Ini adalah malam keempat sejak kami sampai di kepulauan.
Aku berendam di pemandian terbuka di hotel, berharap bahwa itu mungkin membantu menyembuhkan kutukanku lebih cepat.
Aku ada disini setiap malam.
Baknya besar dan bergaya jepang. Ada payung besar menutupi bagian tengah pemandian, dan sebuah sekat bambu yang membelah di pertengahan untuk memisahkan jenis kelamin. Bagian terbaik darinya adalah pemandangan laut yang tak terhalang yang bisa kau nikmati dari pemandian.
Lantai pemandiannya terbuat dari batu, yang mana juga memberi perasaan ala jepang. Itu membuatku merasa rindu kampung halaman.
"Ah....."
Aku berendam di air dan menghela nafas, menatap langit.
Suhu airnya sempurna. Ini adalah tempat yang bagus untuk bersantai.
Aku mengunjungi pemandian ini setiap hari, jadi aku mulai merasa cukup baik.
Perasaan loyo yang menggangguku sudah hilang. Di jendela statusku menunjukkan bahwa aku belum sepenuhnya sembuh.
Mungkin aku cuma terbiasa merasakan kelelahan.
Aku merenungkan tentang itu, lalu merendam diri dan bersantai.
"Yah, bukankah itu Naofumi."
Motoyasu berjalan ke pemandian.
Dimana tombak miliknya? Aku memperhatikan lebih cermat, dan memang dia masih membawanya. Dia mengubahnya menjadi sebuah tombak yang sangat kecil, dan tombak itu berayun di pinggangnya.
Aku gak bisa menyalahkan dia. Aku melakukan hal yang sama. Perisaiku sangat kecil dan berada di punggungku.
Aku gak bisa melepasnya, tapi aku bisa memindahkan posisinya—jadi setidaknya aku bisa bersantai sedikit.
Motoyasu membilas dirinya untuk menghangatkan diri sebelum masuk ke pemandian.
"Apa mabuk lu parah?"
"Gimana bisa lu bilang kek gitu ke gue?"
"Gue kagak pernah nyuruh lu buat makan tuh buah. Gue cuman makan beberapa buah, mikirin masalah gue sendiri."
"Yah elu emang berasal dari jepang yang beda dengan gw. Gw asumsikan ada perbedaan cara kerja tubuh kita."
"Serah lu dah."
Aku gak pernah mabuk sebelumnya. Selain itu, aku yakin Lonte dan para cewek lainnya memanjakan dia. Dia mungkin menyukainya.
Dia beruntung dia cuman mabuk parah aja.
"Hei! Airnya nikmat sekali!"
Motoyasu berteriak pada seseorang. Siapa itu?
"Gua udah tau. Udah berapa kali kami datang ke pemandian ini?"
Itsuki dan rekan-rekannya masuk.
Mereka segera diikuti Ren dan partynya.
"Master!"
Filo berada dalam wujud Filolial queennya, dan dia melompati sekat ke pemandian pria.
"Huh? Apa maumu?"
"Aku mau duduk bersamamu!"
"Kau itu seekor burung. Sana ke pemandian lain. Atau berenang sana."
"Gak mau!"
Terkadang dia jadi bocah yang sangat menjengkelkan dan susah diatur.
"Saat kau keluar, jangan lupa bersihkan bulu-bulumu yang rontok."
"Yay!"
"Mandi bersama Filo-chan...."
Motoyasu mendekat, penampilan penuh minat muncul di wajahnya.
Filo menggunakan aku sebagai perisai manusia dan bersembunyi di belakangku. Meski dia terlalu besar untuk disembunyikan sih.
"Filo-chan. Kenapa kau nggak berubah ke wujud malaikatmu?"
"Gak mau!"
Sialan, Motoyasu sungguh keras kepala. Kurasa dia betul-betul menyukai bidadari.
Tapi kenapa Filo bersikeras masuk ke pemandian pria? Kadang-kadang aku gak paham sama dia.
Motoyasu mulai bergairah.
"Hei! Dari semua cewek yang ada di party kita, munurut kalian siapa yang paling manis?"
Astaga.... Mereka membicarakan hal-hal paling bodoh. Aku menghela nafas keras-keras.
Kami disini bukan untuk liburan. Atau apa mungkin Motoyasu menganggap semua ini kayak gitu?
Ren dan Itsuki juga tampak jengkel.
"Kalian, apa kalian? Kalian tau.... melakukannya? Aku... yah... heh, heh..."
Dia semakin menjengkelkan. Apa maunya dia?
Dia kedengaran kayak anak bodoh, cekikikan terhadap segala sesuatu. Apa dia betul-betul penjahat kelamin di dunia asalnya?
Aku gak tahan lagi. Aku mau keluar dari pemandian, tapi saat aku mau pergi.
"Jadi lu ngelakuin sama Raphtalia?"
"Yang betul saja."
Kami gak sedekat itu, Motoyasu dan aku. Bukankah dia satu-satunya orang yang mempercayai semua hal yang dikatakan Lonte tentangku? Orang ini gebleknya gak ketulungan.
"Oh, ayolah. Kasi tau kami!"
Apa dia lupa pada Lonte? Ada apa dengan dia?
"Kalo gitu gue mulai duluan. Haruskah gue mulai dengan ngasi tau elu peringkat cewek capek versi gue?"
"Gak, makasih."
"Gak butuh."
"Bukan selera gue."
Aku, Ren dan Itsuki menolak.
"Yah, kalo gue harus nyebutin empat peringkat atas gue, itu si Lonte, Raphtalia, Filo-chan, dan Rishia."
"..."
Cewek macam apa yang dia sukai? Keempat cewek itu dari party pahlawan yang ada.
Kurasa dia cuman butuh wajah cakep.
"Gw paham maksud lu. Lonte adalah seorang putri. Kayaknya dia punya masalah dengan kepribadiannya, tapi dia selalu baik sama gw."
Itsuki berkomentar. Si armor mendekat dan membisikkan sesuatu pada telinganya.
Aku bisa mendengar apa yang dia katakan. Dia memberitahu Itsuki cewek seperti apa yang dia sukai.
Mereka semua memang sekumpulan orang idiot.
"Yah mereka bilang sang ratu nggak sebaik itu, tapi hal itu gak masalah buat gua."
Sekarang Ren ikutan juga. Bukankah dia baru mengatakan topik kayak gini bukan seleranya? Mereka membuat Motoyasu mengendalikan percakapannya.
Itu cukup mudah untuk mengeluarkan keluhan, tapi aku betul-betul gak mau terlibat.
"Aku maniiiiiss?"
Filo menanyai aku.
"Terserah."
"Booooo."
"Kurasa kaulah yang paling manis! Jadi kenapa kau nggak berubah ke wujud malaikatmu?"
"Nggak mau!"
Apa Motoyasu segitunya menyukai dia?
Kenapa dia gak merawat Filolial sendiri? Dia pasti akan dapat hasil yang sama.
"Rishia juga manis, kan? Itsuki, gue iri."
"Nggak... Dia, uh...."
Itsuki tiba-tiba tampak malu.
"Siapa Rishia?"
Ren sudah lupa soal dia. Dia adalah cewek yang diperlakukan seluruh party Itsuki seperti seorang budak.
Dia pendiam, jadi dia pasti nggak meninggalkan kesan pada Ren.
"Kayaknya kalian semua sependapat dengan gue."
"Gue rasa gitu kalo yang kita bicarakan ini soal wajah mereka."
"..."
Ren dan aku tetap diam dan menolak ikutan.
Apa yang mereka bicarakan? Kurasa memang kayak ginilah mereka.
"Aku mau kembali ke mbakyu!"
"Ya, lebih baik kau kembali. Pemandian ini penuh dengan penjahat kelamin yang berbahaya."
"Oke!"
Filo melambai dan melompat melewati sekat.
Motoyasu mendekati sekatnya.
"Kita ini para pahlawan dan pria, ada suatu peraturan kan? Ngintip yuk."
"Apa yang lu katakan?!"
"Ayolah, lu pengen kan."
Itsuki, si pembela keadilan, apa gak punya sesuatu untuk dikatakan soal ini?
"Mendingan jangan."
Kata Itsuki, tapi dia gak menghentikan Motoyasu. Dia malah ikutan.
Sungguh mengejutkan. Jadi para pahlawan ini sekumpulan penjahat kelamin? Yang betul saja.
Si armor dan para pria lain jadi tertarik. Mereka berbaris di sekat.
"Sial... Agak ketinggian. Itsuki angkat gue! Kalo kita lompat, kita bisa lihat."
"Ngomong apaan lu? Elu lah yang paling tinggi. Elu yang musti ngangkat gw!"
"Tapi kalo gitu gue gak bisa liat surga!"
Apa cuma itu masalah yang harus mereka ributkan? Siapa yang mengangkat siapa?
"Idiot...."
Ren bergumam, tapi dia gak menunjukkan tanda-tanda mau pergi.
"Cukup sudah, aku muak." Kataku sambil berjalan keluar air.
Aku disini masih beberapa menit saja, tapi aku gak mau terlibat dalam masalah yang mereka perbuat.
Buat apa main-main sama api.
Terutama setelah apa yang sudah kulalui, fitnahan dari Lonte dan yang lainnya. Aku gak mau memberi kesempatan pada seseorang untuk menuduhku yang aneh-aneh.
Kalo aku nggak pergi, aku yakin akan disalahkan.
"Lu kenapa, Naofumi? Apa lu gak mau ikutan?"
"Kagak."
Apa yang harus kami lakukan, melihat tubuh para wanita?
Aku jadi muak cuma dengan memikirkan tentang Lonte.
Aku yakin bahwa aku akan dituduh melakukan kejahatan kalo aku nggak segera keluar dari sini.
Aku cuma perlu menunggu Raphtalia dan Filo kembali ke kamar.
"Kalo lu mau ngintip, lakukan saja saat gue gak ada!" Kataku, dan berjalan pergi ke ruangan ganti. Tapi....
"Huh? Bocah Perisai!"
L'Arc keluar dari ruangan ganti dan berjalan ke pemandian.
"Apa kau datang untuk mandi juga, Bocah?"
Waktu yang sungguh nggak tepat. Kenapa dia harus datang sekarang?
"Aku dengar ini adalah pemandian air panas terbaik di pulau. Therese juga ada disini. Apa teman-temanmu disini juga?"
Aku mengutuk diriku sendiri dalam diam dan kemudian, meski dia gak bertanya, mulai menjelaskan seluruh situasinya.
"Kami menginap disini."
"Betul kah? Kau pasti punya banyak uang."
"Aku mau pergi. Mereka mau ngintip para cewek. Kalo kau gak mau terlibat masalah, lebih baik kau pergi juga."
Aku menjelaskannya pada L'Arc dan bersiap keluar. Tapi ada sesuatu dari cara mendengarnya yang bikin aku gugup.
"Tunggu sebentar. Ngintip kau bilang?"
L'Arc menahan tanganku.
Kenapa? Apa dia marah?
Dia terlihat seperti dia punya jiwa keadilan dan cukup keras kepala untuk ikutan juga. Apa dia akan menghentikan mereka?
"Dan kau gak mau ikutan dalam sesuatu yang menyenangkan itu?"
Kayaknya tambah satu lagi penjahat kelamin yang harus ditangani.
Dia melihat ke arah Motoyasu yang sedang cari posisi untuk mengintip ke sisi lain dinding.
"Kurasa mereka adalah rekan seperjuangan!"
"Apa?!"
"Ayo!"
Aku gak bisa mempercayai mataku. Dia memihak mereka?
"Ayo, bocah!"
"Nggak, makasih."
"Abaikan saja dia! Dia memang keras kepala!"
"Tapi... tapi ini adalah panggilan jiwa tertinggi pria. Untuk apa kita kalau bukan untuk memuja tubuh telanjang seorang wanita?"
Mereka sangat kasar! Apa mereka nggak memikirkan apa yang mungkin dirasakan wanita yang diintip?
L'Arc dan Motoyasu begitu semangat hingga perspektif mereka saja yang terdengar.
Aku menyukai L'Arc, tapi sekarang aku akan menurunkan dia beberapa tingkat.
"Hei Naofumi, sudah seberapa jauh hubungan lu dengan Raphtalia? Pastinya lu sudah memikirkan tentang itu?"
"Cewek yang bersama dia? Aku yakin pasti udah jauh sekali!"
Kayaknya aku harus menangani dua Motoyasu. Aku menepukkan tanganku ke jidat dan menghela nafas.
"Berapa kali gue harus bilang sama elu kalo semuanya gak kayak yang elu pikirin?"
"Ya. Yah apa lu tau kalo doi berpikir tentang itu."
"Bagus.... Aku sering mencoba membuat Therese masuk kedalam suasana kayak gitu...."
Kurasa mereka sudah sedekat itu sepanjang waktu ini.
Mereka tampak begitu dekat, sampai-sampai aku mengasumsikan kalo mereka kekasih.
Tapi kalo dia mencoba mengintip, maka kurasa mereka bukan kekasih.
Dan disini mereka mencoba mengintip para anggota party mereka masing-masing. Sepertinya mereka mencoba menghancurkan reputasiku lebih jauh lagi.
"Gak masuk akal. Ini semua gak masuk akal!"
"Jadi belum ada tindakan sama sekali? Mungkin L'Arc bisa memberi kami saran?"
"Gak ada yang bagus."
"Tidak, maksudku seperti.... apa Raphtalia mencoba merayu?"
"Merayu? Tidak. Dia cuma anak kecil."
"Apa lu bego? Maksud lu dia gak pernah melepas pakaiannya atau semacamnya? Sangat sulit menyebutkan dengan adanya pakaian dan armor yang dia pakai, tapi dibalik pakaian dan armor itu dia sangat aduhai, kan? Gue bisa merasakan seberapa menarik dan berkelasnya dia dibalik pakaian itu. Gue gak bisa mengabaikannya!"
Kalau aku nggak mengatakan sesuatu pada mereka, mereka gak akan melepaskanku.
Sungguh merepotkan.
"Haaaaaa... yah sebenarnya, beberapa saat yang lalu...."
Itu adalah saat kami bepergian sebagai pedagang.
Kami berada di sebuah desa yang sangat terkenal dengan sumber airnya.
Penginapannya memiliki pemandian, jadi aku berendam disana.
"Tuan Naofumi...."
Aku kembali ke kamar untuk membuat aksesoris, lalu Raphtalia masuk.
Dia berbalut handuk, dan aku ingat dia tampak sangat malu.
Aku gak tau apa yang dia pikirkan, tapi dia berdiri diam dan melepas handuknya. Dia menjatuhkan handuknya, menunjukkan tubuhnya.
"Bagaimana menurutmu?"
Tubuhnya berkembang dengan baik. Aku tau payudaranya besar saat kami berpelukan, tapi tenyata payudaranya lebih besar dari yang kukira. Payudara itu pasti jadi beban tersendiri saat bertarung.
Seluruh tubuhnya sangat lembut. Sangat sulit mempercayai dia mampu mengerahkan kekuatan sebesar itu dalam pertarungan.
Rambutnya basah, dan bekas luka pada punggungnya sudah memudar.
Dia menunjukkan lukanya padaku sebelumnya, dan aku mengoleskan obat pada lukanya.
Tapi sekarang dia berdiri didepanku, telanjang, terlihat malu.
Jadi ku katakan, "itu tampak jauh lebih baik daripada sebelumnya. Dibandingkan saat kami bertemu, bekas luka itu sangat berbeda dari sebelumnya—aku bahkan gak bisa melihatnya dengan baik."
"Oh? Apa um.... cuma gitu aja?"
"Apa ada yang lain lagi?"
Mulutnya terbuka kaget, dia gak bisa mempercayai reaksiku.
"Kalau kamu nggak pakai pakaian, kamu akan masuk angin."
"Hei! Mbakyu bugiiiiiiiiill!"
Filo masuk ke kamar dan mulai berteriak.
Lalu dia melepas pakaiannya, menelanjangi dirinya sendiri, dan berlari kearahku.
"Aku mau main juga!"
"Nggak! Kami gak main!"
Mereka berkelahi sebentar, tapi cuma begitu saja.
"Jadi itu yang terjadi."
"Dasar tolol!"
L'Arc dan Motoyasu sangat kecewa hingga mereka bereaksi seperti mereka mau menghajarku.
Aku menangkap tinju mereka dan mendorongnya.
"Kalian berdua kenapa sih?"
"Gimana bisa lu mengabaikan daya tarik menggairahkan kek gitu? Sia-sia banget!"
"Ya, ya! Kalo seorang wanita menunjukkan tubuhnya, kau gak boleh mengabaikannya! Itu kurang ajar namanya!"
"Apa yang kalian katakan? Udah gue bilang, Raphtalia itu anak kecil. Ditambah dia begitu serius sampai-sampai dia akan membuatmu pusing. Sudah pasti dia gak mikirin soal begituan."
Kurasa memang wajar bagi pria untuk menafsirkan segala sesuatu dari sudut pandang bejat, tapi mereka harus belajar membedakan realitas dengan fantasi.
Selain itu, kau harus berhati-hati.
Apa yang akan terjadi kalau kami berada di tengah pertempuran melawan gelombang dan kami mengetahui kalau dia hamil? Maka dia gak akan bisa bertarung.
Raphtalia menjalani kehidupan dengan tujuan yang kuat. Dia gak punya waktu untuk hal kayak gitu. Dia benci gangguan.
Kurasa itu adalah tugasku untuk menciptakan suatu lingkungan terbaik dimana Raphtalia bisa fokus pada skill bertarungnya.
"lu cukup tenang, kan?"
"Hei bocah, kau nggak main dengan tim lain, kan?"
Motoyasu menganggapnya sebuah tanda dan menjauh dari kami. L'Arc menggerakkan tangannya membentuk gerakan yang aneh.
Gimana bisa aku paham bahasa isyarat miliknya?
"Semuanya hati-hati! Orang ini mengincar kalian! Si bejat yang menjijikkan!"
L'Arc menutupi pantatnya dengan tangannya seolah untuk melindunginya. Apa?! Sekarang aku paham apa yang dia maksudkan!
"Kau menyebutku gay? Bangsat!"
Kenapa mereka menganggapku seolah aku gay cuma karena aku gak melakukannya dengan Raphtalia?
Aku gak tahan lagi dengan orang-orang ini.
"Aku gak tau gimana kau akan menjelaskan semua ini pada para cewek atau pada pihak hotel, tapi itu terserah kau. Aku gak akan menyelamatkanmu."
"Apa kau serius? Gak bisa dipercaya."
L'Arc dan Motoyasu tertegun. Mereka dalam diam melihatku pergi meninggalkan pemandian.
Aku gak mau terjerat skandal lagi, jadi aku harus menghindarinya saat aku melihatnya.
"Baiklah kalo gitu, rapat strategi! Apa kita coba saja lihat dari atas, atau kita buat lubang ngintip?"
Mereka berkumpul dan betul-betul mulai membahasnya.
Mereka membuat para pria petualang lain yang ada di pemandian ikutan.
Cukup banyak orangnya.
Kalau itu adalah karisma, aku gak butuh.
Aku bertanya-tanya apakah mengintip dianggap secara berbeda di dunia ini daripada di dunia asalku. Saat di jepang asalku, pemandian di jaman Edo sepertinya terdapat lubang intip yang terpasang.
Hotel ini memiliki pemandian yang memisahkan jenis kelamin, tapi banyak hotel lain yang memiliki pemandian campuran.
Kenapa mereka gak pergi saja ke pemandian campuran?
Mungkin pemandian campuran gak punya ketegangan. Mungkin mereka cuma memyukainya kalau mereka ngintip secara sembunyi-sembunyi.
Dasar para idiot.
Aku gak mau terlibat, jadi aku meninggalkan pemandian dan kembali ke kamarku.
"Whew."
Aku mendindingkan diri di kamarku.
Lalu, aku mendengar langkah kaki mendekat. Raphtalia masuk, berbalut handuk.
"Tuan Naofumi!"
"Ada apa? Apa Motoyasu dan L'Arc ketahuan ngintip?"
"Oh, ya! L'Arc dan para pahlawan lain tak berdaya sambil menahan rasa malu."
"Betulkah? Baguslah. Mereka layak mendapatkannya."
Tentu saja mereka akan ketahuan. Para cewek tidaklah bodoh. Kalau Motoyasu berada di pemadian, siapapun paham apa yang akan terjadi.
"Tapi bagaimana denganmu, tuan Naofumi?"
"Apa, apa aku harus ngintip juga?"
Raphtalia terlihat kecewa pada jawabanku. Dia berdiri diam, penuh kekecewaan.
Reaksinya gak seperti yang kuduga.
"Padahal kupikir kamu ikutan...."
"Ikutan?"
Apa yang dia bicarakan?
Aku lebih dari ikutan. Aku sudah mendengar banyak dari para pahlawan lain.
"Ada apa mbakyu?"
Filo masuk ke kamar dan melihat Raphtalia yang kecewa.
"Aku gak tau."
Kenapa dia marah kayak gitu?
Aku gak yakin. Maksudku, tentu saja dia pasti benci diintip oleh seseorang sepertiku.
Apa dia... apa dia mau aku melihatnya?
Nggak. Raphtalia nggak kayak gitu.
Dia cuman bingung karena semua omong kosong yang dikatakan orang lain.
"Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu marah karena L'Arc dan yang lainnya ngintip kamu?"
"Mereka nggak melihat aku! Filo menemukan mereka dan aku menutupi diriku sendiri!"
"Itu bagus."
Dia tampak kelelahan, meski dia baru saja keluar dari pemandian. Kurasa itu karena semua kegilaan disisi pria.
"Whew... Tuan Naofumi?"
"Apa?"
"Mempertimbangkan apa yang terjadi, apa kamu mau pergi ke pemandian pribadi? Memang kecil sih, tapi mungkin itu bagus juga."
"Um....."
Aku mengernyitkan alis dan menujukkan sikapku dengan jelas.
Maksudku... Aku baru saja keluar dari pemandian. Tetap saja, tadi itu cuma berendam sebentar saja.
"Kamu gak perlu memaksakan diri. Aku cuma berpikir itu akan bagus untuk menyembuhkan kutukanmu."
"Ya... Kamu mungkin benar."
Aku mendapatkan perasaan aneh tentang itu. Dia memang benar soal kutukannya.
"Ayo, tuan Naofumi."
"Haaaa.... Baiklah."
Jadi aku berdiri dari kasur dan memutuskan untuk pergi ke pemandian lagi. Gimanapun juga itu bagus untuk penyembuhan kutukan.
"Sebelah sini."
Raphtalia memanduku melewati lorong dan keluar ke sisi lain hotel, disana ada sebuah ruangan pribadi yang membutuhkan sebuah kunci untuk masuk. Itu berada sisi lain bangunan pemandian utama. Tempat itu menghadap ke arah pulau bukannya ke pantai.
Aku bisa memahami kenapa pihak hotel nggak menunjukkannya. Pemandangannya gak terlalu bagus.
Itu diperuntukkan buat keluarga, jadi cuma aku, Raphtalia dan Filo.
Raphtalia terus menutupi dadanya dengan handuk, dan Filo juga berbalut handuk. Mereka memberiku isyarat dari pemandian. Aku gak bisa melupakan apa yang dikatakan Motoyasu dan L'Arc, tapi mereka salah. Raphtalia nggak mencari hubungan seksual denganku.
Ya, dia sama sekali gak kelihatan malu.
Mereka meracuni pikiranku.
Aku membuang pikiran-pikiran bodoh itu dari benakku dan masuk ke pemandian.
"Airnya enak sekali."
"Ya, memang."
"Bagaimana kutukanmu?"
"Kurasa sudah jauh lebih baik."
Mungkin butuh beberapa waktu lagi sampai sepenuhnya sembuh. Kalau aku terus berendam di pemandian air panas seperti ini, kutukan itu akan hilang sepenuhnya.
"Oooh! Master! Bintang di langit barusan berkilauan!"
"Huh?"
Aku menengadah dan melihat sebuah bintang jatuh lewat.
"Oh.... bintangnya hilang..."
Tapi kemudian muncul lagi. Dan lagi.
Raphtalia menatap bintang-bintang yang bergerak di langit dan menyatukan kedua tangannya seolah berdoa.
Kurasa orang-orang di dunia ini suka berdoa pada bintang jatuh juga.
Kau tau aku bisa melihat bintang-bintang lebih baik didunia ini daripada di jepang. Aku sangat sibuk sejak aku datang ke dunia ini hingga aku gak punya waktu untuk menengadah menatap langit.
"Apa yang kamu inginkan, tuan Naofumi?"
"Bukan apa-apa. Gimana denganmu, Raphtalia? Apa kamu mengharapkan sesuatu?"
"Ya."
"Kuharap itu terkabul."
"Ya. Aku juga."
Nggak susah menebak apa yang dia harapkan.
Itu mungkin untuk kedamaian dunia atau untuk berkumpul lagi dengan teman-teman dari desanya.
Seluruh pemandangannya sangat romantis. Aku bersandar dan menatap bintang-bintang.
Setelah beberapa saat kami pergi meninggalkan pemandian dan berjalan kembali ke kamar.
"Ngintip? L'Arc, sadar umurmu! Kau mungkin bisa lolos jika dirumah, tapi kau harus mengikuti peraturan yang ada disini!"
L'Arc dan yang lainnya sedang di ceramahi di lorong.
Therese menceramahi L'Arc, sedangkan Lonte dan rekan-rekannya membentak dan memarahi para pahlawan.
Mereka layak mendapatkannya. Sungguh lucu aku bisa melihat mereka menerima hukuman mereka.
Gak patut mengkhawatirkan mereka. Mereka menikmati kehidupan yang mereka inginkan.
Mereka cuma akan menerima ceramah itu sebagai kesenangan tersendiri bagi mereka. Aku pernah membaca hal seperti ini dalam manga, jadi aku tau gimana kelanjutannya.
Tetap saja... Aku gak menyukai mereka.
"Oh! Bocah berada di pemandian pribadi bersama cewek-cewek. Gak adil!"
"L'Arc, jangan ngeles!"
Dia menunjuk padaku, tapi Therese gak akan terpancing dan membiarkan dia menungganti topik. Therese memaki-maki L'Arc.
Jadi mereka berpura-pura seolah mereka menangkap basah aku, tapi kami mengabaikan mereka dan kembali ke kamar kami.
Aku yakin akan ada banyak usaha keras yang menunggu kami. L'Arc memang idiot, tapi dia menyenangkan. Lain kali, mungkin, aku akan bergabung dalam kesenangan mereka—kalau cuma sedikit.
Tentu saja, aku akan memastikan aku mendapat ijin dari Raphtalia terlebih dahulu untuk memastikan aku gak berujung di bentak dan dimarahi di lorong.
****
— 終わり — レビューを書く