tatapan yang biasanya tampak dingin menembus tulang kini menghangat menularkan kenyaman bagi siapapun yang di pandangnya. ilham tak menyangka dengan nama lengkap junior bagaimana mungkin meri memberi nama anaknya dengan nama belakang ilham padahal saat itu meri mengalami amnesia dan tak mengingatnya sama sekali.
"junior lutfizar ilham?" ilham mencoba meyakinkan pendengarannya bermasalah atau meri memang baru saja mengucapkan namanya sebagai akhiran nama putranya.
"Mmm, saat itu tiba-tiba nama itu yang terlintas. andre awalnya hanya memberi nama lutfizar, tapi maria mengatakan bahwa saat hamil aku menamainya junior. untuk nama ilham itu spontan ku sebut tanpa tahu ada apa. sepertinya bibirku terbiasa mengucapkan nama itu"
"itu nama yang bagus. bisakah ku artikan nama itu sebagai bentuk jawaban bahwa aku bisa menjadi ayahnya?" goda ilham
wajah putih cantik dihadapannya itu seketika berubah merah. jawabannya sejak awal sudah jelas dengan meri mencari ilham ke paris.
"kau harus meminta restu dari pria yang sepertinya punya hak penuh atasku" jawab meri malu-malu.
ini tidak akan menjadi pernikahan pertamanya, tapi ini pertama kalinya seorang pria melamarnya. saat menikahi andre,merilah yang dengan lugas mengatakan rencananya.
"baiklah... junior, kemari sebentar" panggil ilham melambaikan tangannya memanggil junior.
junior berjalan mendekat ke arah ilham dan meri berada dan meninggalkan para penjaga yang sedari tadi menemaninya bermain bola.
"junior sayang, uncle ilham ingin mengatakan sesuatu. duduk sama uncle ya" iham mengangkat junior duduk di pangkuannya. "emm junior, apa boleh kalau uncle menjadi ayah ilham?" tanya ilham hati-hati.
entah mengapa,mengungkapkan perasaannya kepada anak sekecil junior membuat nyalinya sedikit menciut. ini seperti dia sedang melamar di hadapan ayah meri.
mereka saling tatap untuk sementara sebelum akhirnya junior memalingkan wajahnya menghadap meri. berharap mendapat penjelasan dari pertanyaan itu. meri hanya tersenyum membalas tatapan penuh tanya dari anak kesayangannya itu.
"tapi juniorkan sudah punya ayah" jawab junior polos menggaruk kepalanya.
mendengar jawaban itu membuat ilham sedikit bingung tapi tak kehilangan akal. dia sangat mengerti dengan umur yang baru akan menginjak tiga tahun, pertanyaan yang dia lontarkan sangat membingungkan.
"bagaimana papah? apa junior sudah punya?"
"belum" jawab junior
jawaban itu sedikit membuat ilham bisa memikirkan cara untuk meminta meri sebagai istrinya sebelum akhirnya rencana itu di patahkan oleh suara anak kecil itu.
"tapi ayah dan papah bukankah orang yang sama?"
ilham merasa anak kecil di pangkuannya itu benar-benar menuruni kecerdasan ibu dan ayahnya. anak seusianya bahkan masih sulit membenakan antara hal yang menyenangkan dan akan menyakiti, tapi dia bahkan bisa tahu makna kata sinonim yang di ucapkannya.
"kalau begitu bagaimana dengan menjadi teman bermainmu di rumah? uncle juga akan menemani ibumu bermain agar dia senang dan tidak kesepian. bukankah junior menyayangi ibu?" ilham mengerlingkan matanya kepada meri sambil tersenyum puas.
Dia sangat tahu letak kelemahan meri ada pada junior, begitu pula dengan junior. jika dia beralasan menjadi seorang ayah untuk junior, dia akan di tolak tapi jika alasannya untuk menjadi teman ibunya, junior pasti akan menerimanya. setidaknya dia akan berpikir atau meminta pendapat ibunya itu.
merasa itu berkaitan dengan ibunya, junior menoleh ke arah meri yang tersenyum melihat ilham berusaha keras meminta restu dari anaknya.
"ibu, uncle ingin mengajak ibu bermain dan menjadi temanku. apa ibu keberatan?" tanya junior
"tidak, kalau junior suka tentu ibu juga akan menyukainya. dengan begitu kita tidak akan kesepian lagi" jawab meri.
mendengar jawaban meri membuat ilham sedikit lega, tapi yang tak kalah senang adalah junior. dia setiap hari berharap ayahnya ada di rumah menemaninya dan ibunya, kini akan ada orang yang bisa membuat harapannya itu terwujud.
"baiklah. aku setuju dan sekarang uncle dan aku berteman" ujar junior kegirangan.
"oke. tapi sebagai teman bolehkah uncle meminta tiga permohonan?" ilham bertanya sambil tersenyum jahil. meri yang mendengar itu sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh ilham.
"permohonan?" junior terlihat berpikir.
"iya. hanya tiga"
"baiklah. katakan saja, junior akan menyetujuinya satu persatu jika itu baik" jawab junior
ilham sekilas melirik ke arah meri sambil tersenyum kemudian kembali fokus kepada junior.
"pertama, setelah kita berteman. bisakah junior tidak memanggil uncle lagi, emm... bagaimana dengan panggilan ayah?"
junior menatapnya kemudian menggelengkan kepalanya. "junior sudah memberikan panggilan itu khusus untuk ayah"
"oke. kalau begitu panggil papah?" ilham masih coba menawar permohonan nya.
"tidak bisa. itu masih sama dengan panggilan ayah"
"ehm. bagaimana dengan panggilan dadi" ujar meri menyela pembicaraan dua pria itu. "itu sama artinya, tapi itu jauh sedikit lebih trendi. bukankah junior ingin memiliki teman yang modern?"
"tapi dia juga akan menjadi teman ibu. bagaimana bisa ibu memanggilnya dadi?" protes junior.
"ibu memiliki panggilan istimewa untuk uncle, jadi cukup pikirkan junior akan memanggilnya apa. panggilan dadi itu tidak buruk. ibu menyukainya" jawab meri.
"baiklah. aku akan memanggil uncle dengan sebutan dadi" jawab junior kembali memandang ilham.
"oke. yang ke dua, setelah kita berteman bisakah junior memastikan tak akan ada pria lain yang menjadi teman ibumu lagi?"
meri mengernyitkan alisnya mendengar pemilihan kata yang baik untuk bisa menjaga agar junior tak akan menerima orang lain lagi sebagai ayahnya.
"itu tergantung ibu. ibu suka berteman dengan banyak orang, aku tidak tahu ibu akan setuju atau tidak"
"sayang, yang uncle eh dadi maksud bukan teman seperti itu. tapi teman yang akan menemani junior dan ibu di rumah setiap hari. ibu memiliki banyak teman di luar rumah, tapi ketika di rumah ibu hanya akan berteman dengan dadi dan junior" meri diam sejenak. "sama seperti junior punya banyak mainan tapi hanya sangat menyukai satu mainan di antara yang lainnya. apa junior mengerti maksud ibu?"
"aku mengerti. baiklah junior setuju lagipula ibu sama sekali tidak keberatan" jawab junior dengan nada gembira.
ilham cukup senang meri selalu membantunya mengatasi penolakan junior. niat di balik sikap meri yang ingin ilham meminta restu dari junior bukan untuk menyulitkannya tapi agar terdapat kekompakan di antara kedua pria itu dan agar junior tidak akan merasa bahwa ibunya telah di ambil oleh orang lain.
"oke. yang ketiga dan terakhir, bisakah junior tetap tinggal di rumah dadi ini setelah dadi menjemput kalian di indonesia nanti?"
"setuju"
meri terperanjat kali ini junior langsung menyetujuinya tanpa ada sedikitpun protes atau berpikir. anak itu bahkan hampir menjawab tanpa menunggu ilham menyelesaikan ucapannya.
"ibu, aku suka tinggal di sini. uncle yang di sana sangat baik dan selalu mengajakku bermain. dadi juga mengajakku bermain, apa ibu tidak masalah kalau kita di sini saja?" junior melirik ibunya meminta persetujuan yang lebih mirip permohonan.
"baiklah, ibu juga setuju. lagi pula, ibu berencana melanjutkan kuliah dengan mengambil spesialis bedah di kota ini jadi itu pasti menyenangkan"
ilham tersenyum girang mendengar meri menyebutkan akan melanjutkan kuliah di paris. perkataan yang di ucapkan wanita itu secara tidak langsung membenarkan janjinya pada saat ia masih hamil dan berada di apartemen ilham di cambridge.
hari semakin gelap saat mereka selesai berbincang-bincang. setelah mendapat restu dari junior, ilham merasa dunianya yang dulu suram kini sudah berbalik cerah. hatinya di penuhi bunga-bunga indah yang menawan dan menyegarkan mata. ibu dan anak di hadapannya itu begitu menyejukkan jika di pandang.
momentum makan malam saat itu menjadi sebuah lukisan indah saat sebuah keluarga kecil tergambar dengan figur ayah, ibu dan seorang anak lelaki. walaupun tak sepenuhnya memiliki kemiripan, junior dan ilham memiliki suatu kesamaan dari kulit putih hingga rahang tegas dan alis yang tidak terlalu tebal namun teratur dengan indah di dahinya.
meri menidurkan junior lebih dulu kemudian duduk sejenak membaca buku di samping meja kerja ilham. sesekali mereka akan mencuri pandang dan berpaling saat merasa lawannya mulai menyadarinya.
"ilham, boleh aku tahu sejak kapan kau menyukaiku hingga di batas terobsesi dan hanya ingin aku dan tak memperdulikan wanita lainnya?"
"sejak melihatmu pertama kalinya" jawab ilham santai menatap wajah meri kemudian beralih pada tumpukan kertas di tangannya.
"oh, waktu di cafee itu. apa yang kau sukai dariku?" tanya meri penasaran.
"tidak ada" jawab ilham singkat tanpa menoleh ke arah meri.
"tidak ada? apa itu mungkin seseorang menyukai wanita tanpa ada alasan?"
"mungkin. jikapun mustahil, aku orang pertama yang melakukan itu. tidak ada alasan sama sekali. aku melihatmu dan kau menarik. itu saja"
jawaban sederhana itu terdengar ambigu di telinga meri. dia bingung harus merasa senang atau sedih mengetahui tak ada sisi dalam dirinya yang begitu menonjol hingga membuat ilham tergila-gila kepadanya.
melihat meri terdiam, ilham mengetahui pikiran wanita itu dan berkata "meriana, aku hanya pernah mencintai seorang wanita seumur hidupku dan itu hanya kamu. tidak alasan untuk itu, aku menyukai segala sesuatu yang mengalir begitu saja dan tahu di mana tempat dia harus berlabuh. semua di dirimu membuatku tertarik, kelebihanmu maupun kekuranganmu. itu saja" ilham merasa semua perkataannya sudah cukup memcerminkan alasannya memilih meri.
"itu dulu. sekarang semua berbeda tapi apakah perasaanmu masih sama?"
"dulu, sekarang dan yang akan datang. rasa itu akan tetap sama. aku 99% yakin kau jodohku. 1% hanya sisa rencana tuhan"
"tapi bagaimana dengan statusku?" meri ingin menuntaskan semua hal yang mengganjal di hatinya.
"ada apa dengan statusmu?" ilham mempertanyakan kembali pertanyaan meri.
"aku seorang wanita yang sudah pernah menikah dan gagal dalam rumah tangga. aku juga sudah memiliki seorang anak, apa itu tidak masalah bagimu? aku sendiri bahkan merasa kau seharusnya mendapatkan yang lebih baik dariku"
ilham memutar kursinya berhadapan dengan meri dan memegang tangan wanita pujaannya itu.
"meri, aku tidak pernah berpikir bahwa statusmu menjadi halangan atau sebuah cacat di dirimu. aku tidak pernah menyentuhmu sebelumnya saat terakhir kali kau berakhir di ranjangku bukan karena kau sudah tidak gadis. kau selalu menjadi gadisku sejak dulu jadi jangan merasa buruk dengan masa lalumu. masalalu adalah bagian dari hidupmu yang tidak bisa kau ubah, tapi kau bisa melakukan sesuatu di masa sekarang agar saat kau di masa depan, kau akan bangga dengan hari ini. karena masa lalu adalah hari esok yang kemarin"
kalimat panjang itu terdengar seperti sebuah syair puisi indah di telinga meri. dia senang ilham berpikir seperti itu saat kebanyakan pria memandang rendah status janda. bukan hanya pria, para ibu rumah tangga yang seharusnya mendukung sebagai sesama wanita malah berbalik mencaci maki dengan kalimat yang tidak pantas di ucapkan.
"dan masalah anak. itu justru bagus jika kau sudah memiliki putra maka aku tidak akan terlalu memikirkan memiliki penerus. junior jaminan bahwa kelak di masa depan akan ada yang merawatku sekalipun aku terbukti mandul atau mungkin impoten" ilham setengah bercanda dengan ucapannya.
"hahaha, apa kau benar-benar impoten?"
"mengapa kau bertanya?" balas ilham.
"aku hanya ingin memastikan. jika kau mandul, itu bukan masalah. tapi impoten? aku harus memikirkannya dulu" goda meri.
"kau bahkan gemetar saat aku memegang punggung dan perutmu dan kau berpikir kau perlu memastikan aku impoten atau tidak. yang benar saja meri, apa kau mau mencobanya?"
"mukutmu dan isi kepalamu sekarang seperti andre. mesum" balas meri
"dia adikku. tentu saja memiliki kesamaan. kami bahkan terlalu sama hingga menyukai jurusan yang sama hingga wanita yang sama. beruntung di saat terakhur dia berubah"
mereka asik melanjutkan pembicaraan dengan topik dunia medis dan bisnis ilham. meri belajar banyak dari ilham malam itu. hingga keduanya terbaring di sisi kanan dan kiri junior. memeluk junior hingga tangan keduanya saling bertumpuk di pinggan anak kecil itu.