunakan semua kekuatan ini, bisakah lu betul-betul mengatakan kalo gue lah penjahatnya disini?"
"..."
"Aku akan menggunakan sihir angin! Siapapun yang bisa menggunakannya—bantu aku!"
"Tunggu, Itsuki."
"Ada apa?"
"Sekarang kita harus..."
Itsuki hendak menggunakan sihir angin untuk menghilangkan asap tersebut. Kedengarannya seperti Ren berusaha menghentikan dia.
Akan kami berhasil? Aku nggak tau, tapi kami berlari mengikuti suara itu.
Saat asapnya menghilang, kami sudah cukup jauh dari Ren.
Dan untuk berjaga-jaga, Raphtalia telah mengeluarkan sihir saat didalam asap tadi. Mereka masih mencari kami.
Itu artinya...
"Tuan, lebih baik pakai jubah ini juga."
Suara misterius itu berbicara dan melemparkan kain padaku.
"Apakah kita berhasil?"
"Jangan berisik... Ayo bergerak—diam-diam."
Mel memegang tangan Filo dan berlari dalam diam. Kami mengikuti mereka. Dan kami berhasil lolos dari para pahlawan. Nggak lama setelahnya, bidang kekuatan disekitarku menghilang. Pada akhirnya sangat jelas kalau kami bisa kabur berkat hadiah yang diberikan pak tua itu pada kami.
Ini bukanlah yang terakhir. Gimana caranya kami kabur lain kali? Para pahlawan tidaklah dungu. Mereka akan belajar dari hal ini dan membuat rencana baru.
Namun, sepertinya Ren mulai mencurigai segalanya nggak seperti yang terlihat. Aku menaruh harapan pada hal itu.
Pokoknya, sekarang bukan saatnya memikirkan hal itu. Kami harus fokus kabur.
***
"Tuan. Kita sudah sangat jauh. Kita seharusnya suudah aman sekarang."
Aku melepas jubahnya dan menatap pemilik suara misterius itu. Dan pemiliknya adalah salah satu warga dari kerajaan sebelah yang berbicara pada kami di perbatasan. Dia adalah salah satu orang yang nggak bicara saat itu.
"Kau.....?"
Aku merasa seperti itu bukanlah orang yang sama.
"Ingat yang kita bicarakan tentang dopplegänger yang menyamar sebagai bunda?"
"Um... Ya..."
"Inilah orangnya."
"Ini adalah pertemuan pertama kita, Tuan. Apa anda mengenali saya karena penjelasan putri Melty? Saya harap begitu, Tuan. Jika tidak, saya telah gagal sebagai bayangan."
"Kurasa kau mengatakan itu salah."
"Ini adalah perintah dari sang putri, jadi saya tidak punya pilihan, Tuan."
"Kita sudahi saja candaan ini... bicaralah. Kenapa kau menyelamatkan kami? Siapa kau? Apa maumu?"
"Saya adalah seorang anggota dewan rahasia Melromarc. Saya adalah "bayangan". Itu sebabnya saya membantu anda. Dan juga, saya tidak punya nama. Jika anda ingin memanggil saya, Tuan, silahkan panggil saya Shadow."
Shadow... Apa dia berusaha terlihat keren? Aku ingat pernah bertemu salah satu dari mereka sebelumnya. Itu terjadi saat di Riyute, saat aku balapan dengan Motoyasu.
Pasti ada suatu perbedaan antara cara berpikirku, yang datang dari dunia lain, dan cara berpikir warga dunia ini.
Kalau aku mulai mendaftar mereka semua, daftarnya akan sangat besar. Jadi aku mengabaikannya untuk saat ini.
"Kenapa kau menyelamatkan kami?"
Itulah yang paling ingin ku ketahui. Aku bisa memikirkan beberapa alasan, tapi nggak satupun yang kelihatan sangat memungkinkan.
"Saya tidak bisa menjawabnya, Tuan."
"Sungguh tertutup."
"Jika saya harus menjelaskan, saya bisa mengatakan bahwa tugas saya adalah melindungi Putri Melty."
"Itu nggak banyak menjelaskan."
Kalau itu alasannya, dia harusnya datang untuk membantu saat Melty mulai bertarung.
"Saya tau bahwa Pahlawan Perisai akan melindungi dia. Itu sebabnya saya tidak muncul."
"Kau...."
"Pertarungan itu terlihat cukup berbahaya, tapi kita berhasil kabur dengan aman. Saya yakin ini karena para Pahlawan lain memiliki keraguan terhadap misi mereka sendiri."
Jadi pada dasarnya, dia tau apa yang sedang terjadi, dan cuma melihat saat semua itu terjadi. Dia pasti sangat handal.
"Selain itu, saya sudah ada disini jadi saya akan menyampaikan berita tentang keberadaan sang ratu pada putri dan pada Pahlawan Perisai."
Shadow menunjukkan sebuah peta pada kami, dan dia menunjuk sebuah negeri di sudut barat daya.
Itu berlawanan arah dengan Siltvelt.
"Sang ratu saat ini berada di negeri ini. Itu berlawanan arah dengan negeri demi-human dimana anda ingin mencari ruangan jam pasir naga. Itu sangat jauh, dan oleh sebab itu persiapan anda tidaklah cukup untuk kesana. Anda butuh perlindungan."
"Yah...."
Aku mulai mencurigainya, tapi sekarang ini sudah jelas bahwa semua orang telah menebak kemana kami pergi.
Satu-satunya alasan yang bisa kupikirkan adalah bahwa para demi-human mempercayai Pahlawan Perisai—kebalikan dari gereja di Melromarc. Kalau aku berhasil kabur dan sampai di ruang jam pasir naga disana, itu akan sangat buruk bagi gereja dan Sampah itu.
Tentunya, aku ingin membuat mereka jengkel dengan datang ke kerajaan demi-human, tapi mempertimbangkan penjagaan ketat di perbatasan, pada dasarnya pilihan itu saat ini mustahil. Dengan kecepatan Filo, butuh dua minggu untuk sampai disana, dan kalau para pahlawan lain mencegat kami dan sampai disana duluan, maka kami nggak akan bisa menerobos. Belum lagi mereka bahkan telah mengantisipasi Filo serta kekuatannya—mereka bahkan membuat sebuah pencegahan untuk membuat dia nggak bisa bertarung.
Meski begitu, bahkan jika membutuhkan jalan memutar yang panjang, aku masih ingin kesana.
"Motif atas masalah anda saat ini sudah mengakar dalam. Jika memungkinkan, saya ingin para Pahlawan lain membantu kita."
"Apa maksudnya?"
"Church of the Three Heroes jelas-jelas telah melemah karena semua yang telah anda lakukan, Tuan. Itu sebabnya mereka sampai bertindak sejauh itu."
"Melemah? Mereka nggak kelihatan melemah buatku."
"Tunggu dan lihatlah apa yang akan terjadi saat warga mengetahui tentang rencana untuk membunuh putri Melty."
Memang benar kalau kami berhasil sampai sejauh ini karena banyak orang yang membantu kami.
Apa itu artinya bahwa penduduk akan kehilangan keyakinan pada ajaran gereja?
"Lihat? Ayah bukanlah orang yang berada dibalik semua ini."
"Shadow ini mungkin berbohong pada kita. Jangan begitu saja percaya yang dia katakan."
Aku harus memperingatkan sang putri, tapi aku masih tertarik mendengar apapun yang bisa Shadow katakan pada kami.
"Anggap saja aku percaya padamu untuk saat ini. Itu akan menjelaskan kenapa mereka berusaha memaksakan cerita pencucian otak yang konyol ini pada semua orang."
Apa yang telah kulakukan untuk mengganggu mereka? Menjual obat, membantu warga disana-sini. Apa betul-betul itu? Ironis, masalah terbesar bagi mereka mungkin adalah bahwa aku membersihkan kekacauan-kekacauan yang disebabkan oleh para pahlawan lain.
Kalau mereka punya keyakinan didasarkan pada memuja para pahlawan selain perisai, maka tindakanku sebenarnya mungkin memyebabkan mereka gelisah. Itu akan menggoyahkan keyakinan warga. Kalau mereka bisa meyakinkan semua orang bahwa aku melakukan semua ini melalui manipulasi dan pencucian otak, maka mereka bisa memulihkan keyakinan warga pada ajaran mereka. Disisi lain, kalau aku bisa membuktikan ketidakbersalahanku, itu akan menimbulkan pukulan fatal pada reputasi baik mereka dimata warga.
"Apa yang akan anda lakukan, Tuan? Apa anda ingin melanjutkan ke Siltvelt dan pergi ke ruang jam pasir naga disana?"
"Yah....."
Aku nggak bisa begitu saja menyerahkan tanggung jawab lalu pergi ke suatu tempat yang lain dan menjalani kehidupan penuh kedamaian. Kalau Siltvelt dan Melromarc akan berperang, itu nggak akan menyelamatkan aku juga—gelombang berikutnya akan datang, dan aku akan dipindahkan ke tengah-tengah musuhku lagi. Itu nggak akan bagus.
Dan coba pikirkan—orang-orang inilah yang membuatku berada dalam keadaan ini. Wanita jalang itu mungkin bekerja untuk gereja. Menurut putri kedua, si Sampah nggak ikut serta.
Itu artinya bahwa aku mungkin nggak cuma harus mendatangi ruang jam pasir naga, meminta bantuan, dan melancarkan serangan balik. Itu akan lebih masuk akal untuk menggunakan orang-orang yang sudah terbukti mereka percaya padaku. Kalau semuanya berjalan baik, kami akan menghemat beberapa hari juga.
Namun.....
"Katakan saja aku menemui sang ratu. Apa artinya buatmu? Kami mungkin berakhir menghancurkan gereja."
"Saya tidak bisa mengatakan itu pada anda, Tuan."
Jadi bayangan itu cuma memberiku informasi tentang sang ratu. Dia nggak berencana mengatakan padaku apa yang akan dilakukan setelah itu.
Tapi nggak diragukan bahwa dia bekerja untuk ratu.
Dia terhubung dengan sang putri dan bekerja untuk ratu. Jadi nggak masalah untuk mengasumsikan dia bertindak atas nama sang ratu. Itu artinya sang ratu pasti berpikir bahwa bertemu denganku akan membantu sang putri.
Sejujurnya, aku nggak paham apa yang diinginkan sang ratu.
Dari apa yang dikatakan sang putri, sepertinya prioritas tertingginya adalah menghindari perang dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Selain itu, kalau dia mau repot-repot membantuku meskipun negerinya sendiri memiliki kepercayaan yang mendalam terhadap Iblis Perisai, dia pasti menganggap ancaman gelombang sangat serius.
Bayangan mengatakan bahwa dia ingin "bantuan" mereka.
Rencana sang ratu nggak sejalan dengan rencana gereja.
Yah, satu hal yang kurasa aman untuk diasumsikan adalah bahwa sang ratu bukanlah musuhku. Entah dia itu kawanku atau bukan, aku nggak tau. Tapi dia mungkin merupakan pilihan terbaik kami dalam situasi ini.
"Kali ini saja."
"Apa maksud anda, Tuan?"
"Kau menyelamatkan kami tadi. Jadi aku akan mempercayaimu kali ini. Apa kami harus bertemu sang ratu?"
Kalau sang ratu bisa mengakhiri seluruh bencana ini, aku harus mempercayai dia.
"Aku nggak betul-betul suka dengan ide di atur-atur—tapi mungkin itu adalah pilihan terbaik kami. Kalau kau menghianati kami...."
"Saya paham. Baiklah, saya akan pamit. Bagaimanapun juga, kita tidak tau kapan para bayangan dari gereja akan sampai."
"Gereja juga punya bayangan?"
"Kami bukanlah sebuah organisasi monolitis. Jadi harap berhati-hatilah."
"Gimana caranya?"
"Pahlawan Perisai, anda penuh dengan keraguan—mereka akan menyelamatkan anda. Anggap saja anda bertemu dengan seseorang yang berbicara seperti saya. Apakah anda akan langsung mempercayai mereka?"
Dia benar. Aku harus tetap waspada jika kami bertemu lagi.
"Baiklah kalau begitu, selamat tinggal."
Dia berpamitan dan menghilang dengan cepat.
Cara berbicaranya aneh, tapi kayaknya dia handal dalam pekerjaannya.
"Apa kita bisa mempercayai dia?"
Sejujurnya aku nggak tau.
"Ya. Bunda mempercayai dia."
"Aku nggak tau apa-apa tentang ratu."
Pola pikir sang Ratu nampaknya sangat berbeda dari Sampah atau wanita jalang itu—tapi aku nggak tau apa yang sebenarnya dia pikirkan. Segala sesuatu yang Mel dan Shadow katakan membuat sang ratu tampak seperti kawan buatku, tapi aku masih nggak tau apa tujuannya. Bagian terburuk yang gak bisa kuabaikan kemungkinannya adalah bahwa dia bersekongkol dengan gereja dalan rencana pembunuhan sang putri.
Kalau semua itu adalah bagian dari rencana sang ratu untuk membunuhku, maka aku sudah kehabisan pilihan.
Kalau kami berbalik dan menjauh dari Siltvelt, maka dia telah membuat kami semua masuk perangkap. Aku nggak mau mempercayainya, tapi ratu mungkin juga mengincar nyawa sang putri. Aku harus mencari tau apa tujuannya. Kalau aku bisa mengetahui dipihak mana dia berdiri, aku juga akan tau apa yang harus kulakukan.
"Yah, setidaknya kita tau kemana tujuannya kita."
"Ya. Ayo pergi."
"Ya. Ayo pergi. Filo."
Setidaknya, kami tau apa yang harus dilakukan sekarang. Itu membuat kami selangkah didepan daripada saat kami mencoba mencari tau gimana caranya melintasi perbatasan. Kami berbalik kearah barat daya dan mulai berjalan.
"Ya, tapi aku capek. Tanganku sakit, dan aku sudah menggunakan semua sihirku."
Filo duduk, kelemahan. Dia butuh istirahat.
"Dia benar. Selain itu, kita meninggalkan kereta serta semua barang kita."
"Kita gak punya pilihan."
Yang kami punya cuma tinggal uang, sedikit barang, dan pisau yang bisa kugunakan untuk masak.
Tapi kami bahkan kehilangan equipment milik Raphtalia.
Yang lebih buruk lagi, Filo terjebak dalam wujud manusia. Gimana caranya kami menyingkirkan ring itu?
"Raphtalia, bisakah kamu mencoba cara lain untuk melepas ring itu?"
"Akan aku coba."
Raphtalia memegang ring itu dan berusaha membongkarnya. Tapi ring itu nggak menunjukkan tanda-tanda merenggang.
"Keras banget."
Aku jadi kuatir. Tapi aku nggak bisa menunjukkan hal itu pada wajahku.
"Aku akan mencobanya juga."
Sang putri melangkah maju.
"Aku penasaran apakah sihir bisa bekerja?"
Aku ingat bahwa di dunia asalku memiliki sesuatu yang disebut air pemotong. Itu adalah sebuah mesin yang mengunakan tekanan air untuk memotong sesuatu. Aku berpikir tentang itu, mencoba mengingat cara kerjanya. Mel gelisah karena ring itu.
"Aku nggak bisa melakukannya, keras sekali. Kurasa kita membutuhkan seorang alkimia atau seorang pembuat item untuk melepaskannya."
"Tidak!"
Filo memasang wajah jengkel.
Itu wajar sih. Dia mungkin benci terjebak dalam wujud manusia. Dia nggak bisa menggunakan semua kekuatannya.
"Seorang pembuat item?"
"Ya. Kurasa itu mungkin disegel dengan sihir—yang mana artinya nggak ada kunci yang bisa membukanya."
"Seorang pembuat item...."
Raphtalia menatapku. Apa yang dia mau? Kurasa aku memang lumayan bisa dalam dasar-dasar pembuatan item.
"Tuan Naofumi, kamu handal dalam kerajinan tangan. Apa kamu mau mencobanya?"
"Aku memang lumayan bisa, tapi aku nggak tau gimana caranya membuka sesuatu."
Aku punya kawat kecil. Aku bisa mencobanya.
Memutar ring itu dengan tanganku, aku menemukan sebuah lubang kecil yang kelihatan seperti itu mungkin sebuah kunci. Aku memasukkan kawat itu kedalam lubang itu. Kalau aku bisa membukanya, aku penasaran apakah itu akan membuka suatu skill kerajinan tangan?
Aku memutuskan untuk memfokuskan kekuatan sihirku pada kawat itu. Huh? Sesuatu merespon pada sihir itu.
Penjual item yang pernah ikut kami telah mengajarkan aku sebuah trik tentang menggunakan keduanya disaat yang bersamaan. Aku menyentakkan kawat itu. Ring itu sepertinya dikunci dengan mekanisme yang rumit—meskipun aku merasa seperti aku bisa merusaknya secara paksa. Atau, kalau aku merusaknya aku mungkin nggak akan bisa melepasnya. Tapi kalau aku bisa merenggangkan pengunciannya, aku mungkin bisa menetralkan efek yang terjadi pada Filo.
Aku mencobanya dan menerapkan sihir pada kawat itu dan kemudian memasukkan kawat itu kedalam ring tersebut. Ada suara klik yang keras, dan ring itu mulai longgar. Itu seperti adegan dalam anime dimana mereka menggunakan senjata pelumpuh elektrik untuk merusak kunci elektrik.
"Ah."
Dengan kepulan asap yang dramatis, Filo berubah kembali ke wujud Filolial Queen-nya.
"Apa kau bisa mengerjakan sisanya dengan paksa?"
"Tentu!"
Filo menggunakan kakinya yang bebas, dan satu sayapnya untuk memegang ring itu. Menariknya dengan kekuatan yang besar, ring itu mulai merenggang.
"Sungguh cara yang kasar untuk melepasnya."
"Oh diam. Kau nggak bisa melepasnya kalau pakai perasaan."
"Makasih, Master!"
"Berhati-hatilah mulai dari sekarang. Motoyasu akan lebih berpersiapan lain kali."
Butuh banyak pekerjaan yang rumit untuk melepaskan ring itu. Kami nggak akan bisa melakukannya di tengah pertempuran.
"Baik!"
Dan setelah itu kami menuju ke tenggara se-rahasia mungkin.
Aku nggak tau apakah aku bisa menyakinkan mereka, tapi nggak ada tanda-tanda bahwa Ren atau Itsuki mengikuti kami. Bisa juga mereka mungkin mencegah kami di tengah perjalanan.
Meski begitu—pencucian otak? Mereka nggak mungkin sebodoh itu. Aku mungkin harus lebih mengkuatirkan Motoyasu.
Meski demikian, baguslah si pahlawan terkuat, Ren, dan Itsuki di penyerang jarak jauh nggak ada. Filo bisa mengurus Motoyasu, dan asalkan sang putri bersama kami, mereka nggak akan menyerang secara langsung.
Meski begitu, kami punya segunung masalah yang harus dihadapi.
"Apa yang harus dilakukan....."
Kami mulai mendiskusikan pilihan-pilihan kami.
***
Comentário de parágrafo
O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.
Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.
Entendi