Salsha masuk ke kelasnya dengan santai, hari ini dia di jemput Aldi. Sayangnya Aldi mengatakan padanya jika ada barang yang tertinggal di rumahnya. Aldi membawa mobilnya cukup cepat mengantarkan Salsha agar dia tidak terlambat mengambil tugasnya karena lupa tidak di masukan ke tasnya.
"Lo beneran mau ambil buku?" Aldi menganggukan kepalanya cepat-cepat. "Iya, buku Sejarah gue ketinggalan. Sayang banget kalau enggak gue ambil hari ini karena gue udah ngerangkum hampir dua hari tiga malam dan gue enggak mau nilai gue ditulis KKM cuma gara-gara gue enggak ambil buku," Salsha menganggukan kepalanya percaya saja.
"Hati-hati di jalan," ucap Salsha akan keluar dari mobil Aldi. Sebelum keluar, Aldi mengelus puncak kepala Salsha sangat pelan sekali. "Jangan pikir macam-macam, gue benar-benar ambil buku sejara kok," Salsha menganggukan kepalanya tidak memperjelas lagi.
Salsha keluar dari mobil dan berjalan di koridor sekolahnya dengan malas. Senyumnya hilang hari ini, semuanya terasa sangat hambar dan sepi untuk hari ini. Tidak ada Iqbal, Aldi, ataupun Tania. Bastian juga tidak ada, Salsha rasa dia merasa hidupnya tidak ada warna dan rasa.
"Kenapa?" tanya Iqbal berjalan dari belakang menanyakan keadaan Salsha yang berjalan sendirian. "Dimana Aldi? Bukannya lo berangkat bareng dia tadi?" Salsha menganggukan kepalanya menjawab.
"Aldi ambil buku Sejarah," Iqbal menanggapinya dengan 'ooo' saja. "Semua tugas hari ini udah selesai?" Salsha menganggukan kepalanya lagi. "Gue ke kelas dulu," pamit Iqbal tiba-tiba dan langsung pergi menjauh meninggalkan Salsha berjalan sendirian. "Lo enggak ngajakin gue?" tanya Salsha cukup keras berteriak. Iqbal tidak mendengarnya, dan Salsha rasa Iqbal mendengar tapi tidak ingin meresponnya.
Salsha menghela nafasnya berat, dia berjalan menaiki tangga menuju kelasnya dengan tidak berekspresi senang sedikitpun. "Ah, sorry," ucap seseorang tidak sengaja menabrak Salsha di persimpangan jalan koridor. Salsha membantu seseorang tadi untuk bangun dan ikut mengambil beberapa bukunya.
"Lo enggak apa-apa? Maaf gue enggak lihat jalan tadi," ucap Salsha membuat perempuan tadi tersenyum tipis. "Gue juga salah karena enggak lihat-lihat, maaf," sambungnya membuat Salsha menganggukan kepalanya.
Dia berjalan santai menuju kelasnya, sayangnya perempuan yang ditabraknya terus-terusan mengikutinya. "Ada apa? Kenapa lo ikuti gue terus, apa ada masalah?" Perempuan tadi menggelengkan kepalanya.
"Gue harus ke kelas baru," Salsha menganggukan kepalanya paham sekarang. "Lo anak baru?" Kania menganggukan kepalanya. Salsha tersenyum dan menawarkan berjabat tangan dengan sopan. "Salsha," Kania mengangguk, dia menujukan name tag nya dengan tersenyum sangat manis.
"Gue rasa itu kelas gue," ucap Kania tiba-tiba membuyarkan perkenalan mereka. Salsha melepaskan tangannya dan melirik pada yang di tunjuk Kania.
"Itu kelas gue juga," Keduanya tersenyum sekarang. "Lo udah masuk? Gue cari lo kemana-mana tadi," Itu suara Iqbal yang baru saja menyusul Salsha dan Kania masuk. "Sorry, tadi gue juga kesasar cari kelas," Iqbal menghela nafasnya lega.
"Ayo, lo duduk samping gue," ucap Iqbal pada Kania sangat gantle, Salsha cukup terkejut mendengarnya. "Apa-apaan ini, itu tempat duduk gue," ucap Salsha melayangkan protes tidak terima.
"Hari ini hari pertama Kania masuk ke sekolah, lo bisa duduk di belakang dulu? Besok gue lo duduk samping gue lagi," Salsha berdecit kesal mendengarnya.
Dia berjalan ke kursi belakang dengan tidak banyak mengeluh, meletakan tas dan memainkan ponselnya untuk mengirimkan pesan.
'Apa ke rumah harus sampai limabelas menit sedangkan dari rumah gue ke sekolah yang jaraknya jauh aja cuma butuh waktu sepuluh menit?' Salsha mengirimkannya, dia terus menunggu jawaban dari Aldi. Hampir dua menit menunggu, Salsha tidak melihat tanda-tanda pesannya di baca.
"Sialan, apa yang dibilang buku Sejarah kalau ngambilnya aja bisa hampir setengah jam gini," keluh Salsha pada Aldi, dia sudah melihat semua kursinya terisi dan hanya ada dua kursi kosong di depan. Tempat duduk Aldi dan Tania.
Ada yang harus dipikirkan lebih jauh jika mereka sampai telat bersama. Bel masuk berbunyi, guru mulai masuk dan Salsha beanr-benar gelisah dan melihat ke semua arah menunggu kedatangan Aldi. Dia cemas sekarang.
Tok-tok tok-tok. Suara pintu diketuk cukup sopan. "Maaf kami terlambat," Mata Salsha melotot cukup terkejut saat Salsha berhasil mendengar Aldi dan Tania mengucapkannya bersamaan.
"Alasan apa yang kalian keluarkan sekarang?" tanya Guru Matematika sekarang, Salsha menggigit bibirnya cukup gugup mendengar alasannya.
"Maaf Pak, saya terlalu lama bersiap-siap," ucap Tania mendahului Aldi berbicara. "Maaf Pak, saya bangun terlalu siang tadi," Alasan mereka di terima dan di perbolehkan duduk di tempatnya masing-masing.
Iqbal melirik Salsha di belakang, dan sayangnya mereka tidak mendapat kontak mata untuk saling melihat. Kania memutar bola matanya malas. Tania tersenyum miring. Bukankah rencana pertama mereka berhasil sekarang?
Dalam pelajaran mereka masih fokus, sayangnya ada dua siswa-sisiwi yang masih tidak fokus dalam pemikirannya masing-masing cukup lama. Bell istirahat berbunyi, Guru keluar dengan cepat di ikuti Salsha pergi keluar kelas.
Aldi membuntutinya dari belakang. Tania cukup sulit menahan tawanya. "Kenapa Salsha lemah banget, apa type lo kaya dia?" tanya Kania sukses gagal menahan tawanya, Iqbal memutar bola matanya malas.
"Apa lo pikir ini lucu?" Tania menganggukan kepalanya. "Bodohnya Aldi yang hatus ngasih alasan se klasik itu demi jemput gue," Iqbal menghela nafasnya berat dan pergi keluar ke kelasnya. Tania menghentikannya dengan ucapan saja.
"Hey, lo yang minta rencana ini ada. Jangan gegabah cuma karena Salsha terpojokan karena Aldi. Dengan lo dekati Salsha percuma juga Kania ada di sini," Iqbal berdecit sebat mendengarnya. "Gue enggak akan banyak bicara sama Salsha," Kania menganggukan kepalanya. "Bagus, gunakan cara lo mempertegas diri lo sendiri di rencana ini, jangan membuatnya gagal atau hanya sekedar beralih rencana menjadi rencana B," Iqbal tidak mendengarnya, dia berjalan menjauh meninggalkan kelas yang hanya ada Kania dan Tania.
"Iqbal baperan," Tania menganggukan kepalanya satu pendapat dengan Tania. "Gimana apartemen yang Iqbal pinjamkan?" Kania tersenyum lebar. "Sangat memanjakan," jawab Kania dengan sedikit terkekeh. "Gue rasa gue harus mulai cari cara hidup gratis," Kania memberitahu kakaknya tentang sesuatu yang lain akan dia pilih setelah ini. Biarkan mereka saling berbicara satu sama lain.
"Apa lo marah?" Pertanyaan bodoh! Aldi menanyakannya dengan wajah sedikit takut, Salsha terkekeh mendengarnya. "Sama sekali enggak," jawab Salsha enteng.
"Ini bukan masalah marah atau enggak marah, gue bingung aja kenapa pacar gue bilang bangun kesiangan jelas-jelas tadi lo bilang mau ambil buku Sejarah dan lo udah jemput gue tadi," Aldi menggigit bibirnya gugup sekarang.
"Gue enggak berangkat bareng sama Tania," Salsha memutar bola matanya malas. "Apa gue nuduh lo berangkat bareng Tania di pembicaraan pertama?" Aldi mati kutu mendengarnya, Sial. Apa yang terjadi pada bibirnya.
"Gue bilang kenapa lo punya alasan bangun ke siangan jelas-jelas lo udah sampai ke sekolah bareng gue tadi? Apa susah bilang kalau lo telat ambil buku Sejarah yang ketinggalan di depan Guru?" tanya Salsha menekan Aldi untuk menjawab pertanyaannya dengan tegas.
"Aku lupa tadi," Salsha memutar bola matanya malas. "Al, apa lo jemput Tania tadi? Kenapa kalian bisa berangkat bareng, eh ralat. Kenapa kalian berdua bisa telat masuk ke kelas berdua? Apa dugaan gue benar?" Aldi menggelengkan kepalanya jika yang terjadi benar-benar bukan seperti yang dibayangkan Salsha.
"Gue ketemu Tania di parkiran," jawab Aldi membuat mata Salsha menyipit meneliti. "Gue harus percaya yang mana sekarang, hati, prasangka, atau omongan lo. Mana yang harus gue percaya?" Wajah Aldi mendatar saat Salsha bertanya padanya.
"Lo harus percaya sama gue, bukannya lo paacr gue? Percaya sama gue itu harus karena dihubungan kita harus saling percaya, kalau lo percaya sama prasangka lo sendiri, lo egois," Salsha berjalan menuju Kantin masih tidak berbicara sedikitpun.
"Gue benar-benar ambil buku tadi," Aldi menjelaskannya jika yang terjadi bukan sepeeti apa yang dipikirkan Salsha. "Gue percaya sama lo, bukankah lo yang minta kalau gue harus terus percaya sama lo walaupun diri gue sendiri yang menolak?" Aldi terdiam mendengarnya, dia mengelus puncak kepala Salsha.
"Ayo ke kantin, gue yang bayar buat seterusnya," ajak Aldi dengan suaara paling lembut dari sebelumnya. Keduanya sudah baik-baik saja sekarang.
Tania melirik adiknya di sebelahnya dengan menaikan alisnya bertanya. "Apa lo dijemput Aldi?" tanya Kania memastikan pertengaran Salsha dan Aldi adalah kebenaran.
"Iya, gue dijemput Aldi tadi,"
Aldi bohongin Salsha nih.