Martin berlari ke arah Fatih yang menghadapi segerombolan orang seorang diri. Dengan sekali aba – aba anak buah Martin telah berhasil membekuk komplotan yang menghadang Fatih tak jauh dari kampus.
"Kamu tak apa – apa?" Tanya Martin pada Fatih setelah situasi terkendali.
"Aku tidak apa – apa. Bagai mana dengan Yola?"
"Dia baik – baik saja."
Sementara di tempat lain, Yola pun menghadapi hal yang sama malah justru lebih mengerikan di banding kan dengan Fatih. Namun Yola tersenyum lega saat melihat Abdul suami tersayangnya datang menyelamatkannya.
"Terima kasih, Suami. Bagai mana kau tahu aku sedang dalam bahaya?" Tanya Yola dalam dekapan Abdul.
"Aku akan selalu tahu apapun yang terjadi padamu sayang." Jawab Abdul sambil mengusap jilbab yang menutupi kepala istri mungilnya itu.
"Non, anda tidak apa – apa?" Tanya Sopir pribadi Yola.
"Tidak apa – apa Alhamdulilah, Pak Chris ga apa – apa kan?" tanya Yola setelah mengurai pelukannya dengan Abdul.
"saya tidak apa – apa nona, untung Tuan Abdul segera datang menolong."
"Terima kasih telah emmberi tahuku." Ucap Abdul pada sang sopir.
"Tapi, jarak rumah lumayan jauh bagai mana anda bisa dengan cepat sampai kemari?" Tanya Chris penasaran.
Abdul tersenyum simpul.
Flash back On.
"Abdul kamu dimana?" Tanya Martin melalui sambungan telpon.
"Saya di rumah, ada apa?"
"Segera susul Yola, saya kirim lokasi terakhir dia mengirimkan sos."
"Baiklah."
"maafkan aku, karena lokasi mu lebih dekat lebih baik kamu menolong Yola, aku akan menyusul Fatih, aku mendapat laporan ada yang mengikuti Fatih saat keluar kampus."
"Baiklah, tidak masalah."
"Ok, hati – hati."
Saat berada di persimpangan jalan, Abdul mendapat pesan dari Chris yang mengatakan Yola dalam bahaya.
Flash back Off.
"Jadi bagai mana dengan keadaan fatih?" Tanya Yola saat suaminya telah selesai menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Kini mereka telah berada di dalam mobil, sementara motor yang tadi di bawa Abdul telah di bawa oleh salah satu anak buah Martin yang di tugaskan untuk membantu mereka.
"Martin bersamanya."
"Sykurlah." Ucap Yola sambil bergelayut manja di bahu Abdul.
"Yola, mungkin sampai kamu selesai kuliah, peristiwa macam ini akan terus berulang, apa kamu tidak takut? Dan bagai mana dengan kesehatanmu? Aku kadang merasa bersalah telah mengijinkanmu kuliah di negara ini namun jika kau tak kuliah disini kamu tak akan mendapat pengobatan secara maksimal." Ucap Abdul.
"Maaf."
"Kenapa kamu minta maaf?"
"Aku membuatmu selalu khawatir."
Abdul tersenyum, lalu mengecup kening Yola dengan sayang.
"Ya aku menghawatirkanmu, karena aku sayang sama kamu. Tapi kamu juga tak perlu meminta maaf aku yakin kamu akan selalu pandai menjaga diri dan juga aku percaya pada Martin dan Fatih, jika mereka berdua akan menjaga kamu dengan baik."
"Terima kasih."
"Sama – sama sayang."
Mobil yang mereka tumpangi telah masuk ke halaman rumah mereka, Abdul lalu turun sambil mengandeng tangan Yola dengan lembut.
"Kamu mandi, teruskita makan bersama, baru istirahat." Ujar Abdul dan Yola hanya mengangguk.
Yola selalu senang saat Abdul memberinya perhatian seperti saat ini, hal yang selalu Ia rindukan saat mereka berjauhan.
Saat mereka sedang makan, Fatih datang dengan wajah khawatir dan bergabung dengan Abdul dan Yola.
"Yola kamu tak apa – apa kan?" Tanya Fatih saat mendaratkan tubuhnya di kursi samping Yola.
"Aku tidak apa- apa, apa kamu sudah makan? Bagai mana dengan martin?" Tanya Yola.
"Martin berada di Markas, Ia sedang menginterogasi mereka yang mencoba mencelakai kita."
"Oh."
"kalian harus lebih berhati – hati."
"Itu pasti, maafkan aku Abdul, aku lalai menjaga Yola."
"Apa yang kamu katakan, kamu tidak lalai kamu pun sedang terancam."
"SEbaiknya kamu segera menyelesaikan kuliahmu Yol, dan segera kembali ke tanah air, aku tak mau nyawamu semakin terancam."
"Kamu juga harus segera menyelesaikan kuliahmu, Fatih. Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian disini."
"Aku akan menyelesaikan s2 ku kelak bersama dengan Silvia. Aku sudah mengatakan hal ini pada Martin, dan esok aku akan ke markas untuk membahas semua ini, kamu sudah di beri waktu libur oleh Martin kan?"
"Iya, besok sore aku cek kesehatan di rumah sakit."
"Ya sudah, akau mau mandi dulu ya. Gerah ekali."
"Bukannya kamu mau makan?"
"Nanti saja, aku mandi dulu lalu makan." Fatih langsung pergi meninggalkan pasangan suami istri itu untuk membersihkan diri di kamarnya.
"Apa yang di katakan oleh Fatih ada benarnya, kamu segera selesaikan kuliah kamu lalu kembali ke tanah air, aku juga tak mungkin bisa kuat untuk selalu jauh dari kamu."
Yola hanya mengangguk, tak ingin ia membantah sepatah katapun apa yang di katakan oleh suami tercintanya itu.
Hari beranjak malam, kini Yola dan Abdul sesuai dengan rencana mereka untuk dinner romantic di sebuah hotel bintang lima. Segala persiapan telah Abdul lakukan demi membuat bahagia permaisurinya itu.
Yola sangat takjub dengan apa yang di persiapkan oleh suaminya, suara alunan music nan merdu, makanan kesukaan Yola dan Abdul serta tempat yang nyaman di sebuah privat room dengan pemandangan yang indah di sana.
"Terima kasih." Ucap Yola saat Abdul menarikkan satu kursi untuknya.
"Sama – sama sayang."
Di tempat lain, Seorang laki – laki paruh baya menatap malam dengan tatapan tajam seakan ada ketidak puasan dalam hatinya.
"Lagi – lagi gagal untuk membawa mereka berdua." Gumamnya.
"Bos, sepertinya kita harusganti strategi."
"Maksud kamu apa?"
"Kita tidak bisa menggunakan jalan kekerasan, atau dengan cara memaksa mereka."
"Lalu?"
"Kita ajukan kerja sama dengan mereka."
"Caranya? Aku yakin mereka tak akan sudi bekerja sama dengan kita, apa lagi jika mereka mengetahui apa tujuan kita."
"Kita belum mencobanya bos."
"Bagai mana dengan anak buah kita yang tertangkap?"
"Jangan mengkhawatirkan itu bos, mereka lebih baik mati dari pada membocorkan identitas kita pada mereka."
"Bagus!" Pria paruh baya itu menyeringai.
"Bagai mana dengan gadis yang kita temukan di negara M?" Laki – laki paruh baya itu membalikkan tubuhnya, menatap sang asisten penuh selidik.
"Dia tidak terlibat dengan masalah ini, tapi ada yang perlu anda ketahui tentang gadis itu."
Laki – laki paruh baya itu mengerutkan dahinya, "Apa?"
"Dia adalah putri kedua Tuan Matt, pemilik perusahaan pengolahan gandum terbesar disana."
"Berarti Matt mempunyai dua orang anak?"
"Ya, anak laki – lakinya bernama Tuan Ramond, dia pemegang saham terbesar di perusahaan IT International, dan juga menantu dari pemilik perusahaan gas dan batu bara."
"Bagai mana aku tidak mengetahui jika gadis itu dan juga Ramond adalah putra dari seorang Matteo."
"Sepertinya Tuan Matt sangat pandai menyembunyikan kedua anaknya."
"Seorang mantan Mafia, yang kini menjadi pemimpin perusahaan besar di negara M. aku tak percaya dia pandai mendidik anak – anaknya menjadi orang – orang yang begitu hebat."
"Apa anda akan tetap mengintai gadis itu?"
"Ya, tentu saja. Dia harus menjadi milikku."