Ini dokter udah gak waras, beneran. Ini serius? Dia sampe ke sini buat ngejar aku?
"Ada perlu apa sampai kesini dok?" Kataku ketus.
"Maaf nak Galih, seperti yang anda sudah ketahui, saya di minta tolong oleh keluarga nak Galih untuk membantu persoalan, mengurung diri ini. Saya juga sudah mencoba pendekatan dengan cara biasa, tapi sepertinya tidak cukup untuk membuka kesempatan dari nak Galih."
"Lalu?"
"Setelah mendengar bahwa, bahkan nak Qines yang merupakan teman akrab dari nak Galih pun tidak mampu mendorong nak Galih untuk membuka pintu, saya berkesimpulan sepertinya nak Galih masih belum siap "keluar" dari kamar itu, baik secara fisik maupun mental ."
"Maka dari itu," sambung si dokter,"Setelah berdikusi dengan nak Qines, dan mengetahui latar belakang nak Galih, saya mencoba masuk ke dunia yang nak Galih pilih selama ini, dunia game online."
"Lu, ikut-ikutan juga sama rencana dokter ini Nes?" Tanyaku.
"Aku mau kamu sembuh Lih, kamu mau terus-terusan di dalam kamar?" Jawabnya.
"Gue gak sakit Nes..."
"Fisik kamu sih nggak, tapi..."
"Tapi kepala gue gitu?"
Qines hanya terdiam, si dokter nekat itupun lanjut bicara,"Bagaimana nak Galih, mau mencoba konsultasi di sini, di dunia game?"
Konsultasi ya? Memangnya itu bisa membantu?
"Anda yakin, konsultasi ini bisa membantu... Membantu masalah saya?"
"Tidak ada yang pasti di dunia ini nak Galih, saya tidak bisa berjanji masalah anda akan selesai. Tapi saya bisa pastikan, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu anda kembali ke kehidupan normal."
Kehidupan normal ya? Apa itu yang ku inginkan? Memang hidupku sekarang tidak ideal, tapi apa harus? Apa yang harus ku korbankan untuk kehidupan "normal" itu?
"Baik dok, biar saya pikirkan dulu. Ada yang harus saya kerjakan hari ini..."
"Baik nak Galih, di tunggu kabar baiknya ya. Besok pagi kita ketemu lagi di game."
"Ok lih, kita cabut. Mudah-mudahan bisa dapat solusinya ya. Bye."
"Bye Nes..."
~ ~ ~
"Yami, jangan ngelamun! Siap-siap nahan serangan bos!" Teriak KuuGa panik.
"Santai bos, sorry lagi banyak pikiran!" Kataku seraya maju menghadang serangan bos monster.
Pelan tapi pasti, kamipun berhasil menyelesaikan misi leveling siang itu. Anggota grup leveling siang ini benar-benar kompeten, setiap pemain mengeksekusi peran masing-masing dengan sangat baik. Dari ketiga grup levelingku, harus di akui grup ini yang paling solid. Agak sedih sih membandingkan grup ini dengan grup lamaku, tapi itulah kenyataannya.
"Lu kenapa hari ini? Gak segreget biasanya, ada masalah?" Tanya KuuGa setelah anggota yang lain pamit.
"Ya gitu deh, masalah pribadi." Jawabku sekenanya.
"Jadi gimana? Masih mau lanjut ikut kita?"
"Tenang, gue masih lanjut!"
"Oke deh, gue percaya kata-kata lu. Yang jelas pastiin lu fokus buat misi selanjutnya, kita gak mau mati konyol dan kehilangan exp gara-gara lu."
"Siap, asli sorry banget gue."
"Ya udah, gue duluan. Besok lagi ya, dagh."
[KuuGa keluar dari game]
Phew, akhirnya aku punya waktu untuk merenung sejenak, setelah padatnya jadwal ngegame dari pagi. Jujur, kalau komputer tetap hidup gini, aku gak yakin bisa konsentrasi mempertimbangkan perkataan dokter gila itu tadi pagi.
Yah, mempertimbangkan. Harga diriku sulit mengakuinya, tapi yang jelas, sepertinya aku benar-benar butuh bantuan sekarang…
Segera setelah ku matikan komputer, bergerak malas akupun menjauh dari tempat favoritku itu. Kulihat sejenak jendela kamarku yang selalu tertutup tirai bertahun lamanya itu. Tanganku bergerak pelan, berniat menyibak kain lusuh yang menghalangi pandangan dunia luar ke padaku itu, atau sebaliknya, menghalangi pandangan ku ke dunia luar.
Sesaat setelah tanganku menyentuh tirai dingin itu, tumpukan kekhawatiran menyerbu pikiranku. Bagaimana kalau tetanggaku melihat? Seorang pengangguran beraroma menjijikan yang tak keluar kamar selama bertahun ini? Apa yang mereka akan pikirkan? Tatapan jijik seperti apa yang akan mereka berikan?
Lebih buruk lagi, bagaimana kalau salah satu dari keluargaku yang melihat? Apa aku bisa bertahan menghadapi rasa jijik mereka? Menghadapi penghakiman mental mereka?
Sial, dasar pengecut! Berhenti takut pada hal yang tak perlu!
"Kamu yakin? Orang-orang bakal melihatmu seperti anak-anak melihat singa di kebun binatang loh. Spesies langka yang terkurung di dunianya sendiri, hahahaha!"
Sial! Suara sialan itu lagi!
Ayo, geser sedikit saja. Kudengar cahaya matahari bagus untuk kesehatan, sudah bertahun lamanya sejak aku terkena cahaya matahari…
"Geser, ayo geser coba! Biar kita lihat gimana ekspresi panikmu nanti!"
Menggeram marah, ku katupkan kembali tanganku. Rasa takut kali ini menang terhadapku. Aku tahu, aku tidak bisa seperti ini selamanya, tapi apa boleh buat kan?
Apa boleh buat…
"Yah, apa boleh buat. Gak ada yang mengharapkan pecundang sepertimu berubah kok. Tetap seperti ini, seperti prasangka orang-orang terhadapmu! Jangan berubah, tunjukan pada orang-orang kalau kamu itu pecundang sejati Hahahahahahahah!"
Apa itu benar? Aku tidak mungkin berubah? Aku akan tetap seperti ini selamanya?
"Benar dan benar, gak usah di pertanyakan lagi."
Aku… aku akan membusuk di sini?
"Yap!"
Kugertakan gigi, tanganku yang tertutup membuka kembali. Persetan! Aku sudah jatuh sedalam ini, sedikit rasa malu dan kepanikan bukanlah apa-apa! Aku sudah kehilangan banyak hal, apa yang aku takutkan?
"Hei, apa yang kau lakukan! Berhenti, berhenti bodoh! Apa kau tidak takut terluka oleh kenyataan! Tetaplah menjadi Galih yang pengecut! Dengan begitu kau akan terhindar dari rasa sakit!"
Ini, ini mungkin kesempatanku melihat kenyataan lagi. Dari jendela kecil ini, aku akan sedikit membuka diri ke dunia luar. Apa yang akan terjadi memangnya? Apa yang lebih buruk dari ini?
"Hei, hentikan sialan! Kau tidak punya kekuatan untuk melihat dunia luar saat ini! Dengarkan kata-kataku atau kau akan menyesal!"
Tanganku kini mengenggam tirai itu erat, sudah tidak ada jalan mundur sekarang. Tirai ini menjadi batas tipis antara aku dan dunia luar saat ini. Kuteguk ludah pelan, bersiap untuk menyibak hamparan kain lusuh itu.
"HENTIKAN KEPARAT!!!"
SRAKKK!!!
Dengan sepenuh tenaga, ku sibakan seluruh tirai jendela. Jendela kecil itu kini terbuka lebar, cahaya matahari yang sebenarnya sudah agak redup jam segini, menyerbak membutakan mataku sejenak. Kurasa mengendap menahun di kamar ini tanpa cahaya matahari membuat mataku tak terbiasa dengannya.
Awalnya memang aku hanya berniat mengintip sedikit, tapi masa bodoh lah. Kalau melakukannya setengah-setengah, aku hanya akan takut dan mengurungkan niatku. Lebih baik ku buka semua sekalian, jadi aku tidak ada alasan lagi untuk lari.
"Haah sialan, lihatlah apa yang sudah kau lakukan…"
"Lang, dia siapa?"
Eh, suara asing ini, suara seorang gadis?
Perlahan, mataku mulai terbiasa dengan terang ini. Sedikit menyipit, kulihat dua siluet manusia. Gilang? Dan siapa gadis manis di sebelahnya itu?
Sekilas, kulihat gurat kekecewaan dan kemarahan di wajah adikku. Sambil menatapku sinis, dia menghela nafas berat dan berkata,
"Bukan siapa-siapa…"