"Lalu apa?"
Arthur tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Tangannya kemudian berpindah ke kepalanya, menepuk-tepuk pelan disana seperti sedang memanjakan kucing kecil. Mengerutkan keningnya, Cecile menatap aneh pada Arthur.
'Kita tidak begitu akrab satu sama lain'
'Tapi ia bertindak seakan mereka sudah begitu akrab bertahun-tahun lamanya?'
Merasa tidak nyaman dengan perlakuan itu, Cecile segera menepis tangan pria itu dari kepalanya.
Dilain sisi, sekelompok pria berjubah melongo menonton pertunjukan itu.
'Yang mulia menepuk kepala gadis itu begitu lembut?'
'Yang mulia senang mempermainkan para gadis. Tapi ia tidak pernah menyentuh mereka. Dan saat ini Yang mulia menyentuh gadis itu?'
'Siapa gadis itu untuk Yang mulia?'
Dan mereka saling bermonolog dalam diam.
Entah bagaimana berlalunya waktu. Sekelompok orang itu hanya berdiri saja seperti patung. Menikmati pertunjukan dari Cecile dan Arthur yang terjebak dalam lingkaran yang mereka buat. Mereka seperti sudah lupa dengan tujuan awal mereka untuk menangkap Arthur.
Arthur sama sekali tidak tersinggung melihat gadis itu tidak senang dengan perlakuan nya. Akan tetapi itu semakin membuat nya suka untuk terus mengusiknya. Membungkuk sedikit, wajahnya perlahan ia condongkan ke wajah gadis itu.
"Rasa penasaran dapat membunuh kucing. Apa kau yakin ingin mengetahui nya?"
Cecile tersentak kaget. Bola mata coklatnya nyaris hampir meloncat melihat betapa dekatnya wajah pria itu dengannya. Apalagi ketika ia berbicara, ada aroma mint yang berhembus. Nafasnya yang hangat, itu menyapu wajahnya. Membuat kedua belah pipinya yang merah kian merekah seperti mawar.
"Aku tidak memaksa mu untuk memberitahu" Kata Cecile mencoba untuk menepis rasa gugupnya.
Dalam situasi canggung itu. Cecile mempertahankan martabat nya dengan tetap tenang.
Arthur menyengihkan mulutnya. Melihat kedua belah pipi gadis itu yang memerah, ia merasa sangat puas dalam hatinya.
Cecile yang melihat pria itu masih belum menjauh dari wajahnya merasa kesal. Ia sangat ingin mendorong nya, tapi ia khawatir itu akan menarik perhatian orang- orang berjubah bulu.
Bukankah Arthur mengatakan kalau sekelompok orang itu adalah orang-orangnya?
"Kau mengatakan kalau kau tidak terbiasa membungkuk kepada orang lain, lalu apa ini?"
Mendengar itu kelopak mata Arthur yang lurus sedikit berkibar.
Dan perkataan Cecile berhasil ditangkap oleh sekelompok pria yang mengepung mereka. Segera mereka memasang tampang terkejut.
Mereka saling merajut alis dan bermonolog lagi.
'Kapan Yang mulia pernah begitu murah hati untuk membungkuk kepada orang-orang?"
'Yang mulia sungguh membungkukkan badannya pada gadis ini?'
'Walau itu hanya sedikit bukankah ini luar biasa melihat Yang mulia mereka melakukan nya?'
"Aku melakukannya saat ini, tidakkah kau tersentuh dengan ini?" Arthur kembali memperbaiki ekspresinya dan mengembangkan senyum khasnya yang senang bermain-main.
"Sama sekali tidak"
"Cecile--kau selalu menjadi gadis yang kejam" Arthur melemaskan bahunya. Memasang tampang wajah seakan pria yang baru saja patah hati. Dan entah bagaimana itu tampak sedikit menggemaskan.
Cecile diam-diam mengagumi ribuan ekspresi yang tercipta di wajah yang tampan itu. Pria ini selalu tampil mengagumkan dengan beraneka macam ekspresi.
Dan entah kenapa itu tidak pernah jelek.
"Itulah aku!" Kata Cecile.
Mendengar itu, sudut bibir Arthur yang merah kecoklatan sedikit meringkuk. Menjauhkan wajahnya ia kembali berdiri dengan tegap.
Cecile menghela nafas dengan tenang karena aroma mint milik Arthur tidak begitu lagi dekat dengannya.
"Sampai kapan orang-orang mu mengepung kita seperti ini? lihatlah pedang-pedang diatas kepala kita! Tidakkah mereka merasa lelah memegang nya terus seperti itu?"
"Stamina mereka cukup kuat untuk menahannya"
"Lalu kalau begitu biarkan aku pergi dari lingkaran ini. Melihat betapa banyak pedang di atas kepala ku, aku nyaris hampir mati berdiri"
"Pfft..." Sontak Arthur tertawa.
Ketika Cecile berbicara wajahnya yang cemberut sedikit mengembung kan pipinya. Dan itu terlihat sangat lucu.
"Arthur aku serius! Cepat perintahkan mereka untuk membiarkan ku pergi" Gerutu Cecile. Pria ini sangat susah untuk bersikap lebih serius.
"Kau seharusnya merasa aman di bawah ini, lihat!" Arthur mengarahkan jari telunjuknya keluar.
"Orang-orang sudah pergi, kau aman sekarang"
Melihat itu Cecile sedikit terpana. Seberapa pentingkah orang-orang ini sampai seluruh masyarakat Akez memilih pergi karena merasa enggan untuk mengganggu mereka.
"Arthur sebenarnya siapa dirimu?"
"Kau serius ingin tau hem?"
Sepasang alis Arthur naik turun, memasang ekspresi bermain-main. Cecile ingin sekali mencakar wajah tampan itu saat ini. Jari- jemarinya yang mengencang siap untuk memberi cakaran, segera ia renggang kan kembali.
Menarik nafasnya dalam-dalam, ia menghelanya perlahan. Sungguh butuh kesabaran yang ekstrak untuk menghadapi pria seperti Arthur.
"Lupakan!"
Arthur yang lagi-lagi melihat betapa imutnya dia, tangannya merasa gatal untuk mencubit pipi itu. Karena Cecile memiliki wajah yang tirus, tidak banyak daging di pipinya. Tapi ia dapat menebak betapa lembut dan lunaknya itu ketika ia menjawil nya.
"Arthur ku mohon...!Aku harus segera pergi dari sini. Karena aku harus bergegas untuk melarikan diri ke wilayah lain. Bagaimanapun juga sekarang ayahku sudah mengetahui keberadaan ku disini. Ia pasti akan mengerahkan pasukan yang lebih banyak ke tempat ini untuk menangkap ku"
"Kau ingin berpindah kemanapun, ayah mu pasti akan dengan mudah menemukan mu. Poster mu sudah tersebar di seluruh pelosok Whitackrest"
"Aku tau itu!"
Menjatuhkan kedua bahunya, entah kenapa ia merasa semuanya akan berakhir sia-sia. Apakah sebaiknya ia menyerahkan diri dan berhenti melarikan diri seperti ini?
Segera ia menggelengkan kepalanya. Itu tidak mungkin. Jika ia kembali, ia pasti akan segera menikah dengan Edwin. Mungkin ia bisa pasrah untuk kesekian kalinya, tapi kali ini kasusnya sedikit berbeda.
Edwin adalah pria yang dicintai oleh sepupu perempuan kesayangannya. Bagaimana mungkin ia dapat menjalani hidup dengan pria yang dicintai Anne? Meskipun Anne rela tapi ia tau hatinya terluka. Ia tidak bisa menerima itu. Disamping itu ia juga sudah bertekad untuk menemukan pria yang dicintainya.
Ia ingin hidup bebas tanpa kekangan dan menciptakan banyak pengalaman. Bagaimanapun ia tidak boleh menyerah dengan mudah.
"Tuan muda Arthur... silahkan ikut kami dan kami akan melepaskan gadis itu"
Kata salah seorang dari sekelompok pria berjubah bulu. Mereka mendengar apa yang Cecile katakan, setelah berbicara dari mata ke mata. Akhirnya mereka menemukan ide yang brilian untuk membujuk Arthur pulang.
"Kalian mencoba mengancam ku?"
"Maaf tuan muda, tapi ini adalah perintah"
"Ck..aku tidak akan ikut dengan kalian"
Cecile yang mendengar pembicaraan itu, menemukan situasi Arthur dan dirinya nyaris seperti sama.
"Kau juga melarikan diri dari rumah mu?"
Arthur terdiam ketika mendengarnya. Melihat itu, Cecile merasa tebakannya itu benar. Sedikit berjinjit, ia mencoba mencapai telinga pria itu dan berbisik.
"Kalau begitu ayo kita melarikan diri bersama"
Arthur sedikit terkejut saat merasakan ada belaian nafas halus yang menyentuh telinganya. Melirik kesamping, ia melihat bibir merah Cecile yang mungil berada sangat dekat dengan belahan samping wajahnya.
Dulu jika ada gadis yang melakukan nya, ia tidak akan segan untuk mendorong gadis itu jatuh. Tapi entah bagaimana ia menemukan refleksi yang berbeda dengan Cecile.
"Kau mau apa tidak?" Bisik nya lagi.
"Kau serius ingin mengajak ku?"
"Tentu! Cukup pikirkan bagaimana caranya keluar dari lingkaran maut ini"
Melihat kedua orang itu saling berbisik. Sekelompok pria berjubah yang mengepung mereka, merasakan firasat buruk.
'Sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan?'
___