"Aku kayaknya mau berangkat sendiri aja, Kak. Beda sama SMA yang bisa kakak antar pagi hari di jam-jam itu saja. Namun beda lagi kalau sudah kuliah, ada jam siang atau sore nggak cuman pagi saja. Kalau asrama aku nggak bisa, ninggalin bibik di rumah sendirian itu pilihan yang buruk buat aku," jawabku kemudian.
Aku kira kak Riki akan marah. Secara tak langsung meskipun masih satu universitas namun ucapanku barusan pasti terdengar seolah-olah sedang menolaknya.
"Hem, kalau begitu jawabannya maka kita harus menyesuaikan jadwal. Nah, nanti kalau sayangku sudah memilih mau ikut kelas mana dan kelas umum apa saja gabungkan sama jadwalku. Kita sesuaikan biar aku tahu bisa antar-jemput kamu di hari apa saja, jika begini pasti rasanya jauh lebih nyaman, 'kan?" Dengan cermat kak Riki menjelaskannya. Dia bahkan menambahkan drama dengan mengusap-usap dagu layaknya bapak-bapak yang sedang berpikir.