Dalam perjalanan pulang, Febi terus memikirkan betapa hebatnya Ian sehingga ia bisa direkrut dini dalam sebuah tim advokat. “Apa dia akan berdiri di ruang sidang tar ya?” gumamnya kecil. Febi bermimpi untuk menjadi seorang pengacara. Masuk fakultas hukum adalah langkah menuju terwujudnya impiannya itu. Di satu sisi, gadis itu begitu kagum pada Ian, tapi di sisi lain, ia merasa takut dengan pria itu. Tiba-tiba…
Krrk! Suara itu lagi. Ini bahkan belum gelap. Hari masih terang. Febi mencoba melakukan gerakan tiba-tiba dengan membalikkan tubuhnya ke belakang. Kali ini ia berhasil melihat sekelebat bayangan. Pandangan matanya dilemparnya jauh hingga ke ujung jalan sempit itu. Di ujung gang yang keluar ke jalan besar, dilihatnya hidung sebuah mobil jenis sport yang agak tinggi besar dan berwarna putih menyembul dari balik tembok-tembok yang membatasi gang tersebut dengan tanah kosong di sebelahnya. Tidak biasanya ada mobil diparkir di tempat itu. Febi berjalan balik untuk memeriksa sekelebat bayangan yang ia lihat tadi. Tapi tidak ada apa-apa di sana. Dengan rasa kuatir dan penasaran, ia memutuskan untuk cepat balik ke kost dan belajar di kamarnya.
Berita direkrutnya Ian ke dalam tim advokat Pak Yahya menjadi dorongan besar bagi Febi untuk berusaha mendapatkan prestasi akademis yang cemerlang. Ditambah lagi dengan kebutuhannya untuk mempertahankan beasiswa dan banyaknya SKS yang ia ambil semester ini membuatnya menjadi orang paling sibuk se-Indonesia. Untuk mewujudkan impiannya itu, Febi berusaha sangat keras. Setiap hari ia terlihat duduk di perpus untuk belajar dan meminjam buku-buku di sana. Walaupun di semester ini ia harus sekelas dengan Robi dan Ian, tapi itu tidak membuat semangatnya jatuh. Febi terus fokus pada kegiatan akademisnya.
Sementara itu Rendy, teman dekat Ian terlihat semakin serius mendekati Jennifer. “Jenn!” sapa Rendy dari jauh kepada Jennifer ketika Febi sedang berbincang-bincang dengan Jennifer.
Febi menoleh melihat Rendy dan ia merasa harus memberi tempat pada Rendy untuk bisa berbincang berdua dengan Jennifer. “Kak Rendy sepertinya serius pedekatenya Jen. Coba kenal dia dulu lah,” nasehat Febi pada sahabat cantiknya itu. “Aku masuk kelas dulu ya…mau kumpulin tugas,” sambung Febi langsung ngacir dengan cepat tanpa meminta persetujuan Jennifer. “Hai Jenn,” sapa Rendy lagi di depan Jennifer. Seperti biasa Jennifer tidak membalas apa-apa karena ia takut memberi harapan pada pria yang menyukainya.
“Habis ini ada kelas?” tanya Rendy basa-basi karena canggung melihat reaksi Jennifer yang selalu dingin terhadapnya.
“Gak ada, kenapa?” Akhirnya Jennifer mulai menjawab pertanyaan Rendy.
Mendengar jawaban Jennifer yang walaupun terdengar kasar itu Rendy tersenyum seperti ada bongkahan es diatas kepalanya yang meleleh disiram air hangat. “Kok Febi ada jadwal kelas sekarang? Kalian seangkatan kan?”
“Iya dia mah ikut kelas psikopat, pesertanya orang-orang psikopat.”
Rendy membulatkan matanya terkejut mendengar istilah psikopat yang keluar dari mulut Jennifer. “Siapa psikopat?” tanya Rendy polos.
“Temenlu dan satu lagi Robi yang berfantasi kalo Febi itu pacarnya,” jawab Jennifer.
Air muka Rendy berubah sedih mendengar celetukan Jennifer. Dan hal itu membuat Jennifer jadi merasa tidak enak.
“Mmmm, kalian sedekat itu ya?” tanya Jennifer kali ini lebih berhati-hati dengan kalimatnya. Rendy sejenak menghela nafasnya, seperti menyimpan sesuatu, ia menjawab, “dia memang terlihat dingin atau anti sosial, tapi sebenarnya dia sangat perhatian sama orang lain lo.” Jennifer seakan tak percaya bahwa pria dengan tatapan dingin itu perhatian sama orang lain. Tapi Rendy adalah sumber yang bisa dipercaya karena dia bukan orang yang slengekan yang suka menggoda para mahasiswi tingkat 1 yang berpenampilan menarik. “Waktu SMA sempet ada kasus cewek yang terkunci di gudang penuh asap sampe cewek itu pingsan. …” lanjut pria tinggi berkaki panjang itu.
Masa SMA Ian: Flash back On
Dina, teman sekelas Ian dan Rendy terbangun dari pingsannya. Guru-guru dan beberapa teman yang lain sedang menunggu di ruang kesehatan, di samping tempat tidur Dina.
“Dina, kenapa kamu bisa sampe ada di gudang?” tanya seorang guru.
Dina masih merasa pusing. Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 5 sore. Kemudian wajahnya terlihat begitu kesal. “Ini kerjaan Ian!” katanya dengan nada tinggi dan marah. “Ian yang suruh aku ke gudang untuk ambil peralatan dekor dan dia sengaja supaya aku pingsan di sana!” tambahnya lagi membuat guru-guru semakin kaget dan seakan tak percaya.
“Ian apa benar yang Dina ceritakan?” tanya seorang guru keesokan harinya ketika memanggil Ian ke kantornya. Tapi Ian tidak menjawab apapun. Wajahnya dingin dan tidak ada rasa kuatir ataupun rasa takut ketika ia dituduh melakukan perbuatan seperti itu. Guru tersebut tidak berhasil mendapatkan pengakuan apapun dari Ian. Mulut pria itu terkunci rapat dan matanya terus menembakkan tatapan dingin yang membuat orang merinding.
Suatu kali di bubungan atap gedung sekolah, Rendy berbicara pada Ian, “gua tau lu sengaja kurung Dina di gudang. Dia bisa mati kalo gak ada orang yang tau dia disana bro! Lu bisa dituduh percobaan pembunuhan tau gak!” Rendy membulatkan matanya dan begitu emosi melihat Ian yang datar dan tidak menunjukkan penyesalan.
“Dia gak akan mati kok,” ucapnya tenang tanpa melihat ke arah Rendy. Akhirnya Ian membuka mulutnya.
Tapi kalimat yang keluar dari mulut Ian itu membuat Rendy semakin kesal. Ian melanjutkan, “karena ketika ada asap, alarm akan berbunyi dan orang-orang pasti ribut cari sumber asap. Lagian, aku yang kasih tau satpam kalo ada orang terkunci di gudang,” jelas Ian dengan tenang sudah memikirkan dengan matang rencananya. Tapi penjelasan Ian ini membuat Rendy terperangah seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. Rendy juga hampir tak percaya bahwa Ian yang tidak pernah mau berbicara dengan orang lain itu mau membuka dirinya kepada Rendy. Apa yang diucapkan Ian barusan adalah kalimat-kalimat yang jujur mengenai apa yang ia lakukan. “Aku cuma butuh dia tertunda agar tidak pergi ke audisi model yang harusnya dia ikuti,” lanjut Ian lagi membuat Rendy semakin penasaran apa yang terjadi. Semua teman-teman di kelas memang tahu bahwa Dina sedang berusaha masuk ke dalam dunia model untuk mendapatkan uang tambahan karena ekonomi keluarganya yang sangat minim. Lalu Ian tidak berkata apa-apa lagi tentang kasus Dina.
Masa SMA Ian: Flash back Off
“Trus apa?” Jennifer jadi makin emosi mendengar cerita Rendy. Karena cerita itu justru mengkonfirmasi bahwa Ian adalah seorang psikopat. “Aku coba cari tahu tentang agency model yang temen kami mau ikuti itu,” sambung Rendy mengenang masa lalunya. “Ternyata agency itu ditutup karena dicurigai terlibat human trafficking.” Jennifer langsung mengangakan mulutnya seakan-akan rahangnya mau copot mendengar kata ‘human trafficking’.