Setelah itu, mereka berdua bergegas menuju ke ruang makan kediaman Luke. Berjalan kurang dari lima menit, mereka sampai di depan pintu ruang yang dituju. Menarik napas sejenak dan menenangkan diri, Odo membuka pintu kayu mahoni tersebut dan masuk ke dalam ruangan. Di sana terlihat Mavis dan beberapa pelayan. Seperti biasanya, Mavis memakai gaun dengan unsur hitam dan warna gelap lain, tetapi dengan motif rajutan berbeda dan terlihat lebih hangat dengan kerah berbulu dan syal yang melingkar pada leher. Wanita berambut pirang itu melihat ke arah Odo dengan sedikit terkejut. Ia lekas meletakkan buku di tangannya ke atas meja memanjang di depannya, lalu lekas kembali menatap ke arah Odo.
Tepat di belakang Mavis duduk, berdiri Fiola yang juga ikut menatap ke arah Odo yang tiba-tiba memasuki ruangan. Seakan tidak merasa kedinginan, gadis rubah berekor sembilan itu tetap mengenakan pakaian yang sering digunakannya dan terlihat cukup minim mengingat hawa dingin yang sudah sangat terasa.
"Anakku, sekarang sudah sangat dingin. Pakaian seperti itu tidak cukup menghangatkanmu, paling tidak pakai ini ...." Mavis melepaskan syal berwarna cokelat yang melingkar di leher, lalu memberikannya ke salah satu pelayan lain yang berada di dalam ruang makan tersebut. Setelah menerima syal itu dengan penuh rasa hormat, Ia segera berjalan ke arah Odo yang masih berdiri di dekat pintu, lalu berlutut hormat dan menyerahkan syal dengan kedua tangannya.
Melihat cara pelayan tersebut menyerahkan syal, Odo sangat tahu cara pandang kebanyakan orang di Mansion telah berubah sejak kabar tentang dirinya yang mengalahkan Naga Hitam menyebar. Mungkin hanya Mavis, Dart, Julia, Fiola, dan Vil yang masih bersikap sama seperti sebelumnya. Mengambil syal tersebut dan melingkarkannya ke leher, Odo menatap ringan gadis pelayan berambut hitam panjang sampai pinggang tersebut. Dari paras dan postur tubuhnya, Odo sangat paham kalau umurnya sudah mencapai lebih dari dua puluh lima tahun ke atas karena dia murni dari ras manusia.
"Mbak Minda tidak perlu terlalu hormat seperti itu, santai saja gak masalah, seperti biasanya saja," ucap Odo. Pelayan berambut hitam itu mengangkat kepalanya dan melihat wajah majikannya tersebut, terlihat terkejut karena anak di hadapannya itu memanggil namanya. Di kalangan para pelayan, Odo cenderung dikenal sebagai anak yang asyik dengan dunianya sendiri dan terkesan acuh karena selalu berbuat nakal dan sering kabur dari rumah sejak dulu.
"Ba-Baiklah, Tuan Muda ...." Minda berdiri, lalu memberi hormat hanya dengan membungkukkan tubuhnya. Sedikit tersenyum kecil ke arah pelayan itu, Odo lekas berjalan menghampiri Ibunya, lalu menarik kursi dari dan duduk di dekatnya. Semua orang di tempat itu masih terkejut dengan sikap Odo tadi yang terlihat sangat dewasa, bahkan Julia masih berdiri di dekat pintu dengan wajah tidak percaya melihat anak nakal itu bisa bersikap sopan.
Mavis melihat wajah anaknya seraya tersenyum kecil, wanita itu sangat tahu alasan anaknya itu bersikap dewasa saat ini. "Pasti kamu mau minta sesuatu ya, putraku?" tanya Mavis. Odo tersenyum kecil dan balik menatap Ibunya itu, dan menjawab, "Bunda memang hebat, langsung tahu ya ...."
"Tentu saja, kamu 'kan anakku." Mavis mengelus kepala anaknya itu dengan lembut dan tersenyum kembali. "Jadi, kamu mau minta apa, Odo?" tanyanya.
"Aku ingin melakukan ekspedisi," jawab Odo langsung.
"Eh?" Mavis terkejut, begitu juga para pelayan yang ada di ruangan. Minda yang baru saja kembali ke barisan dua pelayan lain langsung menoleh dengan wajah kaget.
"Aku mau berburu monster dan mengumpulkan kristal sihir! Bunda, boleh aku pergi keluar dan berburu?" tanya kembali anak itu dengan santainya.
Mavis terdiam sesaat memahami perkataan anaknya itu yang sangat tiba-tiba. Fiola yang berdiri di belakang Tuannya memasang wajah sangat heran sampai-sampai alisnya terangkat. Julia yang berdiri di dekat pintu lekas berjalan menghampiri Odo, lalu meletakkan kedua telapak tangannya ke meja dan menengok wajah Odo dari sampai dengan tatapan penuh tajam. Begitu pula ketiga pelayan lain uang berada di ruangan, mereka sempat terbelalak mendengar anak yang umurnya belum genap sepuluh tahun itu meminta hal seperti berburu monster.
"Tuan Odo, kenapa sih mintanya aneh-aneh ?" bisik Julia. Sekilas menoleh dan tersenyum kecil ke arahnya, Odo hanya menatap ringan tanpa menjawab pertanyaan tersebut. Kembali melihat ke arah Ibunya, anak itu terlihat benar-benar menunggu jawaban.
Mavis menatap mata anaknya dengan tenang dan berusaha berbicara secara jelas padanya. "Odo ..., umur kamu baru akan sembilan tahun nanti saat musim semi tahun depan, bukan?" tanya Mavis.
"Ya, memang. Sekarang aku masih berumur delapan tahun, Bunda." Tatapan anak itu terlihat tidak goyah. Walaupun paham apa yang ingin disampaikan Mavis, tetapi Odo memilih untuk mengacuhkan maksud tersiat dalam perkataannya, lalu kembali bertanya, "Jadi, apa boleh aku keluar dan berburu monster?"
Mavis menghela napas panjang dan mulai pasrah dengan tingkah anaknya itu. Memegang kening dan sedikit menunduk, wajahnya terlihat cemas dengan masa depan anaknya tersebut saat melihatnya kekurangan akal sehat seperti itu. Berburu monster, perkataan itu sangatlah jarang digunakan dan mungkin tidak ada yang menggunakannya, karena pada dasarnya monster itu seharusnya dibasmi dan bukan diburu. Kebanyakan prajurit atau ksatria tidak akan memburu monster, mereka akan membunuh dan membasmi mereka. Kata memburu dan membasmi itu meski hampir mirip, tetapi sangat berbeda dalam beberapa poin. Dalam perbedaan itu, anak berambut hitam itu sama sekali tidak menyadarinya.
"Odo, kamu tahu ..., sekarang Ayah sedang keluar dengan pasukan dan bawahannya untuk ikut dengan rombongan yang mengantarkan bantuan ke kota dan desa yang sedang krisis, mungkin baru awal tahun nanti mereka kembali."
"Hmm, aku tahu .... Sebab itu aku meminta Bunda sekarang. Kalau ada Ayah, pasti nantinya dilarang ...."
"Anakku, kamu pikir Bunda akan mengizinkannya?"
Odo terdiam sesaat dengan wajah terbelalak mendengar hal tersebut. "Eh? Kemu benar-benar berpikir kalau Bunda akan mengizinkanmu?" tanya Mavis melihat ekspresi anak itu yang benar-benar terkejut.
"Ha-Habisnya ...."
"Kamu ini .... Lagi pula, memangnya mau apa berburu di musim dingin seperti ini? Salju baru turun lebat tadi malam, sekarang sedang dingin-dinginnya. Tidak lucu kalau kamu pulang dalam keadaan membeku, Odo."
"Ya ..., Bunda tahu kalau sekarang wilayah kekuasaan Ayah sedang menanggung utang sangat besar, 'kan? Aku ingin mencari kristal sihir dari monster dan menjualnya ...."
"Hmm, karena itu kamu bilang ingin berburu, ya ...." Mavis berpikir sejenak, alasan yang digunakan anak itu sangat logis dengan dalih membantu Ayahnya. Memang sebagai seorang Ibu, dirinya akan sangat cemas kalau membiarkan anaknya yang masih belum genap berumur sepuluh tahun pergi berburu sendirian di hutan pada musim dingin, tetapi mempertimbangkan kekuatan dan kemampuan Odo yang bisa mengalahkan Naga Hitam, sebenarnya rasa cemas itu memang tidak diperlukan.
"Odo ..., kamu sudah menyusun rencana untuk berburu, bukan?" tanya Mavis.
"Kurang lebih .... Rencana dan tujuan sudah ada. Sekarang yang diperlukan hanya anggota ekspedisi perburuan ...."
"Mau berapa lama kamu pergi?"
"Sekitar sebulan, dan kemungkinan kembali di minggu terakhir tahun ini ...."
Mavis kembali mempertimbangkan beberapa hal lain. Melihat ke arah Julia yang berdiri di sebelah Odo, perempuan berambut pirang itu mengangguk dan memutuskan sesuatu dalam benak.
"Baiklah ..., Bunda setuju. Tapi, ada syaratnya."
"Syarat?" Odo sedikit memiringkan kepalanya.
"Kamu kamu harus membawa Julia dan yang lainnya?"
"Kalau Mbak Julia, memang dari awal aku ingin mengajaknya. Tapi, yang lainnya itu siapa?"
"Para pelayan dan penjaga yang menyandang nama Shieal."
Sesaat Odo terkejut, dirinya tidak menyangka kalau Ibunya itu sampai mengajukan hal seperti itu sebagai syaratnya. "Kalau semuanya ikut, di sini tidak ada yang menjaga Bunda, dong .... Kalau ada apa-apa, bagaimana?" tanya Odo.
"Hmm, kalau begitu tinggalkan saja Linkaron, dan untuk penjaga bawa saja Gariadin. Tentu saja Fiola tidak ikut karena dia pelayan pribadi Bunda ...."
Odo terdiam sesaat memikirkan kedua nama yang disebutkan Ibunya itu. Gariadin dan Linkaron, kedua orang tersebut adalah penjaga yang menyandang nama Shieal dari delapan orang yang ada. Sampai sekarang, nama Shieal hanya dimiliki oleh depan orang yang terdiri dari lima pelayan di dalam Mansion, dua penjaga yang ada di sekitar halaman, dan satu prajurit yang selalu mendampingi Dart saat bepergian.
"Terima kasih, Bunda .... Kalau begitu, aku akan berangkat lusa nanti."
"Kalau begitu, Bunda akan suruh mereka menyiapkan perlengkapan ekspedisinya. Kalau soal kereta, mungkin kuda akan sulit berlari di tengah salju ..., jadi pakai Drake saja, ya? Bunda rasa masih ada satu di kandang ...."
[Catatan: Drake; Sejenis Naga, tetapi tidak memiliki sayap. Berkaki empat, punya ekor panjang, kulit keras, dan tingginya bisa tiga sampai empat meter, dan panjangnya kurang lebih sembilan sampai dua belas meter].
"Tidak masalah, Bunda!" jawabnya dengan ceria.
Odo menoleh melihat ke arah para pelayan lain yang berdiri di sudut ruangan. Dari semua pelayan yang ada di ruang yang sama dengan Odo, Selain Julia dan Fiola yang memiliki gelar Kepala Pelayan, ketiga pelayan yang berbaris di sudut ruangan juga menyandang nama Shieal. Dari kanan ke kiri, mereka berbaris Minda, Xua Lin, dan Imania.
Minda Shieal merupakan perempuan berambut hitam panjang yang sebelumnya menyerahkan syal kepada Odo, dari postur tubuh dan paras dialah yang terlihat paling dewasa dari dua pelayan lainnya. Minda murni ras manusia, dengan kornea mata berwarna kecokelatan dan rambut hitam pekat. Ia berasal dari Kerajaan Ungea, dan saat Perang Besar berakhir, dirinya yang masih berumur kurang dari lima tahun diadopsi Keluarga Luke sampai pada akhirnya menyandang nama Shieal sebagai pelayan Mansion.
Di samping kanan Minda, berdiri Demi-human dari ras manusia beruang. Perempuan yang memiliki telinga tebal dan berambut kecokelatan seperti beruang itu bernama Xua Lin Shieal, berasal dari Kekaisaran Urzia. Rambutnya pendek dan berwarna cokelat lebih sama pudar dengan telinga beruangnya, dan kornea matanya berwarna hijau seperti batu giok. Hampir sama dengan Minda, Xua Lin juga merupakan yatim piatu yang diadopsi Keluarga Luke setelah Perang Besar dan mendapat pendidikan sampai mendapat nama Shieal. Meskipun Ia terlihat lebih muda dari Minda, sebenarnya dirinyalah yang paling tua usianya jika dibanding dua pelayan lain.
Di samping kanan Xua Lin, terlihat perempuan yang lebih pendek dari kedua pelayan di sampingnya. Ia bernama Imania Shieal, perempuan berambut abu-abu pudar dan memiliki kornea mata berwarna biru terang. Ia berasal dari daerah sekitar perbatasan Kerajaan Felixia dan Kekaisaran, mata birunya menandakan kalau darah orang kerajaan Felixia mengalir dalam nadinya. Hampir sama dengan kedua pelayan lainnya, Imania juga merupakan yatim piatu yang diadopsi Keluarga Luke sejak kecil setelah masa Perang Besar dan pada akhirnya menyandang nama Shieal. Sedikit berbeda dengan kebanyakan orang, Imania menderita tunawicara dan bisa juga dikatakan bisu karena lehernya pernah tertebas pedang sampai pita suaranya rusak.
"Jadi Mbak Minda, Mbak Lin, dan Mbak Imania juga ikut, bukan?" tanya Odo seraya kembali menoleh ke arah Ibunya.
"Ya, tentu saja. Nanti Gariadin juga akan Bunda beritahu untuk ikut."
"Hmm, baiklah." Odo tersenyum manis layaknya anak kecil pada umumnya.
Melihat itu, Mavis merasa lega karena anak itu tidak pergi sendiri dan kabur seperti apa yang sering dilakukannya. Tetapi, pada saat itu mereka tidak tahu kalau sifat anak tersebut tidak berubah sama sekali dan kebiasaannya masih belum hilang. Pada hari yang sama, di saat orang-orang di dalam Mansion menyiapkan perlengkapan yang diajukan anak tersebut, Odo malah kabur ke Kota Pesisir tanpa diketahui semua orang.
««»»
Salju turun dengan perlahan ke permukaan, menutupi pepohonan, jalan, dan bangunan-bangunan yang ada. Di Kota Pesisir, pemandangan putih menyelimuti dan angin dingin berhembus cukup kencang. Saluran irigasi membeku, kolam-kolam penampungan air, dan juga laut. Kapal-kapal yang berlabuh di dermaga tak bisa dilayarkan dan terperangkap laut yang beku, begitu pula ikan-ikan yang berada di dalam air.
Pada jalanan utama di kota tersebut, hanya terlihat segelintir orang yang berjalan di luar dengan pakaian tebal mereka. Kebanyakan orang berada di dalam rumah dan bangunan, mengepulkan cerobong asap dan menghangatkan diri. Tanda-tanda aktivitas perekonomian benar-benar tidak terlihat di kota yang memiliki pelabuhan cukup besar itu. Para penjaga yang berjaga di pos gerbang masuk duduk dengan kedinginan, menyalakan lentera minyak sebagai penerang dalam suasana mendung dan menjadi penghangat ditengah dinginnya salju yang terus turun. Hanya dengan pakaian tebal dan lentera saja tidak bisa mengusir hawa dingin yang terasa sampai meresap ke tulang, terlihat jelas mereka menggigil.
Di luar tembok yang mengelilingi Kota Pesisir di bagian depannya. Terlihat seorang anak kecil berambut hitam yang mengendap-endap mencari jalan masuk. Berhasil menyusup keluar dari Mansion tanpa diketahui semua orang, Odo telah sampai luar tembok besar Kota Pesisir yang berjarak beberapa kilometer ke arah tenggara dari kediamannya. Mendarat setelah menggunakan sihir pelontar untuk sampai sebelumnya, anak itu langsung mengendap-endap dan menyusup melewati parit yang membeku tanah basahnya dan masuk ke dalam kota.
Meskipun dirinya hanya mengenakan jaket mantel saja sebagai penghangat, Ia sama sekali tidak merasa kedinginan berkat Sihir Khusus yang telah diterimanya dari Seliari. Hariq Iliah, kekuatan tersebut merupakan pengendalian api tingkat tinggi yang menyangkut panas, oksidasi, pembentukan api, pengendalian gas, dan molekul plasma, yang juga menyangkut cahaya, dengan kata lain kontrol tinggi terhadap api. Dengan menggunakan kekuatan tersebut, Odo meningkatkan suhu di sekitarnya untuk menghilangkan rasa dingin.
Berjalan menyusuri jalanan sendirian, anak itu sempat melihat-lihat isi kota yang telah didominasi warna putih salju. Dirinya tidak menyangka kalau turunnya salju dapat mengubah penampilan kota sampai seperti sekarang. Pepohonan yang tertutup salju, kolam penyimpanan air tawar yang membeku, suasana sunyi, bangunan-bangunan yang mengepulkan cerobong asap, serta langit abu-abu yang menurunkan salju, semua itu terasa asing bagi anak tersebut karena pada musim dingin selama hidupnya anak itu selalu berada di Mansion karena dirinya terbilang tidak suka dengan hawa dingin.
"Kalau salju turun ... ternyata seperti ini ya .... Suasananya berbeda. Agak tenang dan ... sedikit hening ...."
Berjalan menyusuri jalanan, akhirnya Odo sampai di daerah pelabuhan. Ia lekas pergi ke panti asuhan yang dulunya digunakan sebagai tempat peribadatan cabang. Berdiri di depan bangunan yang terlihat seperti gereja dengan unsur Gothic tersebut, anak berambut hitam itu terlihat sedikit enggan untuk masuk ke tempat tujuan dan tetap berdiri di luar pagar.
Mengingat kembali saat dirinya pergi tanpa pamit kepada yang lain dan hanya bilang kepada Siska, biarawati yang tinggal dan merawat anak-anak yatim di panti asuhan tersebut, Odo bertambah gelisah untuk masuk ke dalam. Ada beberapa hal yang membuatnya cemas, antara lain kabar tentangnya yang telah mengalahkan Naga Hitam pasti telah mereka dengar, dan karena itu kemungkinan identitasnya telah terbongkar oleh anak-anak lain di panti asuhan.
"Kalau tidak salah Nanra benci bangsawan ya .... Kalau dia telah mendengar kabar itu, pasti dia akan .... Sudahlah, lagi pula saat pergi ..., aku telah meninggalkan beberapa bahan makanan untuk mereka .... Tidak ada alasan untukku terus terlibat dengan mereka."
Odo mengurungkan niat untuk masuk. Tetapi saat dirinya berbalik dan hendak pergi, pintu panti asuhan terbuka dan terlihat keluar biarawati yang tinggal di tempat tersebut. Lantas Odo terdiam, menoleh ke arah perempuan berambut pirang yang keluar dari panti asuhan dengan tatapan heran. Begitu juga biarawati bernama Siska tersebut, Ia terkejut saat melihat pewaris Tuan Tanah daerah mereka bisa ada di luar sana di tengah hawa dingin yang ada sekarang.
"Ah ..., mau masuk, Tuan Odo?" tanya Siska dengan gugup. Terlihat jelas kalau memang cara pandang biarawati terhadap Odo berubah. Sadar akan hal itu, anak berambut hitam itu sangat paham kalau kabar tentang dirinya yang mengalahkan Naga Hitam benar-benar telah terdengar olehnya.
"Te-Terima kasih ...."