Ketika Ayaka kembali mengepel lantai, tiba-tiba saja Kaori berteriak, "OKAA-SAN, AKU LAPAR!"
Ayaka menatap ke arah anaknya, kemudian bertanya, "Apakah kau tidak bisa meminta dengan tak berteriak kepadaku?"
Kaori menarik napas, lalu ia kembali mengulangi permintaannya dengan suara yang lebih pelan. Ayaka tersenyum melihat anaknya yang menuruti apa yang dikatakannya. Lalu ia pun membalas, "Sebentar, Kaori. Apa kau tak melihat aku sedang mengepel lantai? Kau tunggu saja di sana, aku akan menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat asal kau tidak berlarian."
Kaori menggelengkan kepala, lalu berkata jika ia tidak mau menunggu. Ia sudah sangat lapar dan ingin makan saat itu juga. Anak itu memang selalu begitu, meminta dan memaksa. Jika permintaannya ditolak, ia akan mengamuk dan memaksa Ayaka untuk menuruti keinginannya.
"Wakatta, kau mau makan apa?" tanya Ayaka. Kaori terdiam beberapa saat, nampak jelas ia tengah memikirkan apa yang ingin ia makan hari ini. Tak lama kemudian, ia berkata jika dirinya ingin nasi omelet. Ayaka menganggukkan kepala, lalu ia berkata kepada Kaori jika dirinya akan segera membuat nasi omelet, namun Kaori diperintahkan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Anak itu menolak, tak mau mandi dan ingin segera makan.
"Nasi omelet tak akan mau berada di dekatmu jika kau kotor seperti itu," kata Ayaka menakuti. Kaori kecil yang masih polos pun terkejut dengan ucapan sang ibu. Ia mengira jika ucapan Ayaka adalah suatu hal yang benar adanya, ia pun segera pergi ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Ayaka terlihat begitu senang, tanpa pikir panjang lagi, ia segera mengepel lantai hingga bersih dan langsung pergi ke dapur untuk membuat nasi omelet kesukaan Kaori. Kebetulan Kaori sudah bisa membersihkan dirinya sendiri tanpa bantuan Ayaka. Anak itu selalu berpikiran jika ia bukanlah anak yang manja sehingga ia tak mau jika terus menerus bergantung pada ibunya. Padahal ia masih berumur tiga tahun, tetapi ia tak menyadari akan hal itu. Pikirannya yang cukup dewasa itu membuat Ayaka merasa Kaori akan baik-baik saja. Namun hal tersebut tidak lepas dari apa yang Ayaka ajarkan kepada anaknya sedari dulu. Ia memang sengaja mengajari Kaori melakukan hal apapun seorang diri agar di masa depan nanti anak itu bisa mandiri tanpa perlu bantuan orang tuanya lagi.
Di lain tempat, Kaori membersihkan dirinya dengan cukup cepat. Setelah selesai, ia mengeringkan tubuh dengan handuk. Tanpa berpakaian, ia pergi menemui Ayaka di dapur. Kemudian ia berkata, "Aku sudah mandi, apa nasi omeletku sudah siap untuk ku makan?"
Ayaka yang masih menyiapkan nasi omelet terkejut melihat Kaori yang datang hanya dengan menggunakan sehelai handuk. Ia segera memerintahkan Kaori untuk berpakaian terlebih dahulu, namun anak itu kembali menolak dan mengatakan jika dirinya sudah sangat lapar.
"Ayolah, Kaori. Kau bukan anak yang manja kan?" tanya Ayaka. Kaori mulai kesal dengan sikap Ayaka. Ia pun pergi ke kamarnya dengan wajah yang ditekuk, bahkan ia menutup pintu kamar dengan membantingnya. Tentu apa yang Kaori lakukan membuat Ayaka terkejut. Namun ia tak segera pergi ke kamar anaknya, ia harus segera menyelesaikan makanan yang Kaori inginkan.
"Gomen nee, Kaori? Kau harus belajar lebih mandiri lagi," tutur Ayaka pelan sembari menulis kata gomen atau maaf di atas nasi omelet milik Kaori menggunakan saus. Ayaka pun memutuskan untuk menyusul Kaori yang pergi ke kamar setelah ia menyelesaikan hal tersebut.
Sesampainya di kamar Kaori, Ayaka mendengar teriakan-teriakan Kaori yang terdengar hingga luar kamarnya. Belum juga Ayaka mengetuk pintu, tiba-tiba saja Kaori berteriak, "AKU BENCI OKAA-SAN!"
Ayaka yang masih berdiri di depan kamar Kaori tentu saja mendengar apa dikatakan anak itu. Ia tak terkejut karena sudah tahu jika Kaori akan berkata demikian. Kaori memang selalu berteriak membenci ibunya ketika ia kesal karena keinginannya tak terwujud dalam waktu dekat. Padahal apa yang terjadi barusan bukanlah hal yang besar, melainkan hal sepele yang bisa diselesaikan dengan baik-baik. Ayaka hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar perkataan yang Kaori lontarkan. Tak ada sedikitpun niatan untuk mengomeli ataupun memberikan hukuman yang membuat Kaori jera hingga berhenti berkata seperti itu.
"Kaori, nasi omeletmu sudah siap. Segeralah makan sebelum nasi omeletmu itu dingin!" teriak Ayaka di depan kamar Kaori. Tak ada jawaban dari dalam sana, Ayaka pun memutuskan untuk meninggalkan kamar Kaori. Ia pergi ke kamarnya dan mulai beristirahat. Sementara itu, dengan cepat Kaori keluar dari kamar lalu pergi ke dapur untuk memakan nasi omelet yang tersedia di meja makan. Ia memang sudah kelaparan sedari tadi. Ia memakan nasi omelet itu dengan keadaan kesal hingga ia tak sempat membaca kata maaf yang ditulis Ayaka di atas makanannya.
Kaori memang bukanlah anak yang manja, namun ia juga butuh kasih sayang orang tuanya. Ayaka tak pernah memanjakan Kaori lagi setelah ayah Kaori, Haru, pergi ke Tokyo untuk mencari pekerjaan di sana. Namun hingga detik ini, Ayaka sendiri tak mendapatkan kabar dari Haru. Sudah hampir lima bulan ia tak kembali, seakan kabur dari keluarga kecilnya. Kiriman uang pun sudah tak ia dapatkan. Mau tidak mau, Ayaka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ia hanya bekerja sebagai seorang pelayan di sebuah restoran kecil terdekat. Hal tersebut memaksa dia untuk menitipkan Kaori di rumah saudaranya yang kebetulan tinggal tidak jauh dari rumah mereka.
Kaori sendiri memang masih terlalu kecil untuk dibiarkan bersama orang lain. Ia masih sangat membutuhkan perhatian kedua orang tua. Maka dari itu, ia mulai berbuat nakal setelah sang ayah meninggalkannya. Kenakalan yang ia lakukan adalah bentuk pemberontakan atas tindakan kedua orang tuanya yang meninggalkan ia bersama orang lain. Ia sangat tidak suka ditinggalkan bersama orang yang tidak begitu dekat dengannya. Terlebih di sana, ada seorang anak perempuan yang terus mengajak Kaori bermain. Padahal Kaori sendiri tak mau bermain dengannya. Ayaka sudah mulai bekerja sejak dua bulan lalu dan sudah dua bulan pula Kaori ditinggalkan bersama keluarga dari anak perempuan yang mengajaknya bermain. Kini ia sudah mulai terbiasa dan bermain bersamanya, hanya saja, ia masih kesal dan tak terima dengan apa yang Ayaka lakukan.
Teman bermain Kaori bernama Shiina. Ia tinggal cukup berdekatan dengan rumah Kaori. Semenjak Kaori datang ke rumahnya, Shiina selalu merasa senang. Ia memang dilarang bepergian ke luar rumah oleh orang tuanya hingga ia tak memiliki teman. Maka dari itu, kedatangan Kaori ke rumahnya dimanfaatkan dengan baik. Ia selalu mengajaknya bermain bersama, walaupun terkadang Kaori menolak. Namum lama-kelamaan, akhirnya mereka berteman dan selalu menghabiskan waktu bersama-sama. Terlebih lagi, Mama Shiina yang bernama Keiko memperlakukan Kaori seperti anak sendiri. Jika ada di rumahnya, Keiko akan memberikan Kaori asupan makanan bergizi yang juga dimakan oleh Shiina. Ia tak pernah membedakan mereka berdua walaupun sesungguhnya mereka bukanlah adik dan kakak kandung. Tetapi di mata Keiko, Kaori adalah anak yang harus diberikan kasih sayang karena ia tahu betul bagaimana kondisi orang tua anak itu sekarang.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa collect & comment. Karena collect & comment anda semua berarti untuk saya.