アプリをダウンロード
8.98% Jerat Pernikahan Kontrak / Chapter 37: 37 Pertengkaran

章 37: 37 Pertengkaran

Pertengkaran hebat kembali lagi terjadi diantara pasangan suami istri yang tak lagi harmonis itu.

Sepertinya Jefri mengurungkan niatnya untuk mandi karena Selin telah membuatnya tersulut emosi. Bola matanya tampak membulat sempurna menyorot pada Selin penuh amarah.

Selin pun membalas sorotan mata Jefri yang tajam kemudiam berseru. "Sudahlah, Mas! Jangan pura-pura tidak mengerti. Aku sudah tahu kalau kamu memiliki wanita simpanan lain di belakangku!" tekannya.

"Jaga mulut kamu ya! Hati-hati kalau bicara, Selin!" sergah Jefri seraya meluruskan jari telunjuknya pada wajah Selin.

Selin pun menepis telunjuk Jefri dengan berani. "Cukup, Mas. Tidak usah lagi kamu menyembunyikan kebusukanmu! Aku sudah tahu kucuran dana yang kamu berikan pada rekening seorang wanita senilai 1,1 miliar, Mas!" Selin berbicara dengan herdiknya dan mulai terlihat berani dan menantang.

Sebelah tangan Jefri terangkat ke atas dan berniat menampar pipi Selin yang mulai lancang menurutnya. Namun, tamparan itu terhenti di tengah jalan dan membuat Selin kembali menantangnya.

"Kenapa, Mas? Mau nampar kamu! Tampar saja, Mas!" sergah Selin dengan membulatkan kedua maniknya seakan hendak meloncat ke hadapan Jefri.

Selin tampak terbakar api cemburu saat mengetahui kalau mutasi tranferan yang mengalir pada rekening seseorang itu bernama Jeni Sapitri. Entahlah siapa Jeni yang dimaksud karena Selin tak mengetahui siapa pemilik nama itu. Namun, Selin tak tinggal diam. Setelah nama pemilik rekening itu telah ia kantongi, tenti Selin akan segera mencari tahu kebenarannya.

"Kamu sudah berani melawan, Selin!" bentak Jefri dengan rahang yang terlihat mengeras. Ia mengepalkan kembali telapak tangannya dan mengurungkan niat yang hendak menampar pipi wanita yang baru beberapa tahun menjadi istrinya.

Jefri memang tak pernah cinta kepada Selin, namun setidaknya dia telah memberikan buah cinta yakni kedua anak yang lucu-lucu walau pun dengan hubungan tanpa cinta.

"Aku bukan melawan, Mas. Tapi aku tidak mau terus-terusan kamu bohongi! Siapa wanita bernama, Jeni Sapitri? Itu pasti gundik kamu, Mas!" Selin masih tampak dikuasai amarahnya. Itu terbukti dari tatapan pasang maniknya yang tampak tajam menyoroti suaminya.

"Tutup mulut kamu, Selin! Siapa, Jeni? Apa maksud kamu? Kamu benar-benar sudah gila!" Jefri pun semakin dibuat murka oleh ocehan Selin malam ini. Ia memilih mengurungkan niatnya mandi dan kembali berjalan ke arah luar kamar.

Selin pun dengan segera menahan langkah suaminya. "Bukankah kamu yang sudah gila, Mas! Kamu melupakan aku, melupakan anak-anak hanya demi wanita jalang di luaran sana!" tegas Selin dengan cepat.

Amarah Jefri semakin tak terbendung lagi, sehingga membuatnya tak sadar melayangkan tamparan keras yang mendarat tepat di pipi kiri Selin. Wajah Selin terpanting ke arah kanan karena kuatnya tamparan suaminya. Seketika pula bulir bening itu luruh begitu deras di pipi ibu dari dua anak tersebut.

Selin meluruskan kembali pandangannya pada Jefri yang masih tak percaya kalau suaminya kini mulai kasar kepadanya.

"Kamu benar-benar sudah berubah, Mas!" geram Selin dengan pipi basah oleh air mata.

Sementara Jefri, ia merasa bersalah dengan perlakuan yang baru saja terjadi pada Selin. Ia pun tidak menyangka kalau dirinya tak bisa mengendalikan emosi malam ini.

Tanpa ingin lagi melanjutkan pertengkaran malam ini, Jefri segera melanjutkan langkahnya. Ia segera keluar rumah dan kembali masuk ke dalam mobil mewahnya yang terparkir di halaman rumahnya. Pikirannya semakin kacau, pulang ke rumah nyatanya tak membuat hatinya menjadi tenang. Ia memilih melajukan kembali kendaraan roda empatnya dengan tujuan yang belum pasti.

"Mas!"

Teriakan Selin pun tak membuatnya mengurungkan niat. Mata Jefri seolah sudah tertutup dengan ambisinya pada Jeni. Dia bukan hanya melukai perasaan istrinya, nyatanya Jefri pun melukai perasaan Jeni atas ambisinya itu.

"Kamu benar-benar tega, Mas!" lirih Selin setelah suaminya berlalu begitu saja meninggalkan rumah. Jefri seakan menjadikan rumahnya itu hanya persinggahan saja, bukanlah tempat tinggal seutuhnya.

Selin segera mengusap air matanya yang basah membasahi pipinya saat mendengar suara anak-anaknya memanggil dari dalam rumah. Ia segera membalikan badan saat sudah memastikan kalau pipinya telah kering oleh air mata.

"Mamah!" Kedua anaknya berjalan menghampiri, didampingi suster di sampingnya.

"Iya, Sayang. Kenapa?" sahut Selin dengan berusaha kembali tersenyum di hadapan anak-anaknya. Walau pun perasaan perih bagai tertusuk belati, ia tetap berusaha terlihat bahagia di hadapan kedua anaknya yang masih balita dengan suaranya yang cadel dan lucu.

"Papah mana Papah?" tanya anak pertamanya terdengar polos. Anak kecilnya memang butuh perhatian papahnya yang sudah berkurang sejak lama, sejak Jefri mengenal wanita lain dalan kehidupannya.

"Papah ada kerjaan lagi, Sayang. Nanti Papah pulang lagi kok," jawab Selin berusaha menjelaskan kepada anak pertamanya. Walau pun masih kecil, Selin yakin anak pertamanya sedih karena tengah merindukan sosok papahnya.

"Papah pergi terus! Aku kan mau bobo sama, Papah," gerutu anak pertama Jefri sambil menyodorkan bibir bagian bawahnya karena mungkin kesal dengan papahnya.

Segera, Selin memeluk kedua anaknya yang masih belum mengerti sama sekali dengan kekisruhan yang tengah ia alami.

Pasang manik Selin kembali terlihat basah tatkala mengingat kembali sikap suaminya yang begitu tega menghancurkan perasaannya. Namun, meski pun begitu Selin tetap berusaha menahan bulir bening itu agar tidak jatuh di hadapan kedua anaknya.

"Sabar ya, Sayang. Papah akan pulang kok. Nanti kakak dan ade bisa bobo sama, Papah ya," ucap Selin sambil memeluk kedua anak-anaknya. Mengusap punggung anaknya berusaha membuat perasaan kedua anak kecil itu tenang, walau pun perasaannya sendiri tengah hancur.

Selin melepaskan pelukannya. "Kakak sama ade bobo dulu ya sama suster. Nanti Mamah menyusul," titah Selin dengan bibir melebar ke samping berusaha tetap senyum.

"Iya, Mah," jawab kedua anak kecil itu sambil menganggukan kepalanya. Mereka segera berjalan didampingi suster di sampingnya. Wajah-wajah polos itu tampak mengerti dengan perintah mamahnya tanpa ingin tahu kemana papahnya pergi walau pun dalam hatinya terasa merindukan sosok papah yang mulai kehilangan waktu bersamanya.

'Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Anak-anak begitu menginginkan waktu bersama papahnya. Tapi Mas Jefri kini sudah tak lagi perduli dengan keadaan kami,' ratap Selin dalam hatinya. Keadaan yang pilu ini membuatnya merasa sakit dan serba salah.

Sementara Jefri dia malah kembali ke klinik tempat Jeni dirawat, padahal waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Ia belum juga membersihkan tubuh atau pun sekedar mengganti pakaian. Dalam keadaan wajah kusut ia segera membawa Jeni pulang karena keadaannya sudah membaik.

Setelah obat berada dalam genggaman, Jefri membawa Jeni masuk ke dalam kendaraan roda empatnya. Wajahnya masih sama, ketus tanpa lagi banyak bicara.

Sebenarnya Jeni cukup bertanya-tanya dengan sikap Jefri, namun ia tak berani bertanya karena sudah hapal dengan sikap Jefri. Jeni memilih diam saja saat Jefri melajukan kenadaran roda empatnya begitu kencang kemudian menepi di sebuah tempat yang sepi dan gelap, dan hanya beberapa kendaraan saja yang melewati jalan itu.

Jeni merasa takut, ia memberanikan diri bertanya. "Kenapa berhenti di sini, Mas?"

Jefri membeliak ke arah Jeni dengan tatapan tajam seakan hendak menusuk dan mencincang tubuh Jeni.

"Siapa yang telah membuatmu hamil?"


next chapter
Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    週次パワーステータス

    Rank -- 推薦 ランキング
    Stone -- 推薦 チケット

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C37
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank NO.-- パワーランキング
    Stone -- 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン