アプリをダウンロード
74.28% Mr.Punishment / Chapter 26: Punishment Boy

章 26: Punishment Boy

Lisa Pov ;

Aku memeluk erat leher Dave, bertingkah manja.

Wanita berambut coklat sebahu itu menatapku kesal. Dadanya naik turun menahan amarah.

Dave memeluk pinggangku, lalu mencium keningku dengan mesra.

"Kau mendengarnya dengan jelas. Kami bersama karena saling mencintai, bukan karena paksaan." Dave berkata tegas, menatap tajam wanita itu.

Wanita itu menunjukku dengan jari telunjuknya, terlihat semakin kesal. Tetapi, dia tidak akan bisa melawan seorang diri. Pada akhirnya dia berbalik, melangkah pergi dengan kesal.

Saat ini, aku tidak mengetahui siapa wanita itu, juga tidak tertarik mencari tahu. Tetapi, aku merasa puas tanpa alasan.

"Jangan pedulikan dia, sayang, hanya seorang wanita gila." Dave berbisik pelan.

Aku tertawa kecil, dia sengaja meniup-niup daun telingaku.

Aku menatap Dave kesal. Dia tersenyum aneh, menjulurkan lidahnya, mengejek. Bagaimana dia bisa bercanda pada saat seperti ini, Claire bahkan masih menatap kepergian wanita itu. Dia melihat ke arah lenganku yang masih memeluknya. Sial, aku lupa.

Aku berdehem pelan, melepasnya dengan canggung.

Matahari mulai bergerak turun, bersaing tenggelam di ujung barat sana. Jane dan yang lain beranjak pulang.

Beberapa jam kemudian.

Aku menatap layar laptopku dengan putus asa. Otakku buntu, tanpa inspirasi. Aku menghempaskan tubuhku. Sofa bundar ini berukuran cukup besar, juga kenyal. Tubuhku seperti akan tenggelam ke dalamnya.

Aku melihat sembarang arah, ke setiap sudut kamar. Berharap bisa menemukan setitik inspirasi disana.

Tiga menit berlaku. Tidak ada setitik inspirasi pun. Aku menghembuskan napas berat. Apa yang harus aku tulis? Mengapa otakku berhenti bekerja? Usiaku baru memasuki dua puluh empat, tidak mungkin sel pengembang imajinasiku sudah berkarat bukan?

Aku menatap layar laptopku lagi, kembali kesal.

Aku membutuhkan sesuatu yang romantis. Tolonglah. Bangkitlah sel-sel inspirasiku. Aku terus mencoba memutar isi kepalaku, namun, hingga beberapa menit kemudian, aku tetap kesal. Aku jarang menonton drama akhir-akhir ini, sumber inspirasiku. Dave membuat waktuku habis dengan banyak cara.

Suara pintu kamar mandi terbuka. Dave keluar, berjalan santai, hingga berhenti di hadapanku.

Dia menatapku heran, "Ada apa dengan posisi tidurmu Lili? Mengapa terbalik?" Dave berjongkok, tertawa kecil.

Aku menatap Dave dengan seksama. Badannya masih basah, beberapa tetes air masih mengalir turun. Dia hanya mengenakan handuk putih yang menutup bagian pinggang hingga ke bawah, sedangkan bagian atasnya tanpa lapis. Otot-otot dada dan perutnya terpampang dengan jelas. Terdapat tato di sisi perutnya, sebuah tulisan, miring dari bawah ke atas, "PUNISHMENT".

Aku seharusnya berteriak sekarang, protes karena Dave yang bertelanjang dada, dan kami dalam satu ruangan. Tetapi, aku tidak. Seolah ada sebuah lampu menyala terang dalam kepala, inspirasiku telah datang.

Aku bangun dari posisi tidur terbalik ku, beranjak duduk manis.

Dave memberiku tatapan heran. Aku kini tengah menatapnya dengan mata berbinar, seperti seekor anak anjing kecil yang menggemaskan. Dia kemudian berdiri, melangkah menuju walk in closet, memakai pakaiannya.

Dave keluar beberapa menit kemudian. Dia telah mengenakan piyama tidur berwarna abu favoritnya, rambutnya juga telah dikeringkan.

"Aku akan membuatkan minuman." Dia melangkah keluar kamar, menuruni anak tangga menuju dapur.

Aku ber-yes pelan. Mengapa hal ini tidak pernah kupikirkan sebelumnya?

Karena sebelumnya aku tidak bisa menjelaskan lebih rinci tentang keseharian dan bagaimana kehidupan pribadi dari tokoh pria kaya dalam ceritaku sebelumnya, kali ini aku akan menyempurnakannya. Jika sebelumnya aku hanya melihat dari drama-drama, kali ini aku bisa mengamati secara langsung. Melihat dari wajah, penampilan, dan latar belakang, Dave seharusnya menjadi karakter utama yang sempurna bukan? Tentang sifat menyebalkan dan lainnya, aku bisa sedikit mengarangnya.

Baiklah. Kali ini aku akan mendapatkan pengamatan langsung dari tokoh utama selanjutnya. Tidak lain dan tidak bukan, yang merupakan suamiku, Davier William. Aku meneguhkan niat dalam hati.

Aku segera mencatat hal-hal penting yang harus diperhitungkan, dan mulai menyusun rencana pengamatan eksklusifku.

Dave kembali dengan segelas susu hangat di tangannya.

Aku memperhatikannya dengan seksama. Mulai saat dia melangkah masuk, hingga saat dia meletakkan gelas susu itu di hadapanku, hingga gerakan-gerakan kecilnya. Aku kembali mencatat, menulis poin-poin penting.

"Minum sebelum tidur." Dia berkata pelan.

Aku mengangguk tanpa melihatnya, tanganku masih sibuk menulis.

Dave berjalan ke rak buku kayu di samping sofa, mengambil salah satu buku. Dia mengambil tempat duduk di sampingku, di sofa yang berbeda tentunya, dan mulai membaca halaman awal.

Aku membenarkan posisi dudukku agar bisa lebih menatapnya dengan sesama. Memperhatikan setiap gerakan kecil serta postur tubuhnya, kemudian mencatatnya.

Dave melihatku sekilas, satu alisnya naik, pertanda dia merasa heran. Tapi kemudian dia menatap bukunya kembali. Begitu seterusnya.

Merasa dirinya diperhatikan, Dave akhirnya bertanya, tanpa melihatku, "Apa yang sedang kau lakukan?"

"Mencatat.," aku menjawab singkat, sambil mencatat.

"Lalu?"

"Mengamati objek." Kali ini aku menumpu daguku dengan kedua lenganku, menatap lurus ke depan, mencoba mengamati lebih dekat.

Dave menutup bukunya dengan gerakan cepat, meletakkannya di atas meja.

Aku mengerjap-mengerjapkan mataku saat dia menatapku, hingga akhirnya dia bergerak mendekat.

Dave memangkas jarak di antara kami, tersisa beberapa sentimeter saja, wajah kami hampir bersentuhan. Aku bergerak mundur secara perlahan, tetapi Dave tidak menyerah begitu saja. Hanya karena kami duduk di sofa yang berbeda, Dave tidak leluasa mengunci gerakanku. Dia terus bergerak mendekat.

Hingga jarak kami hampir menempel, Dave akhirnya bergerak menjauh. Tujuannya ternyata adalah mengambil buku catatanku.

Buku itu sudah berpindah ke tangannya.

Aku refleks berdiri, berusaha merebut kembali bukuku. Aku yakin catatan di dalamnya akan membuat Dave besar kepala. Aku bukan sengaja menulisnya dengan cantik. Aku adalah seorang penulis, wajar saja jika menggunakan kata-kata yang bagus untuk menggambarkan tokohku, bukan?

Benar saja, dia tertawa senang setelah selesai membaca satu halaman. Aku kembali bergerak mengambilnya, tetapi tanganku tidak kunjung sampai, Dave sengaja sedikit mengangkat tangannya.

Aku bahkan melompat-lompat kecil, namun hasilnya tetap sama.

"Kembalikan!" aku berdiri di atas sofa, bersedekap, menatap Dave tajam.

"Kau penulis yang baik Lili, kau menggambarkan tentang diriku dengan sempurna. Bahunya yang lebar...." Dave mulai membaca dengan keras catatanku. Dia tertawa puas.

Kali ini aku meloncat ke punggungnya, bergelantung disana. Dave akhirnya mengembalikan bukuku setelah aku memeluk lehernya dengan paksa dari belakang, tetapi itu bukan pelukan tentunya, aku mencoba mencekiknya.

"Jadi, aku adalah tokoh utamamu?" Dia bertanya, setelah kembali duduk.

"Diam." Aku juga kembali duduk di sofa bundar, memangku laptopku.

"Dan, kau sungguh berencana akan mengikutiku, kemanapun? mengamatiku?" Dave kembali bertanya, membuka bukunya. Aku hanya diam, tidak menjawab.

"A-aku memberimu izin, mengamatiku lebih dekat." Dia berkata lagi. Aku menatapnya kesal, apalagi yang sedang direncanakannya?

"Terserah." Aku menjawab tajam, kembali menatap layar laptop.

Lengang beberapa detik.

Dave bangun dari sofa, berjalan meletakkan bukunya kembali ke rak. "Baiklah, maka kau bisa menulis cerita horor, kau bisa pergi mengamati rumah berhantu." Dia bersandar di rak buku, bersedekap.

Aku menatapnya sekilas, kemudian menatap laptop kembali. Cerita horor? Aku?

Aku berpikir cepat. Tidak, aku tidak boleh kehilangan kesempatan ini, sekarang otakku sudah mulai terisi lagi, jangan sampai buntu lagi. Aku berdiri dari posisi dudukku, tersenyum manis menatap Dave.

"Terimakasih atas kemurahan hati, Tuan tokoh utama. Aku akan berusaha keras." Aku membungkuk, bertingkah dramatis.

Dave tertawa kecil, melambaikan tangannya santai.

"Tapi aku tidak akan bersikap mudah. Kau harus lebih berusaha jika ingin membuat adegan yang bagus untuk bahan ceritamu." Dia berkata angkuh. Aku sungguh ingin memukulnya saat ini juga, tetapi demi lancarnya rencana, aku akan menahannya.

Aku mencoba tersenyum manis. Dave mengangguk-angguk puas.

Aku merapikan buku dan laptopku diatas meja, kemudian melompat ke atas ranjang.

Aku menepuk-nepuk kasur , meminta Dave tidur di sana.

"Baiklah Tuan tokoh utama, aku membutuhkan satu adegan untuk diamati malam ini." Aku berkata sesopan mungkin.

Dave bergeming di tempat, tidak ada ekspresi di wajahnya. Hingga akhirnya di berjalan ke dalam ruang walk in closet. Kembali beberapa detik kemudian dengan satu selimut di dalam pelukannya.

Mataku mengikuti setiap gerakannya.

Dengan gerakan cepat, dia mengambil satu bantal di atas kasur, meletakkannya di lantai yang beralaskan karpet bulu lembut, kemudian berbaring disana.

Aku menatapnya tidak percaya. Tingkah apalagi ini?

"Apa yang kau inginkan Nona penulis?" Dia bertanya pelan, mulai menutup matanya setelah memakai selimut.

Aku mengibaskan rambutku kesal? Apa-apaan? Tidak ingin tidur di sampingku? Aku menatapnya kesal. Siapa pula yang sangat ingin tidur di sampingnya? Aku hanya memintanya demi pengamatanku semata.

"Ayolah, mengapa kau tidur di bawah? Aku bukan wanita seperti yang kau pikirkan walaupun kau tidur di sampingku." Aku mengambil buku di samping meja di samping ranjang, mencoba mengalihkan perhatian.

"Tidak ada alasan. Aku hanya sedang ingin tidur di bawah." Dave berkata pelan.

Aku sungguh ingin melemparnya sekarang.

Dave bergerak duduk, kemudian menatapku, "Selamat malam." Dia menarik selimutnya lagi, kembali ke posisi tidurnya.

Apa yang harus kulakukan selanjutnya?

Aku mencoba berpikir cepat. Dave bergerak, tidur menyamping. Aku tersenyum kecil, sebuah ide terlintas di pikiranku.

Aku berguling pelan, berting seolah tengah mengigau dalam tidur. Terus berguling hingga tiba di ujung ranjang, kemudian terjatuh pelan di samping Dave yang menutup mata.

Aku mencoba menahan tawaku, tidak menyangka dengan ideku sendiri. Aku bergeser, bergerak lebih mendekat ke arah Dave. Aku memeluk lehernya, menenggelamkan wajahku di lehernya. Aku berusaha menahan tawaku.

Dave bergerak hendak menjauh, tetapi aku semakin mengencangkan pelukanku, menguncinya.

Hingga beberapa detik kedepan, Dave tidak bergerak lagi. Tangannya mengusap-usap punggungku dengan lembut, membuatku sedikit mengantuk.

Dave menggerakkan tubuhku pelan, aku pura-pura tertidur.

Kejadian itu sangat cepat. Dave kini telah berpindah, berada di atasku. Hanya karena aku sedang menutup mataku, aku tidak bisa melihat wajahnya. Aroma strawberry yang familiar mulai tercium. Aku bisa mendengar hembusan napas kecil Dave.

Aku terdiam, hendak membuka mata. Tetapi Dave kemudian melakukan sesuatu, diluar rencanaku.


next chapter
Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C26
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン