アプリをダウンロード
87.5% Nier / Chapter 14: Sahabat

章 14: Sahabat

Nier sudah menjadi sosok yang populer di Greenwood Forest. Kedatangannya tak lagi dibatasi, bahkan seringkali ketika hendak pulang ke rumah, banyak warga yang menahannya— hanya untuk sekedar berbincang atau meminta torehan jarinya pada kertas. Hal itu terjadi sudah beberapa hari, semenjak ia dinobatkan sebagai seorang pahlawan.

Namun hatinya tak jua beranjak dari rasa hampa. Ia kehilangan saat-saat bersama Hob dan Fikk, yang selalu menghindar ketika melihatnya.

Saat itu hari sudah larut. Bintang-bintang seolah mengerling, berusaha menghibur Nier yang tampak lesu memandangnya.

"Tersenyumlah, Nier. Bukankah kamu sekarang seorang pahlawan?!" gumamnya, berusaha menghibur diri.

Berkali-kali ia menghela napas, sambil menatap langit-langit. Teman, ya teman. Sehebat apa pun dirinya, sepopuler apa pun ia sekarang, tanpa teman rasanya seperti Bunga Marygold.

"Nier."

Nier terhenyak, manakala mendengar seseorang memanggilnya. Ia pun menoleh, dan melihat dua orang yang tak pernah diduga akan menyapanya.

"Kalian ..."

"Kami menemuimu untuk mengucapkan terima kasih, sekaligus meminta maaf atas perlakuan buruk kami selama ini," ucap orang tersebut, yang ternyata adalah Erol yang datang bersama Fur.

Fur mengangguk, lantas bicara, "Kejadian itu memberi pelajaran berharga pada kami agar tidak berlaku buruk pada siapa pun."

Nier termangu selama beberapa saat, mencerna kata-kata yang terdengar ajaib di telinganya. "Lupakan saja yang sudah berlalu," tukas Nier, seraya tersenyum.

"Kalau begitu, bisakah kita berteman mulai sekarang?" tanya Erol.

"Tidak. Aku tidak ingin berteman dengan kalian." Jawaban Nier membuat keduanya kecewa. Namun Nier kembali melanjutkan, "Tapi aku ingin bersahabat dengan kalian," ucap Nier, lantas memeluk Erol dan Fur dengan erat.

"Terimakasih, Nier." Fur pun menyambut pelukan hangat Nier, seraya mengusap-usap punggungnya.

Nier merasa terenyuh dengan kejadian itu. Air mata pun mengalir di kedua pipinya.

"Kenapa menangis?" tanya Erol, tampak bingung.

"Inilah yang kuinginkan semenjak dulu. Tidak enak rasanya hidup tanpa teman."

"Tapi setidaknya, kamu memiliki Hob dan Fikk," ujar Erol.

"Dulu ... karena kini mereka menjauhiku," jawab Nier lirih, lantas menangis sesenggukan.

Erol dan Fur saling bertukar pandang. Mereka dapat merasakan rasa perih di hati sahabat baru mereka.

"Kami akan membantumu. Dengarkan rencanaku ..." tukas Erol menjelaskan rencananya pada Fur dan Nier.

Malam hari yang cemerlang itu berlalu dengan luka dan suka bagi Nier. Tapi rencana Erol sedikit mengeliminasi luka Nier.

Hingga keesokan harinya, di dekat alun-alun. Dua sosok yang dirindukan Nier sedang berjalan beriringan di antara keramaian.

"Fikk, kamu tidak menceritakan pada siapa pun, kejadian di dalam hutan ketika kita melihat ratusan cacing itu, kan?"

"Tentu tidak Hob. Kalau sampai kita ketahuan pergi terlalu jauh ke dalam hutan, entah semurka apa kedua orang tuaku," jawab Fikk.

"Memang sebaiknya kita simpan sendiri cerita itu. Kecuali jika Nier—"

"Nier? Beberapa hari belakangan kamu selalu menyebutnya. Apa kamu rindu dengan Nier?" tanya Fikk, menerka benak sahabatnya.

"Iya, aku merindukannya. Apalagi aku merasa bersalah, karena menjauhinya tanpa mau mendengar alasannya terlebih dahulu. Kalau kamu?"

Fikk terdiam sejenak dengan raut wajah sedih. "Tidak."

Hob dan Fur berjalan menjauhi keramaian, menuju sungai— tempat mereka biasa bermain belakangan ini.

Saat mereka sudah berada dekat dengan tempat tujuan, terdengar suara beberapa orang sedang menghardik dengan kasar.

"Jangan merasa sudah menjadi pahlawan, lantas kamu pikir kami takut padamu, Nier!"

"Rasakan ini!"

Hob dan Fikk saling bertukar pandang. Kecemasan pun menyeruak. Tanpa berpikir panjang, keduanya berlari menuju asal suara tersebut.

Begitu tiba di sana, mereka melihat Nier sedang menjadi bulan-bulanan Erol dan teman-temannya.

Melihat hal itu, darah keduanya pun menggelegak. Belum pernah rasanya mereka semarah ini, apalagi mengingat jasa Nier pada Erol dan teman-temannya yang seolah tak berharga bagi mereka.

"Kalian sungguh tidak tahu balas budi!" bentak Hob, marah.

"Nier, kenapa kamu tidak melawan?" geram Fikk.

"Melawan Putra Mahkota? Nyalinya terlalu kecil untuk itu!" Fur berkata dengan pongah, seraya bertolak pinggang.

"Kalau Nier tidak berani, biar aku yang melawan kalian semua!" Flikk berlari sembari mengayunkan tinjunya.

Belum sempat kepalannya menyentuh Erol, tubuh Fikk melayang di udara.

"Lepaskan! Lepaskan aku ... A— Nier!" Fikk terkejut melihat orang yang mengangkatnya dari belakang ternyata adalah Nier.

"Nier, kenapa ka—"

"Agar kalian tidak menghindariku," sergah Nier, menginterupsi Hob, seraya tersenyum lebar.

"Itu semua karena kamu tidak jujur kepada kami! Kalau kamu menganggap kami sahabat, seharusnya kamu menceritakan pada siapa dan kapan kamu belajar sihir!" Fikk berteriak sambil berusaha berontak.

Nier berpikir sejenak, berupaya mencari jawaban agar dapat membuat sahabat-sahabatnya memahami, sekaligus menjaga janjinya pada Eruv.

"Ah, baiklah kalau begitu akan kuceritakan."

"Jangan di sini Nier," ujar Hob sembari mengerling pada Erol.

"Tidak apa-apa Hob. Mereka sudah menjadi sahabatku."

"Sejak kapan?" tanya Fikk keheranan.

"Fikk, kamu terlalu banyak pertanyaan. Pertanyaan mana yang kamu ingin aku menjawabnya terlebih dahulu?"

"Alasanmu tidak memberitahu kami tentang sihir." Hob menjawab lebih dulu.

Nier pun menghela napas, seraya menurunkan Fikk.

"Baik. Kalian dengarkanlah ceritaku ... dulu ketika aku, Hob dan Fikk bermain di dalam hutan, tiba-tiba ada seseorang yang mendatangi kami. Pakaian dan rupanya aneh sekali. Ia mengenalkan dirinya dengan nama Wilz—"

"Ah, jadi dia yang mengajari—"

"Aku belum selesai bercerita, Fikk," balas Nier, menginterupsi.

"Mmm ... maaf."

Kemudian Nier melanjutkan cerita yang sebagian besar adalah karangannya. "Di luar sepengetahuan Hob dan Fikk, ia menawariku untuk mengajarkan sihir. Tentu saja aku sangat senang. Namun ia mengatakan bahwa aku tidak boleh memberitahu pada siapa pun— termasuk pada Hob dan Fikk. Alasannya ia tidak memiliki waktu jika harus mengajarkan sihir pada banyak orang, karena ia hanyalah pengelana yang tidak bisa berada lama di Greenwood Forest. Lantas aku memohon agar ia juga mengajari Hob dan Fikk. Hal itu juga ia tolak, sebab menurutnya sihir tersebut akan berdampak buruk pada Ras Kob dan Pikk. Akhirnya aku mempelajari sihir itu selama beberapa hari."

"Apakah Madam Runa mengetahui hal ini?" tanya Fur.

"Tidak, karena ia melarangku. Dan aku minta kalian juga tidak memberitahu siapa pun mengenai hal ini," jawab Nier, mengingatkan.

"Pantas saja, saat itu kamu selalu ingin cepat-cepat selesai bermain ... lalu bagaimana akhirnya kamu bisa berkawan dengan mereka?" tanya Hob, melirik pada Erol dan teman-temannya.

"Semalam, aku dan Fur mendatangi Nier untuk berterima kasih dan meminta maaf. Dan pada kesempatan ini kami pun meminta hal yang sama pada kalian," pinta Erol.

Hob dan Fikk terdiam selama beberapa saat. Bagi mereka, tak mudah menghilangkan sakit hati pada Erol dan teman-temannya.

Nier yang sangat mengenal sifat kedua sahabatnya, segera memberi pengertian pada mereka. "Sudahlah. Itu hanya masa lalu. Bukankah akan lebih menyenangkan kalau kita semua berteman?"

"Kamu benar, Nier."

"Iya sebaiknya memang kita berteman."

Jawab Hob dan Fikk, yang akhirnya dapat menerima permintaan Erol.

***


next chapter
Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C14
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン