Jeni tercengang dengan bola mata terbelalak.
"Apa-apaan ini, Wil! Uang sebanyak ini untuk apa?" tanya Jeni masih tercengang. Ia merasa aneh dengan kekasihnya itu.
"Ini untuk melunaai hutang kamu, Jen. Bukankah kemarin orang itu mengejar hutang kamu! Bayar dan lunasi agar hidup kamu tenang," jawab Wili dengan entengnya.
Sebelumnya Wili memang dengan susah payang mendapatkan uang lima ratus juta itu. Ia harus memberi alasan yang konkrit saat meminta uang dengan jumlah yang tak sedikit itu. Wili meminta uang itu dari Jefri, kakaknya. Wili beralasan karena ia ingin mengadakan party dengan teman-temannya atas wisuda kelulusannya nantu. Bagi Jefri, uang lima ratus juta memang tidak banyak. Bisa jadi itu hanya lembaran uang jajan saja yang biasa ia keluarkan pada istrinya perbulan. Akan tetapi, bagi Jeni itu adalah jumlah uang yang cukup besar.
Jefri yang juga pernah muda, tentu merasakan saat-saat masa itu. Tanpa pikir panjang dan dengan mudahnya Jefri menggelunturkan uang pada Wili hanya dengan mengira jika Wili akan berpesta kelulusan dengan teman-temannya, padahal andai Jefri tahu jika uang itu untuk Jeni tentu penolakan keras yang akan didapat Wili.
Setelah mendengar jawaban dari Wili, Jeni tampak menepuk keningnya. Ia memang lupa dengan alasan kemarin pada Wili.
'Aku benar-benar gila. Jadi, Wili membawa uang banyak itu hanya karena ingin melunasi hutang fiktif itu. Ya ampun! Alasanku kemarin ternyata benar-benar dianggap serius oleh Wili,' resah Jeni dalam hatinya.
Tentu ia merasa bingung harus menjawab apa pada Wili, karena pada kenyataannya dia tak memiliki hutang sama sekali. Biaya kuliahpun sudah dibayar lunas hasil dari pembayarn Jefri saat pernikahan kontraknya berlangsung.
"Kenapa kamu malah terlihat semakin bingung, Jen? Selesaikan masalahmu dengan penagih hutang. Bawa uang ini padanya," celetuk Wili ditengah-tengah lamunan Jeni saat ini.
Jeni menggelengkan kepalanya. "Tidak, Wil! Aku tidak bisa menerima semua ini. Ini terlalu besar dan aku tidak mau, Wil!" jawab Jeni menolak dengan halus. Ia berusaha mengukir senyumannya agar Wili bisa melihatnya tenang.
"Loh, Jen. Bukankah hutang kamu memang lima ratus juta kan? Bayar saja agar hidup kamu tenang," tekan Wili masih saja bersi kukuh. Ia yang sangat mencintai Jeni, tentu tak akan mungkin membiarkan calon istrinya itu hidup dalam keresahan.
"Tidak, Wil. Aku mohon. Aku akan menyelesaikan masalah hutang ini. Masalah ini akan segera selesai dan aku akan kembali aman. Percayalah, aku bisa menyelesaikannya sendiri," tegas Jeni masih berusaha menolak pemberian Wili. Ia kemudian menutup kembali resleting tas yang berisi lembaran uang ratusan juta itu agar Karin tak melihatnya.
Nyatanya andai uang itu pun Jeni terima, ia pasti akan merasa binging untuk diapakan uang sebanyak itu. Karena jika hanya untuk makan sehari-hari, Jeni masih bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah itu dari hasil jualannya di online shop miliknya.
"Jen! Aku mohon, aku ini calon suami kamu. Apa pun masalah yang tengah dihadapi kamu, tentu itu adalah bagian dari masalahku juga. Aku mohon, Jen. Terimalah uang itu, segera lunasi hutang kamu. Tak lama lagi kita akan segera menikah dan kamu akan menjadi tanggung jawabku," tegas Wili masih bersi kukuh dengan niatnya membantu Jeni. Ia yang merasa jika pernikahannya dengan Jeni akan terlaksana, merasa bahwa wanita cantik pemilik wajah oriental itu adalah bagian dari tanggung jawabnya saat ini.
Jeni menggelengkan kepala dengan menatap sedu wajah Wili.
'Bagaimana jika kamu tahu kebenaran ini, Wil. Apa mungkin kamu masih mau menganggap aku ini calon istri kamu. Mengapa kamu harus hadir di waktu yang terlambat setelah Mas Jefri, Wil!' batin Jeni semakin dibuat resah. Ia menghela nafas resahnya dengan perasaan bingung. Diusapnya wajah cantik dan putih itu dengan kasar. Jeni tidak tahu harus berkata apa lagi untuk dapat meyakinkan Wili agar membawa kembali uang ratusan juta itu dari hadapannya.
Wili yang sedari tadi menatap Jenu dalan keresahan, kemudian mengangkan kedua tangannya untuk diletakan di bahu Jeni. Mengusapnya dengan lembut sambil sesekali membelai rambutnya.
"Jen, ambilah uang ini. Aku mohon, karena aku hanya ingin hidupmu tenang. Uang ini tak seberapa bagi Mas Jefri. Ini adalah jatah uang jajanku. Jadi, bisa kamu gunakan untuk membayar hutangmu," ucap Wili dengan lembut. Ia masih berusaha meyakinkan Jeni agar mau menerima bantuannya.
Jeni mendongak terkejut.
"Apa! Jadi uang itu dari Mas Jefri?" tanya Jeni dengan bola mata yang melebar sempurna. Tentu ia merasa terkejut. Lelaki yang pernah menjadi suaminya itu memang tak pernah sulit salam menggelontorkan uang banyak. Sekali lagi, Jeni harus menelan salivanya yang tiba-tiba terasa pahit. Betapa pahitnya kenyataan hidup dengan masalah yang ia buat.
"Iya itu dari, Mas Jefri. Uang itu diberikannya kepadaku secara cuma-cuma untuk aku berpesta kelulusan dengan teman-temanku. Tapi lebih baik uang itu untuk kamu, karena itu jauh lebih bermanfaat," jawab Wili dengan santainya. Tak ada beban yang tersirat pada kelopak matanya. Yang ada hanya, tatapan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus.
Namun, belum sempat Jeni membalas kembali ucapan itu seketika masuklah lelaki bertubuh tinggi yang tak kalah tampannya dari Wili. Lelaki itu masuk dari arah luar dan dengan cepat mengambil tas di atas meja yang berisi sejumlah uang ratusan juta tadi.
"Tapi tidak untuk membayar wanita murahan ini, Wili!" sergah Jefri dengan raut wajah penuh emosi menimpali ucapan Wili pada Jeni tadi. Ia mengambil tas itu dengan memandang Jeni tampak jiji.
"Mas Jefri!" Wili terkejut dengan kedatangan kakaknya yang tiba-tiba. Entah dari mana Jefri datang, Wili tak bisa memastikannya. Yang bisa ia lihat saat ini adalah kemarahan yang tersirat dari tatapan matanya yang tajam.
Rupanya, Jefri sengaja dengan mudahnya memberikan uang lima ratus juta itu guna memancing Wili. Jefri yang sedari pagi sudah curiga dengan adiknya sendiri, sengaja membuntuti kendaraan roda empat milik Wili yang menuntunnya ke arah rumah Jeni. Di situlah kecurigaan Jefri semakin memuncak tatkala Wili dengan santainya membawa tas yang berisi uang itu dan masuk ke dalam rumah Jeni. Sejak Awal kedatangan Wili, Jefri sudah mendengar percakapan antara Wili dan Jeni dari balik tembok penghalang.
Jeni yang terkejut dengan jantung yang tiba-tiba berdegup kencang, sontak berdiri dan tercengang.
'Mengapa Mas Jefri bisa datang sepagi ini?' tanyanya dalam hati penuh perasaan takut yang menyelimuti.
Jefri yang tampak marah, menatap Jeni dengan sinis kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada Wili.
"Bisa-bisanya kamu meminta uang lima ratus juta hanya untuk membayar wanita murahan seperti dia!" sergah Jefri pada Wili. Jari telunjuk terlihat lurus mengarah pada wajah Jeni, sementara bola matanya penuh amarah menatap wajah Wili yang kebingungan.