アプリをダウンロード
93.36% RE: Creator God / Chapter 352: CH.352 Berduka

章 352: CH.352 Berduka

Hanya butuh waktu sekitar 40 menit dari memulai membasmi monster-monster yang tidak bisa dibunuh oleh bom nuklir juga yang sudah masuk ke kota.

Jujur, tebakanku kali ini salah, tetapi aku cukup bersyukur kali ini aku salah. Awalnya aku mengira akan ada 80 persen lebih warga yang terbunuh.

Namun angkanya tertahan di 67 persen saja. Itu sudah termasuk sangat banyak, tetapi aku tidak bisa komplain karena situasi yang menyerang kami sangatlah tak terduga.

Oh ya, 40 menit yang kutakan juga termasuk dalam membunuh raja monster. Rupanya, begitu kawan perangnya diketahuinya terbunuh, sikap paniknya membuatnya menjadi lemah.

Dan dia hanya membutuhkan waktu kurang lebih sepuluh menit untuk dibunuh. Makanya, sering dikatakan untuk jangan panik saat perang atau kau akan terbunuh.

"Semuanya sudah berakhir…."

"Tidak, belum. Masih ada lagi yang kita harus lakukan."

"Huh? Masih ada? Apa masih ada monster yang tersisa?"

Bukan, itu bukan monster. Namun itu tidak jauh-jauh dari masalah monster, yaitu rasa kemanusiaan. Bagaimana mungkin aku tidak mendoakan seluruh jiwa yang sudah berjatuhan?

Mereka mati naas di mana harus dibunuh dalam ketakutan dan ketidakbedayaan. Semoga saja ketenangan melimpahi mereka setelah kematian.

Walau begitu, aku tidak yakin entah kemana jiwa mereka akan melayang. Dalam kasusku sih, hidupku tidak berakhir pada mati. Mungkin hidupku berakhir pada 'Kuroshin'.

Jujur, terkadang mendengar atau memikirkan namanya saja sudah membuatku merasa teragiasi. Pernah membuatku sempat heran, sebenarnya perasaan emosi dan dendam ini datang dari mana.

Memang kutahu bahwa Kuroshin dulu pada kenyataan yang paling awal yaitu aku bukan Kioku, dia membunuh mama dengan sengaja.

Namun dia tidak pernah bertindak lebih lanjut, setidaknya sampai dimulai sejak aku dan Jurai mengunjungi Gods Palace atau sebutan dari kayangan.

Setelah itu, baru masalah ini dan itu muncul secara perlahan-lahan, dan akhirnya terus beranjak sampai di titik ini.

Setiap kali aku pergi ke Gods Palace, pasti ada perubahan yang terjadi pada nasib hidupku. Mulai dari normal ke bermasalah, dan dari bermasalah menuju sangat bermasalah.

"Tentu saja tidak. Walau masih ada, palingan juga mereka tak akan menyerang. Toh pemimpin dan raja mereka sudah tumbang."

"Lalu apa?"

"Mendoakan seluruh jiwa yang sudah berguguran dalam pertarungan ini."

"Ahhh, kami paham. Yahh, itu memang suatu bagian dari yang harus kita lakukan selain mengembalikan tatanan dunia."

Benar juga. Sekarang ini tatanan dunia sudah hancur berantakan. Bahkan kota dan negara terbesar di Heresia sebelumnya sudah menyatu dengan tanah.

Semua sudah luluh lantak, hanya tersisa puing-puing sana-sini. Jika beruntung, setidaknya akan ada yang masih hidup di antara puing-puing itu.

Paling rendah tingkat kerusakannya hanya terjebak, tetapi yang parah mungkin sampai pada titik sekarat. Sebegitu besarnya memang dampak dari serangan para monster ini.

Yang beruntung, mereka hanya depresi saja. Namun yang terlebih parah akan punya kemungkinan untuk menjadi trauma keluar dari rumah bahkan kamar.

Situasi kondisi kali ini memang sudah terlebih parah. Tak ada yang tidak mendapat dampaknya. Oh ya, bahkan di kota tempat rumah dan perusahaanku berada, yang masih utuh hanya dua itu.

Rumah Shin juga masih terlindungi kok kalau kalian bertanya. Namun dia kelihatannya tidak mempedulikan itu lagi karena tak berharga selama rumahku ada.

Pula rumahku sudah cukup untuk menjadi tempat tinggal tiga keluarga walau pastinya satu kamar diisi oleh lebih dari satu jiwa.

Bahkan kamar mama sekarang menjadi kamar Feliha juga. Kamar Feliha diberikan pada anak-anak Shin dan Lala untuk menjadi tempat tinggal mereka.

Satu rumah ini terdiri dari dua kamar di lantai satu milikku juga Kiera dan mama serta Feliha, satu untuk Jurai dan Aeria, satu untuk Shin plus Lala, dan dua untuk anak-anak Shin dan Lala.

"Well, kita mau apalagi? Bagaimana pun, semua jiwa melayang pun karena kelalaian kita bukan? Jika kita tetap menahan mereka tidak jauh dari portal, masalahnya tidak besar."

"Kalau semisal memang itu terjadi, I wonder tak akan ada satu korban jiwa pun."

"Pastilah begitu, for sure."

Kalau memang bisa kami tahan saat itu, pastilah tidak akan ada yang meninggal. Palingan jatuhnya, kami yang akan merima kerusakan amat besar.

Namun itu bukan masalah jika memang bisa begitu. Kenyataannya berbeda, tidak bisa disesali dan dipungkiri lagi bukan?

Semua ini juga bisa dibilang karena keberadaanku, jadi kesalahanku murni. Memang sebenarnya bukan aku yang menyebabkannya, tetapi Kuroshin yang mengarahkan pandangannya padaku.

Setelah semua itu, dia menciptakan masalah beruntung yang tidak masuk akal tingkat kesulitannya. Kalau tidak aku menguras seluruh isi otak, tak mungkin berhasil.

Untung saja juga secara 'tidak sengaja' aku menyiapkan bom nuklir ciptaan perusahaanku. Kenapa tidak sengaja? Karena aku bahkan sebenarnya tak memprediksi ini.

Ingat prediksiku? Walau aku bilang jutaan, aku tak mengatakan sampai puluhan juta dan beberapa portal sekaligus. Kemungkinan besar dugaanku adalah satu atau dua juta saja.

Memang itu yang kuprediksi, tetapi ingat, persentase prediksiku tidak selalu seratus persen. Ingat saja selalu bahwa aku juga punya kemungkinan untuk salah kalkulasi.

Pula lawan kami adalah Kuroshin, yang mungkin seolah-olah dia 'membaca pikiranku' seperti layaknya Kiera maupun Feliha. Karena tahu rencanaku, dia mengacaukan segalanya.

"Kalau begini caranya, hanya ada satu cara yang paling cepat untuk menguburkan semuanya. Juga mengkremasinya. Toh kuyakin banyak yang meninggal dengan seluruh keluarganya. Membuatkan makan satu-satu itu mustahil."

"Thought that. Aku juga berpikir sama seperti itu. Hanya saja, memang kalau begitu, ingin menggunakan sihir skala super besar cara bagaimana?"

"Ckckck, terlalu meremehkan. Bukannya kita punya master sihir Shin dan master teknologi aku dan Jurai? Segalanya mungkin, bukan?"

"Tak perlu khawatir soal itu, no problem~."

Dan benar saja, kami bertiga merancang alat sihir yang mampu menggunakan dua sihir secara besar-besaran.

Dalam penguburan, tetaplah harus dikremasi terlebih dahulu, jadi tentu sihir api. Setelah itu baru semuanya dikubur dengan sihir tanah, selesai.

Memikirkannya di dalam benak itu kelihatan mudah, tetapi saat kami lakukan… ternyata lebih mudah!! Canda, canda, memang agak rumit, tetapi tidak sulit kok, walau tidak mudah juga.

Hanya saja, kami sudah pernah melalui banyak persoalan tentang menciptakan ini itu, jadi katakanlah yang seperti ini pun bukan jadi masalah dan terlihat mudah.

"Dengan ini semoga semuanya bisa meninggalkan hidupnya dengan damai. Yang kuharapkan mereka bisa tenang tidak sama sepertiku."

Kehidupanku terlalu merana, tetapi aku tidak tega untuk menyeret orang lain dalam masalahku walau biangnya adalah Kuroshin.

Itu kenapa setidaknya aku menghargai semua dari mereka karena pada saat terakhirnya pun, mereka tetap berusaha untuk hidup, hanya saja gagal.

Kegigihan seseorang yang dalam efek dari perbuatan onar Kuroshin sangatlah kuhargai, outmost respect. Tidak ada bandingan soal itu dari hal lain.

Pada hari yang sama, aku harus menguburkannya mereka langsung, atau tidak jiwa mereka akan meraung-raung karena kematiannya yang begitu menyedihkan.

Walau tidak ada hubungan darah apalagi kenal denganku, rasanya sedih melihat seluruh hidup sesamaku hilang dalam waktu hitungan jam.

Biar kuberi tahu kurang lebih detailnya karena sebelumnya belum sempat. Pertarungan dimulai dari siang hari jam dua, dan terus berlanjut bahkan sampai lebih dari dua belas jam.

Ujung-ujungnya memang aku tidak bisa mengubur mereka di hari yang sama, tetapi esok harinya pun tidak masalah, yang penting semuanya sudah dikubur.

Bersamaan dengan itu, reruntuhan kota juga kuratakan supaya jika ingin dibangun ulang, akan lebih mudah dibanding membongkar lagi.

"Semoga semua jiwa yang sudah terlepas bisa pergi dengan damai tanpa dendam."

"Jika ada kehidupan yang akan datang, biarlah hidup mereka terlepas dari segala mara bahaya yang mengancam. Juga jika tidak, buat mereka bisa pergi dengan tenang."

Masing-masing dari kami berdoa dengan isinya masing-masing. Namun satu hal yang pasti, kami mendoakan supaya jiwa-jiwa ini tidak menuntut balas dendam entah ke kami, atau yang lain.

Ini bukan semacam cerita horror di mana roh dan jiwa yang masih memiliki dendam akan terus muncul untuk menganggu, tetapi setidaknya untuk menghargai kami doakan.

Setelah berduka untuk lebih dari setengah populasi di dunia ini, kami kembali pulang dan mendapati semua masih aman yang ada di rumah.

Entah bagaimana, berakhir dari perang itu, semua manusia yang menggila juga kembali normal—yang masih hidup tentunya—walau sedikit mengalami tekanan mental.

"Papa… mama… kalian pulang juga…. Betapa Feliha merindukan papa dan mama sampai tidak bisa tidur tenang semalaman."

"Maafkan kami Feliha sudah membuat anak seimut Feliha sampai khawatir. Sebagai gantinya, bagaimana kalau ikut tidur dengan papa dan mama? Kami juga lelah."

"Bolehkah!? Yeaayy, sudah lama Feliha tidak tidur dengan papa dan mama, jadi tentu Feliha ingin."

Sebenarnya aku dan Kiera juga teman-temanku yang lain langsung ingin istirahat karena badan mereka sudah overlimit. Hanya saja aku tidak boleh membuat Feliha lebih khawatir, jadi ya… begitulah, sebaiknya kulakukan begini saja.

Toh tidur bersama Feliha bukan sesuatu yang buruk, aku merindukan di mana Feliha dan aku masih sering bercanda karena belum ada masalah yang menumpuk.

Jujur, dengan seluruh masalah bertekanan tinggi ini, yang bisa menjadi lampiasan melepaskan stress hanyalah Kiera dan Feliha.

Kalau mamanya bisa menenangkanku dengan kasih sayang juga cintanya, kalau Feliha dengan ceria dan gembiranya yang mampu membuatku tersenyum bahagia juga.

"Papa dan mama sudah bekerja keras, istirahatlah pa, ma, jangan pedulikan Feliha."

"Tidak apa-apa kok Feliha. Kamu juga harus tidur, Feliha semalaman tidak tidur itu bukan hal baik. Karena sekolahnya juga hancur, jadi Feliha bisa tidur lebih lama."

"Uhn, aku mengetahuinya kok mama."

Mungkin ini bukan saat terbaik dalam hidupku, tetapi aku bersyukur di mana keluargaku masih bisa merasakan bahagia walau badai masalah menghempas kami jauh ke antah-berantah.

Untuk itulah aku akan menjaganya dengan seluruh yang aku miliki, karena hanya merekalah yang menjadi paruhan jiwaku. Melindungi mereka, sama saja seperti melindungi diriku sendiri.

Pengalaman barusan mengajarkanku banyak hal, termasuk salah satunya tentang kehidupan. Satu, jangan sia-siakan hidupmu dan berbuatlah baik. Dua, berbahagialah selama kau bisa.


next chapter
Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C352
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン