Vio terbangun dari tidurnya melihat Dony di sampingnya masih terlelap, mereka ketiduran di sofa setelah menonton film semalaman, kaki Dony masih di lantai posisi tidurnya sangat tidak betul, sepertinya Dony memberi banyak ruang buat Vio agar tidurnya lebih nyaman,
Vio tersenyum memandang laki- laki di depannya, di usianya yang belum genap 17 thn, merasa beruntung sekali karena bisa sebagaia ini dengannya, tapi di sisi lain dia kehilangan orang terdekatnya, sehingga Vio harus berjuang sendiri walaupun Vio tidak menyangkal untuk sekarang ini hanya Tante Nia satu- satunya yang membantunya untuk kelangsungan hidupnya yang akan datang, sementara Dony satu- satunya orang teristimewa di hatinya yang memberi kekuatan lain dan selalu membuatnya tersenyum.
Dengan pelan- pelan Vio mengangkat kaki Dony ke atas sofa dan menyelimutinya, setelah itu bergegas mandi dan menyiapkan sarapan...
tidak lama Vio menyiapkan sarapan, karna Vio cuma memanggang roti dan membuat telur mata sapi juga segelas susu.
"Kak bangun..." Vio mengguncang pelan tubuh Dony, Vio membangunkan dengan sabar sampai akhirnya Dony terbangun setelah 30 menit Vio membangunkannya, Dony menuju kamar mandi dan muncul dengan senyumannya yang nakal menatap Vio seperti ingin memakannya,
Vio menikmati srapan pagi dengan canggung karena tatapan Dony. Setelah sarapan Vio ke kafe dan Dony pulang kerumahnya.
***
Dalam waktu dekat, Vio akan menghadapi ujian semester akhir, sementara Dony telah melaksanakan ujian kelulusannya. Sekarang, kehidupan Vio berangsur normal walaupun tanpa kedua orangtuanya, Bi Imah yang selalu setia dan Tante Nia yang selalu membimbingnya juga Dony.
"Vi..." wajah Dony terlihat frustasi ketika menemui Vio di kafe, Vio yang sedang asik memanggang roti berhenti beraktivitas dan menyerahkan tugasnya ke pegawainya, Vio berjalan mendekat,
"Ya kak... Ada apa?" Vio tersenyum lembut...
"Aku akan kuliah di Yogyakarta... Ayahku menginginkan aku kuliah di sana." Wajahnya sangat muram seperti tak senang, Vio mengerti itu artinya Vio dan Dony akan berpisah, tapi Vio nyoba tenang,
"Jalani...!! kalau kak Dony yakin itu baik," Suara Vio meyakinkan, namun Dony menatap tajam tanda tidak setuju.
"Bagaimana denganmu? bagaimana denganku? bahkan sehari saja aku tidak bisa kalau tidak ketemu sama kamu." Dony memandang Vio meminta jawaban, sebenarnya Vio merasakan hal yang sama.
"Kita akan menemukan caranya..." Jawab Vio walaupun Vio juga tidak terlaku yakin dengan kata - katanya.
"Vi... maukah ikut denganku?" Dony memandang Vio, tapi Vio menggeleng,
"Kenapa?" wajah Dony memerah menahan amarahnya.
"Vio punya tanggung jawab mengurus semuanya di sini," Suara Vio pelan, Mata Dony terbelalak terlihat dari sorot matanya ada kemarahan, tanpa berbicara lagi, Dony keluar dari kafe dan pergi meninggalkan Vio.
Vio menarik nafas panjang, raut wajahnya berubah murung, mengambil tas berjalan pelan masuk ke Villa, duduk di sofa dengan pandangan mata kosong, seketika air matanya jatuh dari sudut matanya...
"Yang di jalani kemarin seperti mimpi..." Gumamnya... Vio merebahkan tubuhnya sambil memandang kelaut lepas, fikirannya kalut seperti benang kusut, setelah suara panggilan telpon berbunyi, Vio baru tersadar, dia melirik layar handphonenya
"Dony..." segera Vio angkat tapi dari sebrang bukan suara Dony melainkan suara Ayahnya,
"Vi tolong kerumah secepatnya...!" cuma itu
yang Vio dengar selebihnya suara barang- barang pecah dan suara teriakan Dony, Vio sangat cemas, segera Vio memenuhi permintaan Ayah Dony, tak butuh waktu lama Vio sudah sampai di rumah Dony dan mengetuk pintu,
Pintu segera di buka, Vio tercengang melihat apa yang terjadi. Barang- barang hancur dan lebih tercengang lagi, ada sosok yang paling istimewa di hatinya benar- benar melakukan semua ini, Dengan cepat Vio menghampiri Dony dan memeluknya, Dony terlihat tidak baik, bau alkohol tercuim menusuk hidung Vio.
"Gimana bisa seperti ini kak?" Vio bertanya sambil menahan tangisnya, setelah mendengar suara Vio, Dony terdiam dan ambruk,
Dony segera di pindahkan kekamarnya tapi, Dony masih memanggil - manggil nama Vio setengah berteriak, Ayah Dony yang ada di situ, tidak enak hati melihat tingkah anaknya tapi, Vio menggeleng dan tersenyum.
"Tidak apa- apa Om." Ayah Dony mengangguk, tiba di kamar Dony, Vio kaget melihat dinding kamar Dony yang dominan dengan Photo Vio, tapi tak berani bertanya, Vio Fokus dengan Dony, dengan sigap Vio membuka kemeja Dony dan menyeka tubuhnya, membuka sepatunya dan menyelimuti Dony.
"Vio jangan pergi, aku butuh kamu setiap hari, aku kedinginan tanpa pelukanmu." Dony ngoceh di alam bawah sadarnya,
"Bibirmu manis Vio, bagaimana bisa aku tanpamu," Sambungnya lagi, yang ada di situ saling pandang dan senyum penuh arti menatap Vio, sedangkan Vio wajahnya merah padam karna menahan malu dan tanpa Vio duga tangan Vio ditarik ke arah Dony secara tiba -tiba sehingga Vio jatuh keperluan Dony setelah itu Dony memeluk Vio erat sampai- sampai Vio hampir sesak nafas, semua yang ada di situ pelan - pelan mundur teratur karna udah tidak tahan lagi melihat tingkah Dony. Vio menarik nafas ... pelan -pelan mencoba melonggarkan tangan Dony tapi gagal. Akhirnya Vio mengalah dan diam.
"Vi dua hari lagi aku akan pergi ke Yogyakarta ikutlah bersamaku!" Rengek Dony, Vio menatap Dony dalam -dalam hati Vio sakit, Dony memeluk Vio sepanjang waktu hingga Vio juga kelelahan dan ikut tertidur di pelukan Dony.
Pagi- pagi Vio bangun dan mendapati tubuhnya masih dalam pelukan Dony membuat Vio kehabisan akal untuk bisa lepas dari pelukannya, tak lama Sely kakaknya Dony datang, dia tertawa melihat tingkah adiknya, trus dia bicara di tunjukan kepada Vio sedikit meledek.
"Vi, apakah kerjaan adikku sepanjang waktu begini?" Vio menggeleng, sambil menahan malu.
"Kak Sely tolongin Vio!" Vio merasa tidak nyaman, Sely mengerti dan membantunya, butuh waktu lama untuk lepas dari pelukan Dony,
"Huuh.... akhir ya..." Vio bernafas lega ...
"Aduh kak, adikmu inih membuat Vio menahan sesak sepanjang malam." Vio mengeluh,
"Tapi, enakan?" timpa Sely, wajah Vio berubah memerah kembali menahan malu mendengar kata- kata Sely.
"Sana bersih- bersih dulu! Ayah menunggu di ruang makan, baju gantinya ada di lemari, dua hari yang lalu Dony membelikannya untukmu." Sely menunjuk kamar mandi di pojokan kamar Dony, Vio mengangguk dan masuk kekamar mandi, setelah selesai Vio mencari- cari baju yang di maksud Sely dan ketika membuka lemari Vio tercengang melihat satu lemari berisi baju perempuan semua, setelah di lihat- lihat semua pas di tubuh Vio, Vio enggan berfikir macam- macam, segera Vio ambil satu baju dress warna dusty pink tanpa lengan dengan hiasan bunga di pinggangnya, setelah menata rambut Vio menemui keluarga Dony di ruang makan.
"Maaf jadi menunggu." Suara Vio pelan,
"Tidak masalah," sambut Ayah Dony sambil tersenyum kagum melihat Vio.
"Pantas Dony frustasi ... Kamu sempurna Vio, kami senang kamu masuk di keluarga ini," sambutnya, Vio tertunduk malu.
"Dony mau melanjutkan kuliah, apakah kamu bisa ikut dengannya?" kata- kata Ayah Dony membuat Vio terkejut.
"Vio memiliki tanggung jawab untuk tinggal di kota ini, sementara ini Tante Vio yang mengendalikan perusahaan Orang Tua Vio tapi, tidak selamanya... jadi Vio butuh waktu untuk belajar banyak." Vio menjelaskan dengan hati- hati, mereka mengerti apa yang di sampaikan Vio ada benarnya.
"Itu pemikiran yang bagus, tapi apakah kalian tahan hidup berjauhan? sementara ini Om lihat Dony sangat tergantung padamu?" Ayah Dony menatap Vio,
"Vio juga tidak tau Om, tapi apa salahnya kita mencoba, karena ini untuk kehidupan kedepannya," Jawab Vio,
"Maaf Vi... telah menyusahkanmu! Om terlalu manjakan Dony," Terlihat tatapannya merasa bersalah,
"Kalau mengikuti ego Vio juga akan melakukan hal yang sama Om," Vio tersenyum.
"Oh iya Om sampai lupa, kita belum memulai makannya, ayo Vi di coba!" Perintah Ayahnya Dony, Vio hanya mengangguk. Setelah sarapan selesai Vio pamit pulang.
Di fikiran Vio hanya Dony dan Dony... "Apa aku akan sanggup melaluinya tanpamu Kak? apa aku akan terbiasa tanpa melihatmu setiap harinya?" Vio duduk di sofa sambil memijat keningnya.