Bekerja paruh waktu yang dibarengi dengan kuliah memang cukup menyulitkan Lena. Gadis berusia dua puluh tahun itu harus pintar mengatur waktu antara kuliah dengan bekerja di toko minimarket milik tantenya ini. Semenjak kedua orang tuanya meninggal tahun lalu karena kecelakaan pesawat, Lena harus bisa bertahan hidup seorang diri. Beruntung, tantenya ini masih memberikan dia satu kamar kos yang lumayan untuk tempat tinggalnya.
Jadwal kuliahnya dimulai ketika pagi hari hingga siang, dan setelahnya Lena pasti langsung menuju minimarket untuk mengambil alih bagian kasir. Tentu saja, dia akan kembali jika dia juga sudah menyelesaikan semua tugasnya. Agar ketika dia sedang bekerja, Lena tidak memiliki beban tugas apapun dari kampus.
Waktu untuk memulai bekerjanya masih ada sekitar tiga puluh menit, Lena memilih berjalan dan menikmati udara segar sembari mendengarkan alunan musik dari ponselnya yang sudah dipasang earphone. Hari ini, kuliahnya sedikit lebih santai dari kemarin. Jarang sekali dia bisa mendapatkan waktu yang sebanyak ini. Dan hari ini, Lena akan mengunjungi taman sebentar, sembari membaca buku. Sayang, jika buku yang baru dia beli, tidak kunjung dibaca.
Memang belum sampai pada taman yang akan dia tuju, tapi Lena sudah tidak sabar untuk membaca bukunya. Saking seriusnya, dia sampai menabrak seseorang yang membuatnya terkejut sendiri. Bukunya juga sampai terjatuh, ketika tubuhnya terguncang.
"Oh, maafkan aku," ucap Lena yang menoleh ke arah belakang, dan mendapati seorang laki-laki yang sedang melihat ponselnya berada di tanah dengan posisi terbalik.
Laki-laki itu belum mengambil ponselnya sama sekali, justru dirinya malah menatap Lena dengan tatapan dingin. Bahkan, sudah terasa menusuk kedua bola mata Lena. Presensi yang tidak Lena ketahui namanya itu, melangkahkan kakinya satu langkah ke depan, membuat Lena juga mundur langkah ke belakang. Dan itu berlangsung beberapa meter, hingga akhirnya berhenti setelah tangan kanan Lena menahan dada laki-laki itu agar tidak semakin membuatnya berjalan mundur.
"Sampai layar ponselku pecah, kau harus menggantinya," ucap laki-laki itu dengan dingin.
Lena menengok ke arah ponsel yang masih berada di tanah itu. Dirinya sedikit melirik ke arah pemiliknya, sebelum akhirnya dia menghalau untuk mengambil ponsel itu. Sebenarnya pun dia juga merasa gugup jika saja layar ponsel ini akan pecah. Apalagi ponsel yang akan dia ambil ini harganya juga tidak main-main.
Menelan ludahnya kesusaha, akhirnya Lena memberanikan diri untuk mengangkat ponsel berwarna putih itu. Dan saat dia membalikkan ponselnya, seketika itu Lena memejamkan kedua matanya, lantaran layar dari ponsel itu memang pecah. Pun Lena bangkit dengan kedua tangan yang menggenggam benda pintar itu. Berjalan menghampiri sang pemilik yang sudah melipat kedua tangannya di dada.
"Eum," mendadak Lena merasa sangat gugup, dia tidak berani melihat laki-laki yang baru saja dia tabrak itu. "A-aku akan membayar biaya servisnya. Tapi, tidak bisa dalam satu waktu," ucapnya dengan tangan yang terulur untuk memberikan ponsel itu.
Tepat setelah mengatakan itu, Lena bergegas untuk pergi dari sana. Bahkan, niatan awalnya yang ingin membaca buku, dia batalkan dan memilih untuk langsung pergi menuju tempat kerjanya saja. Dia mendengar suara laki-laki itu yang memanggilnya. Namun, Lena sama sekali tidak mengindahkannya, karena dia juga sudah terlanjur merasa takut dengan laki-laki itu. Wajahnya saja terlihat menyeramkan begitu.
Karena dia juga terlalu sibuk berlari dan selalu menghadap belakang untuk memastikan orang itu tidak mengejarnya, Lena sampai tak sadar jika dirinya menabrak seseorang didepannya lagi. Ah, dia merasakan sesuatu yang panas mengenai pakaiannya.
"Aw," rintih Lena, saat dia merasakan terguyur minuman panas. "Astaga, bajuku!" kejutnya.
Sama halnya dengan seorang laki-laki yang juga merintih kepanasan saat bajunya juga tersiram minuman panas. Tangannya sudah bergerak untuk membersihkan bajunya sendiri. Tentu saja, wajah Lena terkena cipratan itu.
"Kenapa kau menabrakku?!" kesal Lena lebih dulu.
Laki-laki itu mendengus kesal lantaran gadis yang menabraknya ini justru malah marah dengannya. "Seharusnya, aku yang kesal. Karena kau menabrakku," kata laki-laki itu.
"Ah, kau benar," Lena menurunkan pandangannya dari manik laki-laki yang berdiri depannya ini. Dia mengulum bibir dan menyatukan jari tangannya.
"HEY!!"
Suara itu sangat tidak asing saat memasuki rungu Lena. Sekilas dirinya menoleh ke belakang dan mendapati laki-laki tadi kembali mengejarnya. Pun tanpa pikir panjang, Lena kembali berlari untuk menghindari laki-laki tadi.
"Aku akan transfer uangnya," ucap Lena pada laki-laki kedua yang dia tabrak.
Laki-laki yang baru saja ditinggal itu sempat ternganga saat Lena pergi begitu saja. Namun, itu tak berlangsung lama, saat laki-laki yang sedang dihindari oleh gadis itu berhenti berlari tepat didepannya. Nampak bagaimana ada raut wajah keterkejutan saat melihat temannya sendiri yang mengejar gadis tadi.
"Jay, kenapa kau mengejarnya?" tanyanya.
Laki-laki bernama Jay itu juga terkejut melihat temannya disana. Dengan nafas yang tersengal, ia menyibak rambutnya ke belakang sebelum menjawab pertanyaan temannya itu.
"Dia menabrakku, dan membuat ponselku pecah," jawab Jay sembari menunjukkan ponselnya pada temannya itu. Keduanya diam beberapa detik, Jay pun juga memperhatikan pakaian temannya yang terdapat noda berwarna coklat disana. Dirinya mencium aroma kopi dari jarak tiga puluh sentimeter. "Memangnya di kamarmu tidak terdapat parfum? Sampai kopi kau jadikan sebagai pengharum pakaian,"
Steve menarik pakaiannya sebentar guna melihat noda kopi yang ada di bajunya. Padahal, pakaian yang dia pakai saat ini berwarna kuning cerah, sudah pasti nodanya sangat terlihat. "Gadis itu menabrakku dan membuat kopiku tumpah," jawab Steve. Dia melihat ke arah Jay yang sedang menyeka keringatnya. Steve baru menyadari sesuatu, "Dia bilang, dia akan mentransfer uang. Bahkan, dia tidak meminta nomor rekeningku," tambahnya. Dia geram dan mengacak rambutnya.
Jay sempat melihat kearah gadis itu berlari. Sebenarnya masih sedikit terlihat perawakan tubuh gadis yang menabraknya tadi. Percuma jika Jay tetap memaksakan untuk mengejarnya, pasti gadis itu juga sudah berlari sangat jauh. Ditangan kanannya terdapat tanda pengenal gadis itu. Sebelum mengejarnya, Jay sempat melihat benda itu terjatuh dari tas milik gadis itu. Setidaknya, benda ini mempermudah dirinya dan juga Steve untuk mencarinya.
"Tenang saja, aku tahu dimana kita bisa menemuinya," ucap Jay sembari menatap lekat tanda pengenal yang ia bawa.
Pun akhirnya mereka berdua pergi meninggalkan tempat dimana mereka berdiri. Tentu saja tujuan mereka adalah gadis itu. Dua laki-laki tersebut harus mendapat apa yang seharusnya mereka dapatkan dari gadis yang sudah menabrak mereka. Bahkan, jika mereka harus berurusan dalam waktu yang lama.
Tolong beri banyak cinta untuk cerita ini, yaa ^^