アプリをダウンロード
8.33% Api dan Rumah / Chapter 1: 1 - Aftermath

章 1: 1 - Aftermath

'Kenapa hari pertama masuk kuliah harus setelah putus dari dia?'

Di depan cermin, Deera menatap pantulannya yang lusuh, mata sembab, dan wajah yang kuyu.

'Gila... Ikut casting jadi zombi kayaknya langsung lolos deh.'

"Ra, are you ok? You look so..."

Deera berhenti menatap pantulannya di cermin, dan menoleh ke arah teman kosnya yang menatapnya dengan ngeri. Kemudian, senyuman penuh kebohongan dia pamerkan.

"Gak papa mbak, cuma kebanyakan nonton anime semalem, hehe."

"Hadeh... Sering ngomelin orang, ternyata diri sendiri juga kayak gitu. Ayuk ah berangkat, nanti telat."

"Siap bos!"

Sepanjang perjalanan, otak Deera terus berkelana. Banyak hal dan skenario yang bermain di otaknya, "Kalau aku tidak mengatakan itu di hari itu, pasti sekarang masih sama dia."; "Kalau aku gak nuntut jawaban itu, pasti gak bakalan putus."; "Kalau aku ikut aja, anteng, pasti gak bakal kayak gini."; "Kalau....

"Ra!"

"Sorry mbak, lagi ngalamun. Tadi bilang apa?"

"Ra... Please."

"Hehe sorry."

"Mau dipesenin makanan apa? Tadi Rina ngajak pesen gofood bareng."

"Udah jam makan siang?"

"Ra... Jangan-jangan kamu juga gak dengerin tugasnya pak Jafar tadi."

"..."

"Gih, kumpul dulu sama temen-temen kelompok projek mu. Disuruh bahas proposal nya dan dipresentasikan besok."

"Thank you mbak, hehe. Btw, pesenin geprek aja yaa."

"Oke."

'Kenapa si hari ini kacau banget? Masak iya cuma gara-gara putus sama Eja semuanya bisa seberantakan ini? Come on, Deera. You are not that type of girl!'

-Beberapa saat kemudian-

"Ra, kamu kenapa?"

Tersentak oleh pertanyaan satu kelompoknya, Deera mendongakkan kepalanya. Di sana, dia melihat keempat temannya yang lain sudah menatapnya dengan tatapan khawatir bercampur dengan heran. Lalu, dia sadar wajahnya terasa panas, terutama dari bagian matanya. Kemudian, dia tahu apa penyebab semua itu. Dia menangis.

"Sorry, tiba-tiba mata ku panas banget kemasukan hewan deh kayaknya. Aku ke kamar mandi dulu, ya?"

Secepat kilat, Deera berlari menuju kamar mandi. Dia sudah menyeka matanya, namun air mata tidak mau berhenti mengalir. Suara sesenggukan pun tidak dapat dia sembunyikan meski sudah menyumbat mulutnya dengan cara menggigit tangannya sendiri. Dia bertahan di posisi tersebut selama beberapa menit, bertarung melawan dirinya sendiri. Setelah agak tenang, dia keluar dari bilik kamar mandi dan disambut oleh pantulannya yang sangat menyedihkan. Lebih menyedihkan ketimbang keadaannya pagi ini. Deera hanya dapat menghela nafasnya, 'Apa yang harus ku lakukan sekarang? Kalau aku kembali dengan keadaan seperti ini, semua orang pasti akan bertanya-tanya. Aku tidak membawa kotak make up ku. Juga, tidak membawa tissue. Kalau tiba-tiba aku pulang, itu akan terlibat lebih konyol.'

Tidak punya pilihan lain, Deera hanya dapat membasuh wajahnya berkali-kali. Dia bahkan sudah tidak peduli lagi entah riasan pada wajahnya sanggup bertahan atau tidak, yang dia inginkan saat ini adalah terlihat normal secepat mungkin. Saat dirasa keadaan wajahnya sudah terlihat cukup meyakinkan, dia berjalan kembali ke kelas.

Tidak seperti yang dia khawatirkan, teman-temannya cukup peka dan tidak membahas kejadian tadi. Saat dia kembali, mereka bersikap seolah tidak ada yang terjadi dan melanjutkan pembahasan projek.

2 minggu berlalu, dan keadaan Deera setiap harinya hampir sama. Hanya saja, dia memperoleh keterampilan baru, yaitu mampu menahan air matanya dan hanya menangis saat tidak ada siapapun di sekitarnya. Kemudian, keterampilan lainnya adalah mengarang cerita bodoh untuk menutupi kebodohan yang biasanya tidak pernah dia lakukan.

"Ya ampun, Ra. Aku udah gak bisa ngasih komentar apa-apa lagi. Ngapain si nangisin dia terus?" Suara penuh amarah dan kejengkelan terdengar dari seberang telepon, pemilik suara ini adalah Nana, sahabat Deera sejak kuliah S1. Jika dihitung-hitung, mereka sudah berteman selama 7 tahun. Yang Nana kesalkan di sini tentu saja bukan tingkah Deera, tapi lebih pada lelaki yang membuat sahabatnya begitu bodoh.

"Aku juga gak mau, Na. Tapi gimana lagi... Keluar sendiri air matanya."

"Ra, di luar sana tuh ada banyak cowok yang 100 kali lebih baik dari si binatang Eja itu. Ngapain kamu nangisin binatang yang gak tau terima kasih itu? Apa yang pernah dia lakuin buat kamu? Pernah gak dia bikin kamu bahagia? Sepanjang pacaran aja kamu lebih sering nangisnya daripada ketawanya. Jadi, apa yang bikin kamu kehilangan? Cara dia bohongin kamu? Cara dia bikin kamu feeling lonely? Cara dia nyakitin kamu?"

"Udah Na, udah. Gak kuat."

"Aku gak akan berhenti sebelum kamu sadar, Ra. Come on, you are beautiful. You are smart. Kamu tuh lebih segalanya kalau dibandingin sama dia."

"Tapi bukan itu permasalahannya, Na. Aku sayang sama dia."

"Ok, tell me. Apa yang buat kamu sayang sama dia?"

"Dia baik."

"Kalo baik, kenapa kamu nangis hampir setiap hari?"

"Dia... Gak tau."

"Tuh kan, kamu tuh sebenernya udah gak sayang sama dia Ra. Otak kamu cuma cari-cari alesan aja. Sekarang, aku gak mau tahu, pelan-pelan lupain Eja ya?"

"Gimana caranya?"

"Tanyain pertanyaan itu ke diri kamu sendiri Ra, soalnya yang tahu gimana caranya ya cuma kamu sendiri."

"Oke, Na. I'll try."

"You can do it. I know it. Because you are so strong. More stronger than me."

"Thanks, Na."

'Oke, ini saatnya move on, Ra. Let's try anything you can.'


next chapter
Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C1
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン