Jeni melihat kembali layar ponselnya. Dia ceroboh. Rupanya sang penelepon bukan Wili, melainkan Jeremi.
"Oh iya, Mas. Sorry!" ralat Jeni ia kembali menempelkan benda pipih itu pada telinganya. Dia salah sasaran ternyata menyangka Wili yang menelepon padahal Wili dan Jeni tak mengetahui nomor ponsel masing-masing.
"Memangnya kamu pikir Bapak siapa yang menelepon?" tanya Jeremi merasa aneh.
"Hehe iya, Mas. Tadi saya mulai terlelap tidur. Mimpi dimarahi, Bos. Saya pikir yang menelpon bos saya mau marah-marah. Eh taunya saya halu, Mas." Jeni membuat alasan konyolnya.
"Oh jadi kamu sudah tidur?" Jeremi bertanya jadi tidak enak.
"Baru mau, Mas. Sudah disuguhi mimpi buruk. Beruntung Mas Jeremi telepon jadinya kan tidak dimarahi Bos lagi," jelas Jeni kembali beralasan. Entan mengapa dia masih tak bisa bercerita soal Wili pada Jeremi. Bukan apa-apa, karena Jeremi masih terasa baru dan Jeni merasa bingung jika banyak pertanyaan yang disodorkan nanti kepadanya.