Melati benar-benar sudah putus asa, dia hanya diam dengan rasa sesak karena terkurung. Tenaganya sudah hilang tak berbekas, bahkan matanya sendiri tak mampu terbuka sepenuhnya.
Suara sudah tertelan ke dasar. Dia sudah lelah berteriak, tidak ada yang mendengarnya sama sekali. Benar-benar membuatnya menderita seorang diri. Dia benci sekolah jika sudah begini.
Pikirannya hanya pada seseorang yang mau membukakan pintunya.
"Haruskah aku bernadzar untuk siapa yang menolongku, Tuhan," desahnya masih dengan bercucuran air mata.
Tidak ada isak tangis hanya saja ada rasa kesal, marah, dan sedih yang bercampur aduk di dalam jiwanya saat ini.
"Tuhan, jika dia yang menolongku, aku tak akan ragu untuk mengabulkan apa yang diinginkannya, meskipun itu menghilangkan nyawaku," pinta Melati.
Bak dramatis seakan masalahnya hanya itu saja, namun Melati sungguh tahu kalau dirinya memang tak bisa berbuat banyak saat dijahili seperti ini.