アプリをダウンロード
51.35% My Teacher My Husband / Chapter 95: Ch. 95

章 95: Ch. 95

Sehun masih bergelut dengan dokumen-dokumen yang bertumpuk tinggi di ujung mejanya. Ia tak mungkin lagi meninggalkan tugasnya dan membuat para karyawannya resah dengan kinerja sang presdir yang kacau akhir-akhir ini.

Melirik sekilas pada pergelangan tangan kirinya, tepat pada jam tangan mahal yang selalu menghiasi tangannya itu.

Sepuluh empat puluh.

Tak masalah, hanya tinggal beberapa dokumen lagi yang harus ia tanda tangani dan setelah itu dia bisa pulang. Tidur nyenyak di atas ranjang empuknya. Memikirkan itu saja Sehun sudah mengukir senyum tipis pada bibir yang sama tipisnya itu.

"Presdir? Anda tidak pulang?"

"Aku baru akan pulang."

Menyambar jas mahalnya dan berlalu pergi begitu saja dari hadapan sang wakil direktur itu. Sehun tentu tau bagaimana kinerja laki-laki tua itu. Dia hanya akan bekerja jika ada Sehun, istilah lainnya cari muka.

"Ah, kenapa Anda belum pulang?" Tanya Sehun basa-basi. Tentu saja setelah Presdir muda itu membalikan badannya.

"Saya harus memeriksa beberapa berkas lagi Presdir." Jawabnya sopan.

"Ah begitu, cepat selesaikan dan jangan hanya bekerja jika ada aku yang akan memperhatikanmu. Bukannya kebiasaanmu hanya bermain bersama wanita dan menyerahkan tugasmu pada bawahan lain?" Tembak Sehun. sehun tak suka berbelit-belit. Langsung ke inti itu lebih baik. Mempersingkat waktu dan energi.

"Anda salah pah-"

"Ini peringatan pertama dan terakhir untukmu." Sela Sehun sebelum berlalu dengan gaya arogannya yang tak akan pernah menghilang itu.

**

Lagi.

Rasanya Sehun ingin mengumpat keras dan membanting apa pun yang ada di dekatnya. Jam tangannya sudah menunjukan pukul sebelas empat lima dan tak ada tanda-tanda istrinya di sana.

Kesabaran Sehun habis.

Duduk di sofa dengan raut wajah dan aura mematikan setelah mematikan lampu. Membuat semua rumahnya benar-benar gelap. Tanpa cahaya sedikit pun, bahkan cahaya layar ponselnya pun Sehun tak mengizinkannya.

Meredam emosi dengan mengepal kuat kedua tangannya hingga ia yakin, kuku-kukunya sudah menancap sempurna pada telapak tangan pucatnya itu. Beberapa mungkin sudah berdarah.

Sehun tidak tau kenapa. Entah selama ini ia terlalu lunak pada Suzy entah karena Suzy sendiri yang sudah mulai bosan, atau memang sudah melupakan tugas dan statusnya yang merupakan seorang istri. Sehun tak mengerti kenapa ini bisa terjadi.

Memejamkan mata, mengatur nafas, dan membuka manik sekelam malam dan mata setajam pisau miliknya itu.

Sehun sudah benar-benar berada dalam batas kesabaran miliknya. Batas paling akhir, paling luar, dan paling sabar yang pernah dia lakukan.

Lama menunggu hingga Sehun tak sadar bahwa ia bahkan belum melonggarkan dasi yang mencekik leher jenjangnya, melepas jas, bahkan membuka sepatu kulit mahalnya. Terlalu sibuk dengan pemikirannya hingga ia melupakan itu semua.

**

Ceklek.

Ctak.

Lampu menyala terang. Membuat Suzy menyandarkan tubuhnya sebentar pada pintu. Menarik nafas panjang dan membalik badan. Hendak menuju dapur sebelum sebuah suara membuat tubuhnya menegang.

"Bagus."

Sehun.

Siapa lagi jika bukan pria kecintaannya itu yang duduk di sana. Lengkap dengan pakaian kerja bahkan sepatu belum terlepas dari kaki jenjang miliknya.

Suzy tercekat menyadari sesuatu. Pakaian kerja yang lengkap? Apa itu artinya Sehun sudah menunggunya sejak tadi?

Sehun melirik lagi pada jam tangannya. Tiga tiga puluh pagi! Wanita macam apa yang pulang sepagi ini? Menarik kaki jenjangnya mendekat pada Suzy yang hanya membeku di depan sana.

"Dari mana kau? Pulang sepagi ini?" Tanya Sehun dengan nada tajam menusuknya. Tak mempedulikan wajah pucat pasi dan raut kelelahan dari istrinya itu.

"D.. dari kampus." Cicit Suzy.

"Kampus? Apa yang kau lakukan disana? Apa kau lupa statusmu? Kau lupa kewajibanmu?" Cecar Sehun. Ini yang tak Sehun inginkan, ia bisa saja lepas kendali jika sudah marah seperti ini.

"Ak.. aku tidak lupa. A.. ada beberapa yang harus aku selesaikan. Han.. hanya dua hari lagi." Gagap Suzy. Menunduk takut saat ia tau Sehun tak akan bisa lagi diajak kompromi. Suzy akui ini memang salahnya.

"Dua hari lagi? Selamanya pun aku tak akan peduli lagi!" Desis Sehun. Membalik badan untuk menyambar kunci mobilnya yang terletak di atas meja tempat dia duduknya.

"Sehun. Dengarkan dulu! Tunggu! Jangan pergi." Ujar Suzy. Menahan lengan Sehun yang hendak membuka pintu utama. Tidak! Suzy tidak akan membiarkan Sehun pergi lagi darinya. Sudah banyak yang mengincar Sehun dan Suzy tak ingin jika ia harus tersingkir hanya karena wanita-wanita gila di luar sana. Tidak akan lagi.

"Hanya dua hari, ku mohon. Setelah itu aku akan menjelaskan semuanya padamu. Semua!" Mohon Suzy. Meremas pelan lengan Sehun berharap prianya itu mengerti.

"Tidak usah dan tidak perlu." Menghempas tangan Suzy guna membuka pintu dan berlalu begitu saja menuju mobil mewahnya. Tak mempedulikan istrinya yang menangis memanggilnya dari belakang sana. Peduli setan dia.

**

Suzy terdiam. Meremas sisi celananya guna menahan isakan yang sebentar lagi akan meledak karena Sehun yang benar-benar pergi dari rumah mereka.

"Hiks." Suzy terduduk di depan pintu. Menekuk kedua kakinya dan memeluknya, menyembunyikan wajahnya disana, dan menangis sekeras-kerasnya. Tak peduli pada angin malam yang mengantarkan kedinginan yang seakan memeluknya erat. Menemani gadis itu menangis karena kesalahannya yang ia perbuat.

Suzy benar-benar menyesal karena tak mendengar ucapan Jiyeon waktu itu, mengabaikannya bagai angin lalu, dan lihatlah sekarang. Gadis itu menangis sesenggukan hingga besok yang mengakibatkan suaranya menghilang pun Sehun tak akan kembali padanya.

Ceklek.

Suzy membuka pintu kamarnya, mendapati kamar gelap seperti saat pertama kali ia menginjakan kakinya tadi.

Suzy terkaget mendapati pecahan kaca yang berserakan di lantai kamarnya. Juga masih ada beberapa genangan kecil yang menemani pecahan beling disana.

Suzy kembali teringat pada wajah murka Sehun beberapa waktu lalu. Dan Suzy sadar seberapa berdosanya ia pada suaminya itu.

"Hiks." Dan Suzy tak akan lagi mendapti tangan besar Sehun yang dingin itu menghapus air matanya. Tak akan ada lagi yang akan memeluknya saat dingin malam menyapa. Dan tak akan ada lagi yang akan menggetuk kepalanya saat ia makan ramen, malas belajar, dan bangun terlalu siang.

Memilih duduk bersandar pada tepi ranjangnya dan memeluk kakinya yang ia tekuk. Setidaknya aroma Sehun masih tertinggal di dalam kamar besar ini.

**

"Presdir? Anda sejak kapan datang?" Kaget Suho saat ia masuk dengan niat ingin mengambil beberapa berkas yang sudah Sehun tanda tangani kemarin.

"Hhh.. entahlah. Aku juga tak ingat datang jam berapa. Jam berapa kita akan pergi nanti?" Tanya Sehun seraya bersandar pada kursi kebesarannya. Menautkan jemati lentiknya yang entah kenapa ada pada pria manly macam dirinya.

"Satu jam lagi Presdir." Jawab Suho sopan. Membungkuk hormat sebelum keluar dari ruangan Sehun si Presdir muda.

Sehun mengerang malas, merebahkan tubuhnya di sofa dengan tangan yang tak henti-hentinya memainkan ponsel pintar miliknya. Satu jam lagi itu lama, dan Sehun terlalu malas untuk melanjutkan acara 'mari menandatangi berkas-berkas membosankan' miliknya.

Tuut.. tuut..

Sehun berdecak malas, bangkit berdiri menuju meja kerjanya untuk mengangkat telfon yang begitu berisik itu.

"Presdir, Nyonya Oh ingin menemui anda." Suara wanita di sebrang sana sudah membuat Sehun muak ngomong-ngomong.

"Nyonya Oh mana?" Asal Sehun, mana tau Nyonya Oh yang satu lagi yang akan menemuinya.

"Oh Suzy Presdir." Sehun membuang nafas lelah. Gadis itu benar-benar keras kepala.

"Katakan padanya aku sibuk, dan tak bisa diganggu."

"Baik Presdir."

"Jika dia bersikeras, suruh security membawanya keluar."

"Baik Presdir."

Sehun kembali menggerutu. Menghubungi Suho untuk meminta sekretarisnya itu agar mereka pergi sekarang saja. Kantor ini tiba-tiba terasa panas dan sesak untuknya.

"Ya! Kim Joon Myeon. Kita pergi sekarang!"

**

"Astaga! Apa yang terjadi pada manusia gila ini?!" Erang Suho panik. Mengambil beberapa berkas, jas, dan kunci mobil. Suho baru tau kalau presdirnya itu benar-benar gila. Sangat gila malahan.

"Jika saja dia bukan atasanku, sudah kuberi racun tikus dia!" Sungut Suho. Mengetuk pintu ruangan Sehun dengan nafas yang ia kontrol sebisa mungkin. Jika Sehun tau dia berniat meracun Presdir itu. Maka habis sudah karirnya.

"Kita berangkat cepat! Kantor ini sangat panas untukku!"

"Hatimu saja yang terbakar Presdir." Lirih Suho. Masuk kedalam lift bersama dengan gerutuan tak berkualitas milik pria pucat itu.

**

"Disini?" Tanya Sehun heran. Merapikan pakaiannya dan melirik jam tangan mahalnya.

"Ya presdir. Ini panti asuhan pinggir kota, jadi mereka tidak bisa memberikan tempat yang, yah.. mewah?" Suho menjawab seadanya, bahkan ada nada ragu juga disana. Melihat Sehun yang sudah berjalan masuk duluan, Suho juga mengikutinya dari belakang. Nampaknya Presdir muda yang kaya raya itu tidak masalah dengan tempat yang sederhana.

"Tak masalah. Mari kita masuk, dan cepat selesaikan. Aku lapar." Ujar Sehun, menarik lengan lelaki yang lebih tua agar berjalan cepat. Antara tak sabar bertemu dengan bocah-bocah menggemaskan, ingin cepat pulang lalu makan, atau ingin segera pergi karna ia butuh tidur. Sehun juga tak tau yang mana.

"Baik, baik. Tapi berhenti menarik lenganku Oh Sehun. Kau membuatku terlihat seperti anak kecil kau tau?" Sungut Suho. Menghilangkan kata Presdir antara mereka berdua dan berbicara seperti mereka teman biasa. The power of secretaris.

"Ck, diamlah." Sungut Sehun. Saudaranya yang satu ini sangat cerewet dan berisik.

**

"Kau baik-baik saja Suzy?" Tanya Baekhyun. Menyentuh bahu Suzy dengan lembut untuk mengalihkan perhatian gadis itu.

"Ya? Aku baik-baik saja." Jawab Suzy. Tersenyum seperti biasa lalu menatap anak-anak yang berbaris rapi di depannya.

Acara badan amal yang mereka lakukan lebih seperti pameran dengan stand-stand makanan ataupun yang lainnya. Hasil penjualan mereka akan mereka berikan pada panti asuhan. Dan juga beberapa donor dana dari beberapa perusahaan besar.

"Kalian sudah siap? Beberapa Presiden Direktur muda dan tampan sudah berdiri di depan sana." Krystal berbisik seraya menunjuk pada gerbang yang mulai dipenuhi oleh beberapa orang berjas rapi.

"Aku siap. Mana tau ada Presdir muda, tampan, mapan, dan kaya yang ingin melamarku." Kekeh Jiyeon. Merapikan pakaiannya dengan senyum cerah yang terpatri di wajahnya.

"Ia melamarmu. Menjadi pembantunya." Tawa Kai pecah saat ia melihat ekspresi wajah Jiyeon yang seperti ingin mencekiknya.

"Diam kau pantat penggorengan." Sungut Jiyeon.

Suzy hanya diam. Entah kenapa jantungnya berdebar kencang saat melihat pria berjas itu mulai mendekat ke arahnya, atau lebih tepatnya mendekati gerombolannya.

"Astaga, jangan katakan.." lirih Suzy membatu. Tubuhnya kaku mendadak saat melihat pria dengan rambut tertata rapi keatas itu menatapnya lekat-lekat.

"Oh my god!" Pekikan tertahan Baekhyun menambah kepanikan Suzy.

Tidak! Tidak! Jangan sampai!

"Kau.."

TBC

SEE U NEXT CHAP

THANK U

DNDYP


next chapter
Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C95
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン