Typo belum di perbaiki
Part belum di revisi.
Happy reading.
***
Tubuh Ellina terkunci rapat dengan kekangan tenaga yang kuat. Ciuman panas yang ia coba hindari semakin intens. Hal itu membuatnya sangat takut dengan bayangan masa lalu dan kejadian buruk satu tahun lalu. Parahnya, kini tubuhnya seakan tak merespon apapun hingga batas dasar hingga di ujung kedua matanya mengalir bulir bening yang tak dapat di tahan.
Kau kotor dan menjijikkan!
Itu adalah ingatan dari kata-kata Kenzie tujuh tahun lalu di kehidupan sebelumnya.
Kau kotor dan menjijikkan!
Dan itu adalah ingatan dari pria yang tak ia kenali dari kejadian satu tahun lalu.
Dua kata itu terus berputar di kepalanya. Traumanya yang telah terpendam seakan bangkit dan menguasainya. Tubuhnya bergetar hebat dengan deraian air mata yang tak tertahan. Tubuhnya seakan melemah meski ia berusaha untuk melawan. Dan akhirnya ia sama sekali tak tergerak di bawah himpitan tubuh Kenzie yang kuat, ia hanya bisa pasrah saat ciuman itu semakin dalam dengan gerakan tangan Kenzie yang liar.
Kenzie yang tengah emosi dengan pergolakan hatinya yang panas, hanya menuruti nalurinya sebagai lelaki. Ia tak melihat perubahan di tubuh Ellina. Hingga ia terus memaksa dengan tenaganya yang kuat. Ciuman itu terasa memabukkan untuknya. Dan entah sejak kapan, ia tak menyadari bahwa pengendalian dirinya akan sekacau ini. Ia tak menyadari bahwa dirinya telah melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Merasa terluka atas penolakan, minatnya, amarahnya, dan seluruh perasaan yang membuat hatinya terambang ambing, menekan seluruh pengendalian diri terbaik yang pernah ia lakukan selama ini. Dan semua hancur hanya dengan satu kata dari bibir tipis gadis cantik di bawah tubuhnya.
Saat tangannya mulai merobek baju depan Ellina, ia tak lagi memperhatikan keadaan sekitarnya. Ia hanya marah, kenapa dengan dirinya yang memiliki segalanya namun gadis yang ini sama sekali tak tertarik padanya. Tak peduli apapun, gadis ini selalu menolak kehadiran dan selalu berusaha menjauhinya. Terlihat sangat ketakutan namun di satu sisi sangat manis pada seluruh pria yang mendekatinya. Apakah itu lelucon baginya? Apakah mempermainkannya merupakan hal yang menyenangkan untuknya? Kenapa hanya dirinya yang tak di inginkan? Sedangkan ia telah memilihnya dari sekian gadis yang menginginkan dirinya!
"Aku tak menginginkan apapun darimu!"
Lagi-lagi kata-kata itu terulang di benaknya. Membuat amarahnya memuncak dan meledak. Hingga ia tak sadar dengan hal apapun yang terjadi di sekitarnya. Saat ciumannya baru turun ke leher mulus Ellina, sebuah ketukan di kaca mobilnya yang terlihat sangat tergesa menghentikan aktivitasnya. Ia mendongak dan menatap sebuah wajah yang membuat ekspresinya kian dingin. Dengan amarah yang masih menguasai, ia membuka pintu mobilnya dan segera turun. Namun,
Bang!
Sebuah kepalan tangan menghantam pipinya kuat. Ia tersungkur pelan dengan rasa sakit yang berdenyut ringan.
"Keparat! Apa yang kau lakukan padanya!"
Sebelum Kenzie sempat bereaksi, sebuah terjangan kaki yang kuat mendarat di perut ratanya. Lalu tinju yang berulang-ulang menghantam pipinya secara teratur dan bergantian. Membuat tubuhnya lemas dan terbatuk pelan. Ia tak sempat membalas, dari nada dan pukulan yang ia terima, ia bisa melihat amarah yang membara di mata pria asing di depannya.
"Jika sesuatu yang buruk terjadi padanya, aku akan menuntutmu hingga ke ujung neraka!"
Sebuah ancaman yang di akhiri dengan sebuah ludahan kasar di samping tubuhnya membuatnya tersenyum tipis. Ia mencoba bangkit dan menatap jelas pria yang telah memukulnya. Melihat dengan teliti saat pria itu membuka kemeja yang ia pakai dan menutupi tubuh depan Ellina dengan cepat. Ia sama sekali tak mempedulikan tubuhnya yang bertelanjang dada karena tak memakai apapun. Dengan gerakan ringan dan tatapan permusuhan yang kuat, pria itu menggendong tubuh Ellina yang tak bergerak di depan tubuhnya.
"Letakkan dia! Jangan menyentuhnya!" peringat Kenzie tak suka saat pria itu mulai bergerak membawa Ellina.
"Jangan menyentuhnya!" teriaknya kalap dengan mengejar dan menarik pundak pria itu kasar setelah tubuh Ellina sukses duduk di sebuah mobil sport merah.
"Kau bajingan!" teriak pria itu saat sebuah pukulan mendarat di pipinya. Ia sempat terhuyung kebelakang namun dengan sigap menerjangkan tendangan saat Kenzie datang dengan cepat.
Tubuh Kenzie mundur dan kini sebuah pukulan mendarat di perutnya. Membuatnya tersungkur karena telah menerima banyak pukulan di tubuhnya. Ia menatap pria yang telah memukulnya dengan sangat jelas. Pandangan tak suka jelas tertuju padanya saat pria itu memasuki sebuah mobil Lamborghini Veneno merah yang mulai melaju meninggalkannya.
Kenzie mengamuk! Ia menendang mobilnya sendiri dan mulai melaju meninggalkan tempat tersebut. Dengan seluruh emosi dan kekalahan yang tak ia terima, ia dengan cepat mengambil handphonenya dan menghubungi Lander.
"Urus pria yang telah memukulku hari ini dan pantau kemanapun mobil Lamborghini Veneno merah yang ia miliki!"
Lambhorgini Veneno merah itu melaju cepat meninggalkan kawasan tepi pantai. Tubuh Ellina tak sadarkan diri dengan keringat dingin bercucuran. Demi Tuhan, Ethan mengumpat kasar saat melihat mata Ellina yang tak terbuka sama sekali. Ia melihat sudut bibir Ellina yang terluka dan bibir tipis itu memerah karena membengkak. Demi apapun, ia lebih suka melihat gadis ini tersenyum manja bagai iblis yang sangat mirip dengan bos besarnya dari pada tergeletak tak sadarkan diri.
Menoleh pelan, ia melihat bekas kecupan merah di leher gadis tersebut. Kulitnya yang putih dan halus membuat warna merah itu terlihat mencolok. Dalam pakaian yang telah sobek, gaun Ellina terlihat mengenaskan meski kemeja putih milik Ethan telah membungkus tubuhnya. Meski tak sadarkan diri, Ethan dapat melihat wajah cantik itu dengan mata tertutup tenang. Tak bergerak kecuali kerutan mata yang kadang mendalam dengan keringat dingin yang terus bercucuran.
Dalam keadaan kacau, Lambhorgini Veneno merah itu melaju menuju rumah sakit terdekat. Ethan dengan sigap menggendong tubuh Ellina saat memasuki kawasan rumah sakit. Hingga beberapa perawat dan seorang dokter datang menangani. Napasnya tak juga lega, ia dengan cepat menghidupkan Handphonenya lalu menghubungi seseorang.
"B-bos," ujarnya memburu saat telepon di seberang sana tersambung. "Ini darurat,"
"Ethan, Ini aku. Tuan Muda tengah bertemu dengan rekan bisnis,"
"Zaccheo, ini dirimu? Ini buruk! Sesuatu terjadi pada Ellina."
Hening sesaat. Sebelum suara gelisah kemudian terdengar di seberang sana.
"Apa yang kau katakan. Katakan dengan jelas,"
Menghela napas, Ethan mencoba tenang.
"Sebelumnya aku mendapat pesan, bahwa Ellina ingin mobilnya. Namun saat aku menuju lokasi yang dia sebutkan, dia berada dalam sebuah mobil dan keadaannya kacau!"
"Kacau? Sekacau apa?"
"Ia tak sadarkan diri. Dan hampir di perkosa!"
"Apa kau bilang? Apa kau serius?"
"Aku berada di rumah sakit A sekarang."
"Baiklah, kau harus menjaganya. Tidak, kau tak boleh meninggalkannya sedetikpun. Sampau seorang dokter keluarga E. V. datang menjemput kalian."
"Baiklah,"
Ethan menutup teleponnya dan menunggu risau di luar ruangan. Ia meremas kepalanya kasar dengan jantung bergemuruh. Ini akhir baginya jika sesuatu yang buruk terjadi pada Ellina. Ia sangat tahu bagiamana Bos besarnya memperlakukan Ellina. Dan jika semua ini karena kelalaiannya maka ramat sudah riwayatnya.
Lima belas menit berlalu, tiba-tiba seorang pria dengan pakaian dokter dan dua perawat datang menghampirinya.
"Tuan Ethan?"
"Saya," jawab Ethan cepat. Ia maju dan menghampiri dokter tersebut.
"Dimana Nona Ellina? Kita harus bergegas."
"Kemana?"
"Maple Villa," jawab dua perawat yang berada di belakang sang Dokter.
Ethan hanya tertegun saat dokter dah dua perawat tersebut masuk dalam ruangan yang tengah tertutup. Ia mengikuti dan terdiam saat terjadi sedikit kericuhan karena dokter tersebut ingin membawa Ellina pergi. Hingga Ethan hanya bisa menurut saat tubuh Ellina telah di pindahkan dalam mobil ambulans dan langsung menuju Maple Villa.
Sedangkan di Inggris, tepatnya di kota Y, Zacheo tengah mondar mandir dengan perasaan kacau. Ia baru saja menghubungi dokter keluarga E. V. yang biasa menangani Ellina. Dengan perasaan yang tak dapat di tentukan, ia berkali-kali menatap pintu ruangan yang tertutup. Berharap pintu itu terbuka cepat.
Ia berani bersumpah, jika Ernest tahu keadaan terbaru Ellina, maka rapat di dalam sana tak akan berjalan lancar. Sebagai sekretaris, Zacheo lebih memilih bungkam tapi bergerak dalam diam. Ia tak bisa membiarkan kesepakatan besar ini lewat begitu saja. Hingga akhirnya pintu ruangan itu terbuka. Ia bernapas lega saat melihat Ernest bersalaman hangat dengan mitra bisnisnya. Namun masih ada beberapa urusan yang tak dapat di selesaikan dalam waktu sehari ini. Hingga akhirnya ia memilih menyimpan kabar Ellina untuk beberapa hari kedepan agar Tuannya fokus pada perjalanan bisnis kali ini.
Meski ia tahu, nyawanya tengah di gadaikan, Zacheo hanya bernapas sedih. Ia sangat yakin, amarah Ernest pasti tak akan terkendali jika tahu Ellina terluka. Dan semua rencana akan gagal hingga akhirnya E. V. Company tak akan mendapatkan proyek besar. Namun kali ini, ia harus bersikap bijaksana. Ia tak akan menghancurkan peluang besar ini meski Ellina sama pentingnya untuk bos besarnya.