Malam dingin. Pukul 23:00 malam, Seoul.
Setelah menghadiri konferensi pers dan menyelesaikan beberapa urusan kantor yang menyibukkan, aku segera mengantar Tuan Lee menuju ke apartemennya untuk beristirahat. Ia sudah terlalu memaksakan diri hari-hari ini dan terlihat begitu kelelahan fisik dan juga mental, karena memikirkan banyak hal akhir-akhir ini.
Di kursi belakang, Tuan Lee hanya terus terdiam sambil menatap keluar jendela, tanpa suara, bahkan untuk suara napasnya senyap dalam keheningan. Aku sesekali melirik ke kaca spion mobil dan melihat matanya yang hanya ada kehampaan dan keputusasaan di dalamnya, seolah-olah di kehidupan sehari-harinya hanya ada sebuah kesedihan yang tak ada habisnya.
Ia terlihat terlalu menderita.