アプリをダウンロード
77.19% Re:START/if / Chapter 43: Great War Records 11 - Kucing yang membakar dirinya sendiri I

章 43: Great War Records 11 - Kucing yang membakar dirinya sendiri I

Membakar dirinya sendiri ....

Meski sudah tahu tubuhnya akan terbakar habis, Ia tetap melangkah ke depan dan berusaha menggapai secerah cahaya yang menghampirinya. Pada malam penuh gemerlap bintang itu, Ia mengeong dengan histeris dan berharap ada seseorang yang memungutnya lagi.

Hujan turun memadamkan apinya, menyembunyikan tangisnya yang telah terpendam lama.

Ini merupakan kisah keegoisan kucing kesepian, berharap ingin dipungut lagi dan dimasukkan ke dalam rumah hangat dengan selimut dan susu yang siap memanjakannya lagi.

Ia dibenci oleh semua orang, dicemooh pada setiap kali melangkah di kota dan ditatap dengan penuh hina. Dialah sosok yang memikul dosa leluhurnya karena membantu para Iblis saat masa Perang Kuno.

Tidak ada dosa yang benar-benar dilakukannya, tetapi dirinya harus memikul semua itu dan tetap hidup sampai waktu yang diberikan padanya habis, lalu kembali menyatu dengan tanah dengan penuh rasa kesedihan dan penderitaan.

Ini ... merupakan sebuah kisah pertemuan sang kucing dengan sosok Pahlawan yang membawanya keluar dari kobaran api yang membakar hatinya dan jiwanya. Sebuah keegoisan yang melelehkan kesepiannya menjadi air mata.

««»»

[Julia POV]

Kucing yang suka hidup sendirian, memiliki dua ekor panjang dan telinga berbulu keperakan, diriku adalah Demi-human jenis kucing berekor dua yang sangat jarang di antara semua ras yang ada di kekaisaran Urzia ini. Sangat jarang, langka, dan bahkan diriku sendiri tidak pernah menemukan sejenisku selama hidup ini berlangsung.

Pada rumah kayu yang terletak di hutan cemara Provinsi Iralal, di sinilah aku tinggal. Dulunya ada seorang manusia yang menemaniku, dia pemilik asli rumah ini. Kami saling merawat satu sama lain dan tinggal di dalam hutan tanpa ada yang perlu dikeluhkan, semuanya terpenuhi oleh alam dan tidak terlalu banyak monster yang perlu kami takuti. Rumah ini dibangun berdasarkan struktur dasar Feng Shui yang membuat makhluk dengan energi negatif tidak akan bisa mendekat.

Meskipun kami berdua tinggal dengan damai selama masa penuh kekacauan ini, tetapi jangka waktu hidup kami terlalu berbeda untuk selalu bersama. Orang yang sudah diriku anggap kakak itu pergi meninggalkanku menuju alam yang berbeda, meninggalkanku sendirian di dalam hutan yang sangat jarang dikunjungi orang ini.

Diriku adalah Demi-human kucing berekor dua, Nekomata. Sosok yang ditakuti, dibenci, sekaligus dikutuk keberadaannya oleh penduduk kekaisaran karena dosa yang pernah dilakukan leluhur terdahulu dari rasnya.

Di antara berbagai ras manusia setengah kucing yang ada, berekor dua juga menjadi pertanda malapetaka, dan karena itulah aku tidak pernah bisa membaur dalam masyarakat di kota meski kuingin. Bahkan di negeri para Ajin ini, diriku tidak punya tempat di luar sana.

Duduk ruang tamu rumah kayu ini, aku memandang keluar jendela dan melihat pepohonan rimbun yang teduh. Cahaya matahari seakan tidak bisa sampai sepenuhnya ke permukaan, terpotong oleh dedaunan hijau rimbun yang ada. Sekarang adalah awal musim semi, sebuah awal baru bagi ribuan kehidupan baru yang mulai bangun dari hibernasi.

"Ah, damainya."

Mengambil cangkir teh dari atas meja di hadapan, aku menikmati sedapnya rasa herbal yang menghangatkan tumbuh. Sungguh, diriku tidak ingin lebih dari ini. Meski dirinya telah tiada, tetapi perempuan tua itu akan selalu hidup dalam perasaanku. Dia adalah orang yang menyelamatkanku, memberiku arti, dan mengajariku cara hidup lain.

"Synriu ..., terima kasih sudah membawaku dari tempat itu .... Engkau ..., akan selalu aku kenang dalam hati ini .... Meski ini membuatku sangat kesepian, tetapi memang perpisahan adalah takdir makhluk hidup ..., meski itu dirimu yang lihai membuat kertas mantra sekalipun ...."

Meletakkan kembali cangkir kayu ke atas meja, sejenak ingatan masa lalu kembali naik ke permukaan. Itu tidak ingin kuingat, hal-hal sebelum diriku diadopsi olehnya sebagai murid semuanya adalah hal buruk. Itu semua adalah kenangan masa laluku saat masih menjadi budak dari seorang bangsawan di tanah ini. Tidak jelas mengapa aku bisa keluar masuk dalam pasar budak dan berpindah-pindah memilik, tetapi kenangan tertuaku adalah saat diriku berada di dalam kandang sempit berkarat penuh bau busuk, berdesakan dalam tempat sempit itu dengan budak-budak lain dan lebih rendah dari ternak.

Aku yang dijual di pasar oleh seorang bangsawan, dibeli oleh perempuan muda pemilik rumah kayu yang terletak di tengah hutan ini dan pada saat itulah dia memberiku nama Julia, sebuah nama yang sangat mencerminkan diriku yang pertumbuhan tubuhnya terhenti saat berumur 21 tahun.

Julia, berarti remaja perempuan yang terlihat lembut dan selalu ceria, serta juga berisi harapan untuk bisa membuatku tetap mandiri dengan memiliki pemikiran kritis, itulah yang Synriu katakan padaku. Nama adalah sebuah doa, itu adalah doa darinya kepada diriku.

Sungguh ... kami bersama, penuh rasa suka duka dan saling berbagi satu sama lain layaknya keluarga sedarah. Tetapi, memang waktu bisa menjadi sangat kejam karena memisahkan kami begitu saja enam tahun yang lalu. Andai saja diriku bisa membagi keabadian ini, mungkin diriku bisa terus bersamanya.

Tidak ada yang perlu disesali karena itu, diriku paham kalau hidupku akan selalu seperti ini. Hidup dalam kesedirian, melintasi zaman, bahkan akan hidup setara lamanya dengan Huli Jing yang menjadi Hewan Suci yang dihormati dan ditakuti itu.

"Ah, tidak ada yang berubah juga banyak bagusnya ...."

Bangun dari kursi dan mengemasi poci serta cangkir, aku membawanya ke dapur. Pada pagi hari yang cerah ini akan menjadi hari bagus untuk memetik jamur dan buah, karena itu aku mengambil keranjang rotan dan bersiap untuk mencarinya di halaman rumah yang juga berhubungan langsung dengan hutan.

Membuka pintu, diriku melangkah keluar. Tetapi tidak untuk pergi ke hutan, aku hanya mencari buah dan jamur dari kebun kecil yang sudah dibudidayakan di halaman. Tepat di depan rumah log kayu, beberapa pohon apel, persik, dan jamur tumbuh dengan subur. Beberapa tanaman itu ditanam sekitar 20 tahun yang lalu, tepat saat tahun pertama diriku tinggal dengan mendiang keluarga angkatku tersebut.

Memetik seperlunya dan memasukkannya ke keranjang, aku memeriksa kualitasnya dan membandingkannya dengan panen musim lalu. "Hem, sepertinya minggu depan panennya sudah siap untuk dibuat manisan," ucapku sambil mencoba salah satu apel hasil panen.

Kembali masuk ke dalam rumah, aku meletakkannya di dapur dan mulai memotongnya untuk mencoba mencari cara pengawetan lain supaya bisa bertahan satu tahun. Alasan aku melakukan hal itu sederhana, diriku tak suka pergi keluar rumah, jarak paling jauh yang ku suka hanya sampai halaman.

Pada dongeng yang ada dalam buku yang sering dibaca Synriu, ada beberapa hal yang isi ceritanya sangat bertentangan dengan sifatku. Itu cerita tentang putri duyung yang hidup di dasar laut dan sangat mengidamkan daratan, serta mengidam-idamkan sebuah takdir pertemuan dengan pangeran. Itu cerita yang menyentuh, tetapi sayangnya dongeng tersebut berakhir tragis karena sang putri duyung dicampakkan oleh pangeran karena dirinya lebih memilih untuk menikahi putri manusia.

Sifat putri duyung tersebut sangat bertentangan denganku. Kalau Ia sangat mengidamkan dunia di luar lautan, diriku mungkin akan memilih tinggal di dalam laut dan tidak akan pergi menolong pangeran yang tenggelam. Rumah ini bagiku adalah lautan, duniaku dan satu-satunya yang diriku inginkan.

Aku ... sungguh senang tinggal sendirian di sini .... Sungguh ....

Tanpa kusadari, apel dan persik sudah kupotong cincang dengan pisau. "Ah, mau dibuat apa ini?" Menghela napas ringan, aku memasukkan potongan kecil buah tersebut ke dalam kendi dan menutupnya dengan gabus serat. Membuat lingkaran sihir panas di permukaan kendi, aku menaikkan suhunya untuk memanaskan buah yang ada di dalam. Dengan adanya proses pemanasan, buah kondisinya akan terjaga dalam waktu seminggu. Itu adalah salah satu cara pengawetan buah yang paling sederhana, dan sebenarnya akan lebih efektif kalau menggunakan wadah kaca daripada kendi.

"Hah, kenapa aku sampai melamun? Kenapa belakangan ini ...."

Aku meletakkan kendi ke dalam laci bersama makanan yang diawetkan lainnya, lalu berjalan ke arah kursi di dekat jendela. Samar-samar aku sendiri sadar, kalau kesepian memang ada dalam benak. Terlalu lama tinggal bersamanya membuatku merasa membutuhkan orang lain. Dia ... benar-benar mengubahku.

Mungkin ini yang dirasakan putri duyung yang mendambakan pangeran itu. Dirinya tidak terlalu menginginkan pangeran, tetapi dirinya lebih mengidamkan dunia di luar lautan, seperti diriku yang masih detik ini ingin tinggal di perkotaan. Sayangnya, dua ekor ini mencegahku mendapatkan itu. Meski memakan kimono atau haori indah, saat orang-orang melihat dua ekorku mereka akan langsung memandangku dengan rendah.

Menyembunyikan ekor lebih sulit dari yang diriku kira ....

"Andai saja kau masih ada, mungkinkah engkau akan menunjukkan .... jalan ...."

Ah ..., mengantuk. Rasanya lelah, bosan, dan ....

Membaringkan wajah di meja, perlahan mataku tertutup dan tidur dalam kegelapan. Mungkin karena terlalu banyak mencoba herbal, ada beberapa tanaman yang membuatku mengantuk, dan ....

.

.

.

"Ah?!"

Mendengar suara langkah kaki ramai, aku langsung bangun dan segera berjalan menuju pintu untuk menutupnya. Mengambil beberapa kertas mantra dari sela dada kimono, aku menempelkannya ke pintu untuk memasang pelindung dengan beberapa segel tangan.

Suara ramai orang-orang di luar terdengar jelas, mereka berbicara dengan suara keras. Takut ..., kenapa mereka .... Apa yang ingin mereka lakukan? Apa mereka mau menangkapku? Pikiran negatif mulai menguasai dan membuatku gemetar.

Memejamkan mata, aku meningkatkan pendengaran untuk mendeteksi langkah kaki yang berlari memutari rumah. Mereka ada sepuluh, lima belas, banyak sekali!! Kenapa? Apa yang terjadi saat aku tidur, kenapa banyak sekali orang di sekitar rumah ...?

Melihat keluar jendela yang terbuka lebar, di luar sudah sangat gelap dan tidak ada satu pun kristal lampu yang dinyalakan. Tidak diriku sadari, ternyata di dalam ruangan sangat gelap. Penglihatanku sangat jelas di dalam ruang gelap, karena itu dengan jelas semuanya terlihat dan terasa tidak ada bedanya dengan pagi hari sampai diriku telat menyadarinya.

Suara semakin ramai terdengar gaduh di luar. Melihat kobaran api yang mulai membakar halaman, aku langsung panik dan menyobek kertas mantra di pintu untuk segera keluar. Berlari menuju ke arah pohon yang terbakar, dengan gelisah aku berusaha mencari sesuatu untuk memadamkannya.

Berbalik dan hendak mengambil air dari sungai. Tetapi sebelum diriku sempat melangkah, sebuah kilatan kecil melesat dalam kegelapan dan menancap di leherku. Memegangnya dan mencabutnya, itu adalah jarum kecil berwarna keemasan.

"I-Ini ...." Kesadaranku mulai pudar, tubuhku lemas sampai tidak kuat berdiri.

Ambruk ke atas rerumputan, tubuhku mati rasa. Hawa panas semakin terasa, cahaya terang dari api yang mulai merambat dan membakar rumahku samar-samar terlihat. Berusaha bangun, tiba-tiba jarum kembali menancap pada beberapa bagian tubuh dan membuat kesadaranku melayang.

Sebelum kesadaranku benar-benar melayang, beberapa langkah kaki yang mendekat terdengar dan mereka berkata sesuatu yang tidak jelas seperti pengorbanan dan tumbal. Ku tak tahu apa yang mereka maksud, tetapi kalau seperti ini rumahnya .....

.

.

.

Kesadaranku kembali, tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu setelah kejadian itu. Kedua mataku ditutup oleh sesuatu seperti kain, kedua tanganku terikat ke belakang pada sebuah tiang. Apa ini? Kenapa? Kenapa aku diikat? Rasa takut menguasai dan membuatku meronta-ronta, tetapi itu percuma. Ikatan yang ada terlalu kuat dan terasa aneh, berlendir dan lembab. Rasanya seperti terikat dengan daging.

Napasku mulai sesak, aroma aneh mulai semerbak, dan suara langkah kaki terdengar mendekat. Saat tubuhku gemetar tidak karuan, seseorang membuka penutup mataku dan sontak membutaku bisa melihat sekitar dengan jelas. Tetapi apa yang kulihat bukanlah kabar baik bagiku, yang berada di hadapan adalah sekelompok orang dengan jubah hitam dan terlihat seperti sekumpulan pemuja.

Ja-Jangan-jangan mereka Aliran Sesat? Ke-Kenapa aku ditangkap mereka?

Tubuhku gemetar, rasa takut benar-benar membuatku lemas. Pulangkan aku, aku tidak ingin berada di tempat ini! Tidak .... Ampun ..., aku hanya ingin di rumah itu ....

Sekitar tempat tersebut sangat gelap, beberapa obor di antara orang-orang berjubah hitam itu seakan membawa suasa mencekam. Di bawah langit gelap berbintang, mereka mulai bergumam seperti sedang merapalkan mantra. Suara mereka yang serentak dan tak jelas menakutkan membuat tempat itu tambah mengerikan.

Aku baru menyadarinya, pakaian yang kukenakan telah berganti dan sekarang diriku mengenakan kimono serba putih polos. Sandalku hilang entah ke mana, dan diriku berdiri tepat di atas sebuah panggung kayu yang tidak terlalu tinggi. Meronta sekali lagi, ikatan yang menahanku benar-benar kencang.

"Le-Lepaskan aku! Kumohon! Biarkan aku pulang ...."

Mereka tiba-tiba serentak menghentikan suara, suasana berubah hening dan terasa lebih menakutkan dari sebelumnya. Salah satu dari mereka naik ke atas panggung dan berjalan mendekat. Jubah hitam yang dikenakannya mengerikan, penuh bercak darah, dan tudung yang menutupi kepala membuat wajahnya tidak terlihat dengan jelas.

Sosok berjubah hitam itu mendekatkan wajahnya. "Hiii!" Apa itu? Ma-Matanya hilang?! Dia tidak punya mata! Dari lubang matanya keluar darah bercampur nanah bening, dan dari dekat ku mencium aroma yang tidak sedap seperti daging busuk.

Meski tidak memiliki bola mata, Ia seakan bisa melihatku dan mengamati. Menggerayangi wajah dengan tangan keriput, sosok berjubah itu menjilat pipiku dan mulai berbisik, "Jangan khawatir, Priestess. Kami adalah pemujamu ..., engkau akan kembali menuju tempat yang seharusnya engkau miliki, dan wujudmu yang sesungguhnya akan nampak di dunia ini."

Aku tidak mengerti apa yang dikatakannya. Apa maksudnya wujud sesungguhnya? Tempat? Tempatku di rumah itu? Aku tidak ingin tempat lain! Tubuhku gemetar ketakutan, suara seakan terhenti di tenggorokkan dalam rasa kengerian.

"Pulangkan aku .... Kumohon, aku ingin pulang ....."

Sosok berjubah itu mengambil beberapa langkah ke belakang, lalu merentangkan kedua tangannya. Pada tangan kanan, Ia memegang sebuah tongkat dengan ujung sebuah daun bidara kering. "Tenang saja, Priestess kami! Engkau akan segera dipulangkan ke alam sana! Engkau akan menjadi tumbal tuan kami dan menjadi istrinya!!" Orang-orang di bawah panggung bersorak ramai mengikutinya.

"Milord Amon!"

"Milord Amon!"

"Milord Amon!"

Mereka mulai memanggil-manggil nama mengerikan itu. Aku tahu nama itu. Amon, salah satu dari Tujuh Pangeran Neraka, Sang Kemurkaan Amon. Wujud dari api amarah yang membara, serta sayap api merah gelap yang menguasai langit neraka. Dari apa yang pernah kubaca dalam buku, sosok itu adalah malapetaka pembawa bara dari neraka.

"Tidak .... Kenapa kalian melakukan ini? Lepaskan aku! Apa salahku sampai harus dijadikan tumbal?!"

Sosok berjubah itu mendekat, lalu menjambak rambutku dengan kasar. "Salahmu? Hah!! Tentu saja keberadaanmu itu sudah menjadi dosa di dunia ini! Tapi ..., tenang saja wahai Priestess .... Engkau akan menjadi satu dengan tuan kami! Karena itu ...."

Dia langsung membentur-benturkan kepalaku ke tiang. Lagi, lagi dan lagi. Sampai darah menetes dari ke lantai kayu, dia tetap membenturkan kepalaku ke tiang tempatku terikat. Sakit ..., sakit sekali. Kenapa dia sekejam ini .... Apa salahku.

"Wah, air mata itu .... Uwahahaha!! Menggairahkan! Tuan kami pasti akan terbahak saat datang ke dunia ini!!"

Dia tertawa tidak jelas. Saat itu aku mulai teringat dengan sejarah kucing berekor dua yang menjadi leluhurku. Nekomata, salah satu dari ras yang melayani para Iblis dan darah mereka juga terdapat darah iblis. Dengan kata lain, diriku ini bisa dijadikan medium untuk pemanggilan makhluk-makhluk pembawa malapetaka tersebut.

Tidak akan kubiarkan! Iblis sudah banyak membuatku menderita! Hanya dengan menyandang keturunan pelayan iblis saja aku ....

Mengumpulkan Mana pada kedua tangan, aku berusaha membakar ikatan lembab yang mengikatku pada tiang. "UAKKKKKHHH!" Tiba-tiba terdengar suara mengerikan dari belakang. Saat menoleh, yang digunakan untuk mengikatku ternyata adalah salah satu tentakel dari makhluk mengerikan. Kain hitam terjatuh, yang melepaskan ikat mataku tadi ternyata bukan manusia dan itu adalah makhluk terlihat mengerikan.

Badannya seperti gumpalan daging tidak beraturan, bermata banyak, memiliki puluhan tangan tentakel, dan mulut yang terbuka lebar. Ukurannya sangat besar, tingginya sekitar dua kali lebih tinggi darik.

"Uwah, jangan seperti itu, Priestess. Jangan engkau menyakiti ... Janin tuan kami!!"

Dia mendaratkan pukulan pada perutku dengan sangat keras. Aku muntah, napasku sesak dan rasa nyeri luar biasa terasa di perut. Dia kembali mendaratkan pukulan, lagi dan lagi. Seakan mulai bosan, Ia mulai menggunakan tongkatnya untuk memukul.

Wajah, dada, tangan, paha, dan bahkan bagian kewanitaanku dipukul olehnya. Memar di muncul di sekujur tubuh, darah mulai mengalir dari luka-lukaku. Sakit ..., sakit sekali. Sudah ..., kumohon lepaskan aku. Kumohon ..., siapa saja tolong aku.

Seseorang dari bawah panggung ikut naik, lalu berkata, "Cukup, kalau dia mati Tuan kita tidak akan bisa datang ke dunia ini."

"Tch! Padahal lagi asyik-asyiknya!"

"Cepat turun, kita mulai ritualnya. Darahnya sudah cukup keluar ...."

Mereka mulai turun dari panggung. Rasa lega sedikit terasa dalam benakku karena orang yang menyisaku itu pergi. Tetapi saat kedua orang tersebut datang kembali dan menyiramkan sesuatu padaku, rasa nyeri langsung terasa saat air berbau menyengat itu membasahi lukaku. Itu minyak tanah, dari baunya aku sudah tahu. Mereka juga mulai membasahi panggung kayu dengan minyak, dibantu para pemuja lain dan benar-benar berniat membakarku.

"He-Hentikan ! Tolong maafkan aku! Kumohon lepaskan aku!! Kumohon!!"

Meski menjerit-jerit, mereka sama sekali tidak mendengarkan perkataanku. Orang yang tadi menyiksaku menoleh, lalu tersenyum gelap seakan menikmatinya. Dia ... sudah gila. Mereka gila! Kenapa bisa aku .... Apa aku akan mati di sini?

Obor dilemparkan ke atas panggung yang sudah basah karena minyak. Api langsung merambat cepat, membakar panggung, membakar makhluk mengerikan di belakangku, dan mulai membakarku dengan cepat.

"Panas!! Panas!! Panas!! Tolong!!! Tolong aku! Kumohon siapa saja tolong!! Panas!!"

Tubuhku benar-benar terbakar, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Memejamkan mata, aku berusaha menahan rasa sakit dan mulai pasrah. Makhluk mengerikan di belakangku berhenti menjerit, dan anehnya kesadaranku masih tetap ada. Membuka mata, ternyata api yang membakar panggung tidak bisa membakarku.

Tiba-tiba rasa nyeri terasa pada perutku. Panas ... panas sekali! Apa ini!

Sesuatu yang bergejolak terasa jelas dalam perut, mendobrak keluar dan meluap dari mulut. Api merah membara keluar dan benar-benar menyelimutiku. Itu tidak membakar tubuhku, tetapi rasanya sangat menyakitkan. Sakit sekali, seperti tubuhku terbakar terus menerus . Ini sangat menyiksa, hentikan .... Aku ....

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKHHHHH!!!!"


next chapter
Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C43
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン