アプリをダウンロード
3.71% RE: Creator God / Chapter 14: CH.14 Kebersamaan

章 14: CH.14 Kebersamaan

"Hei, sabar sedikit jalannya, aku tak bisa berjalan secepat dirimu."

"Kalau gitu tinggalkan aku sendirian, aku tak butuh dirimu di sini, aku bisa sendiri."

"Yare, yare, kalian kok ribut sendiri sih, papa kan sudah menyuruh supaya kita itu harus saling akur?"

"Cih, tak mau, lagipula kenapa kau juga ikut-ikutan cerewet sih, kan ini urusan kami berdua, jadi kau diam saja."

"Hah dasar kakak sukanya marah terus, sekali-sekali dong tenang sedikit gak usah pake emosi."

"Hasyiah, diam kau."

Semua anak-anak sedang berjalan ke arah pulau melayang karena beberapa dari mereka ingin beristirahat. Namun, yang terjadi adalah semuanya ikut-ikutan ke pulau melayang entah kenapa. Hmm, kelihatannya aku harus menamakan pulau itu secepatnya.

Yang pertama berbicara itu adalah Exalux, lalu disusul dengan balasan sewot dari Hellions, ditengahi oleh Lastia, sisanya kalian bisa tebak sendiri siapa. Kalau kalian tanya kenapa hanya mereka bertiga, kalian pasti paham sikap Reprice yang dingin dan sikap Amareth yang meledak-ledak, mana mungkin mereka tahan hanya mengikuti yang lainnya.

"Kalian jangan ribut sendiri, papa tau kalau kalian capek, tapi bukan berarti kalian bisa marah. Jangan jadi seperti Amareth yang nggak bisa mengontrol emosinya."

"Tuh kan aku udah bilang apa, dasar ngeyel."

"Udah tau dasar adik cerewet."

"Grrr, pengen kupukul kau??"

Memang sih mereka ribut, tapi itulah yang menjadikan saudara itu jadi dekat. Kalau kalian ingin tau rasanya, begitu saudara yang sering ribut itu berpisah jauh dalam waktu yang sangat lama, mereka pasti akan mereka kesepian. Kurang lebih begitu.

"Kalian mandi dulu dan istirahat dulu, nanti agak sorean kita makan malam, papa sendiri juga ingin istirahat lebih."

"Baiklah papa."

Akhirnya aku berpisah dengan mereka bertiga. Sekarang aku ingin tidur dulu, badanku benar-benar masih capek akibat terlalu lama di dunia alam bawah sadar bersama Ryuuou. Oh ya, ngomong-ngomong Ryuuou di mana ya, kok tidak ada suaranya sama sekali.

[Apa, kenapa kau memanggilku?]

"Eh, kok?"

[Bingung? Aku sedang berbicara dengan dirimu melalui otakmu sendiri.]

"Ohhh, menarik, tetapi ini bukan saatnya aku ingin mengobrol, aku ingin segera beristirahat, sampai jumpa."

[Sampai jumpa.]

Suara yang muncul di otakku sekejap menghilang entah ke mana. Namun biarlah, akhirnya aku bisa meletakkan badan diatas kasur yang membuatku tertidur nyaman

Merebahkan badan, memakai selimut, dan memeluk guling diakhiri dengan menutup nata serta mengatur pernafasan, aku akhirnya mengantuk dan terlelap tidur sangat dalam.

Fakta bahwa ada kemungkinan aku akan bangun terlalu sore atau malam bukanlah suatu pertanyaan lagi. Namun, walau aku bangun terlalu malam, tidak ada yang membangunkanku, jadi kuanggap mereka membiarkanku untuk beristirahat.

Mengenakan pakaian simpel habis mandi, aku langsung berjalan ke arah ruang makan. Tentu saja semuanya sudah ada di situ menunggu kedatangan diriku.

"Ohh, udah bangun darling?"

"Iya, maaf membuat kalian harus menunggu."

"Ohh, tidak apa kok papa."

Hmm, baru kali ini aku melihat ada yang mau menjawab perkataanku selain Lastia. Kurasa perempuan memang lebih menghargai daripada laki-laki.

"Ya sudah ayo kita makan dulu, pasti sudah pada lapar semua."

"Selamat makan."

Sembari aku makan dan menngobrol dengan yang lainnya. Aku memikirkan banyak hal di dalam pikiranku. Kalau ada yang bilang hal itu tidak wajar untuk bisa melakukan multi-tasking, aku membantah kebenaran fakta itu.

"Papa, besok aku dan Exalux ingin pergi berkeliling di kota bersama Lala juga, bolehkah?"

"Tentu, kenapa tidak."

"Ci, apakah pekerjaanmu tidak menumpuk di kantor? Pasti banyak dokumen yang membutuhkan tanda tangan dirimu."

Kurasa inilah yang sering terjadi, banyak pertanyaan sekaligus yang membuat otak penat berpikir mengikuti kecepatan yang lainnya. Semangat otakku, kau harus bisa, hahahaha.

"Tidak apa kok, sementara sekretarisku yang mengerjakannya untukku, jadi bagianku hanyalah menanadatangani dokumen-dokumen penting aja."

"Kalau bisa jangan terlalu membebankan orang lain darling, pekerja juga punya batas maksimal dalam bekerja."

"Baiklah nanti aku akan kerjakan."

Aku masih ingin menghabiskan waktuku dengan keluargaku. Kejadian seperti ini kapan lagi bisa terjadi, kita tidak tau kapan akan terjadi apa. Waktu yang sempit ini pun bisa menjadi memori yang menyenangkan jika kita mengisinya dengan tawa dan canda.

"Kalau begitu kenapa tidak kita pergi semua sekalian besok?"

Semua menghentikan pekerjaan mereka apapun itu. Semua pandangan diarahkan ke Exalux. Hmm, bener juga ya, kalau aku mengatakan ingin mengisi waktu dengan memori yang tak tergantikan, seharusnya aku melakukan yang bukan biasanya mengisi waktuku.

"Hoo, boleh juga Exalux. Bagaimana papa, mama? Apakah kalian setuju?"

"Hmm, mama sih tidak masalah, tetapi papa punya kerjaan banyak yang harus dikerjakan. Tidak mungkin kan semuanya diserahkan ke sekretarisnya."

"Yah... baiklah, apa boleh buat."

Ughh, wajah mereka seperti anjing yang imut yang meminta majikannya untuk memanjakannya. Tetapi apa boleh buat, kalau Marie yang sudah berkata begitu, aku mana bisa membantahnya.

"Kalian pergi dulu saja sendiri, ajaki mama juga sekalian, kakak-kakak kalian diajaki juga tuh."

Sambil mengusap kepala Lastia dan Exalux yang menunduk ke bawah, aku memberikan saran untuk mereka.

"Namun semuanya akan kurang kalau papa tidak ikut."

Arghh, matanya berkaca-kaca dan mukanya seperti memelas kepadaku. Tidak, tidak, aku harus tetap tahan.

"Sudah deh, mending kita selesaikan makan ini dulu, lalu kita nanti ngobrol sebentar di kamar kalian sampai kalian tertidur. Sudah lama bukan sejak papa meninggalkan kalian?"

Alih-alih membuat mereka melupakan tentang hal untuk pergi bersama besok, aku mengganti niatku menjadi memanjakan mereka. Seharusnya ini pekerjaan Marie atau Kiruwa, tetapi untuk malam ini biarkanlah aku yang menemani mereka.

"Mhmm, baiklah papa, Exalux setuju."

"Aku juga tidak masalah, aku ingin papa menemani kita sewaktu tidur."

"Baiklah, nanti papa akan ke kamar kalian."

Kurasa ini adalah keputusan yang baik. Dibandingkan dengan pergi bersama yang belum tentu kedapatan, kurasa ini sudah cukup menutupi kesalahanku menolak pendapat mereka.

Aku membuka pintu kamar yang ada di mansion saat semua pekerjaanku sudah selesai. Kamar siapa lagi selain kamar anak-anak perempuanku. Hahaha, kalau berbicara anak-anak, sebenarnya secara tampang fisik, aku dan anakku memiliki perawakan orang muda, jadi tidak terlihat perbedaan yang signifikan.

Berjalan ke arah kasur mereka, ternyata pakaian tidur mereka masih imut juga, aku rasa mereka benar-benar ingin dimanja olehku sekali-sekali.

"Papa, kemarilah!"

"Baiklah."

Sambil naik ke atas kasur, aku menempatkan diri di tengah-tengah mereka berdua, jadi di kiriku ada Exalux dan di kananku ada Lastia. Mata mereka berbinar-binar dan muka mereka menunjukan muka yang senang aku ada bersama dengan mereka.

"Baiklah, apa yang kalian inginkan dari papa? Papa sadar kalau kalian punya sesuatu yang harus dikatakan ke papa."

Seketika itu mereka langsung gelisah dan kelihatan bingung mau menjawab apa pertanyaanku itu. Kurasa menjadi lebih tua bukan berarti menjadi semakin dewasa. Dewasa itu dikatakan bahwa ketika hidupmu itu sepenuhnya bergantung pada dirimu sendiri, bukan keluarga.

"Umm, sebenernya Exalux ingin berkata sesuatu, tetapi itu sedikit memalukan."

"Papaakan menutup mulut papa untuk mendengarkan cerita Exa.

"Uhhh, baiklah... sebenarnya sewaktu mama mengatakan bahwa aku adalah anak dari papa dan seorang raja, aku begitu terkejut. Tentu saja aku senang bahwa hal itu terjadi. Namun bukan itu yang aku ingin ceritakan, sebenarnya... uhhh, aku terlalu malu untuk mengatakannya...."

Merasa sedikit aneh jika memaksa, jadi aku tidak mengatakan apa pun yang membuat Exalux menjadi canggung.

"Kalau Exa butuh waktu untuk mengatakannya tidak apa-apa kok, papa masih bisa menunggu."

"Ishh, dasar, jangan memaksa secara halus begitu dong papa."

Eh benarkah bahwa aku memaksa? Aku hanya berniat untuk memberi waktu ke Exalux untuk mengumpulkan keberanian mengatakan apa pun itu kepada diriku.

"Sebenarnya... aku ingin... di-dimanja...."

Suara Exalux terdengar samar-sama di telingaku. Biar kutebak, karena aku sudah terlalu lama meninggalkan mereka, mereka tidak pernah merasakan kasih sayang seorang papa. Wajar kalau mereka meminta hal yang seperti ini.

"Baiklah, papa mengerti, bagaimana dengan Lastia?"

"Aku tak punya permintaan khusus papa."

"Benarkah, apa pun boleh lho ini? Papa sedang ingin mengabulkan permintaan apa yang diinginkan oleh siapa pun. Namun, papa hanya memberikan perhatian khusus kepada kalian karena kalian hanya dua dari sekian orang yang papa beritahu tentang hal ini."

"Hah~ apa boleh buat, aku juga ingin kasih sayang papa, mau seperti apa pun itu, biarkan lah aku merasakan tawa yang orang lain alami ketika mereka bersama orang tua mereka."

"Baiklah, papa berjanji untuk menepati permintaan kalian. Memang kelihatannya simpel, tetapi melakukan seperti ini tanpa tersendat-sendat butuh waktu. Jadi kalian harus sabar."

"Mhmmh, tidak apa-apa kok, asalkan papa mau melakukannya untuk kami, kami pasti sudah senang, kami tidak butuh apa pun lagi, ya tidak Lastia?"

"Tentu, asalkan papa melakukannya dengan senang hati, yang artinya dengan tulus, Lastia sudah senang kok."

Aku sungguh diberkati dengan ada dua malaikat ini, kurasa mereka ada untuk membuatku tenang ditengah masalah yang begitu menumpuk. Aku tidak akan membuat mereka merasa bahwa mereka itu dicuekin orang tua mereka.

"Kalau begitu, sebagai permulaan, apakah kalian ingin papa menceritakan sesuatu untuk kalian sebagai cerita pengantar tidur?"

"Tentu!"

Mereka begitu mempunyai semangat yang tinggi seperti anak-anak. Walau begitu, aku tidak pernah mempermasalahkan hal yang seperti ini.

"Baiklah, akan papa ceritakan tentang masa lalu papa di Terra."

Kata demi kata keluar dari mulutku menjelaskan setiap kejadian yang bisa kuingat dalam memoriku. Bahkan tangis ikut menemani diri kami dan membimbing kami menuju cerita yang lebih menyedihkan, yaitu tentang diriku yang tersiksa setiap hari harus ke sekolah hujan-hujanan.

"Apakah kalian masih ingin lanjut?"

"Hoam~ mhm lanjutkan saja."

Aku bercerita begitu lama hingga mereka semua menjadi sangat mengantuk. Yang pasti, sedikit demi sedikit kelopak mata mereka berdua menutup. Lain cerita lagi, diriku juga cukup mengantuk.

"Baiklah, lanjut sebentar habis itu kalian pergi tidur lho ya."

"Mngh... baiklah...."

Dengan begitu ceritaku berlanjut sampai kepada kejadian bertemu dengan Blake, ya satu-satunya Blake, Shadow Blake. Namun, apa dayanya katup mata kedua anakku ini, mereka tertidur sekejap di dada kiri dan kananku. Kalau begini caranya pergi gimana dong.

Akhirnya aku memutuskan untuk tetap berada di kamar ini daripada aku membangunkan mereka berdua lagi. Katup mataku juga sudah terlalu berat untuk ditahan jadi daripada terjadi hal yang tidak kuinginkan, aku membiarkan diri tidur di kamar anakku.

"Selamat malam...."

Aku mulai menutup mataku ini menuju indahnya dunia mimpi. Namun sebelum aku kehilangan kesadaran, aku melihat ke arah luar pintu. Di situ ada figur 2 orang yang menunggu dan akhirnya masuk ke kamar Lastia dan Exalux. Mereka berdua mengecup kedua pipiku sebelum aku akhirnya tertidur pulas. Malam itu, aku bisa merasakan kebahagiaan yang tidak bisa digantikan oleh apa pun, kebersamaan.


next chapter
Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C14
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン