Zalina memijit keningnya sendiri yang terasa pusing. Tenggorokannya terasa pahit setelah muntah tanpa mengeluarkan apa-apa dari dalam lambungnya. Peluh menetes dari kening dan tengkuknya kemudian.
"Sepertinya aku salah makan," tutur Zalina.
Dengan lembut Zalina mengusap perutnya sendiri, berharap gejolak yang melanda perutnya bisa segera hilang. Tetapi ternyata sia-sia belaka, mual yang dirasanya tidak juga reda. Rasa mualnya muncul kemudian hilang, lalu muncul dan hilang kembali.
Pandangannya teralih, mengikuti hidungnya yang mengendus aroma yang membuatnya mual.
"Ah ... kopi," gumam Zalina yang dibarengi dengan mual dan muntah kembali.
Berjalan cepat, Bian turun dari lantai atas. Suara muntah Zalina terdengar berulang hingga membuat Bian harus turun memeriksanya.
"Kenapa, Sayang?" tanya Bian, melihat Zalina sedang menundukkan kepalanya di atas meja bar yang ada di dapurnya.