"Kalian cari ke sana, kami akan cari ke sini. Nyonya masih tidak yakin kalau Tuan Muda tidak menuju Tokyo!"
Bunyi derap banyak langkah kaki yang terburu-buru terdengar di sana. Orang-orang suruhan ibunya Abare itu menarik perhatian para pengguna kereta api Shinkansen di sana.
Di balik sebuah dinding pembatas di stasiun itu, terdapat dua orang yang masih tersengal-sengal dan diguyur keringat dingin. Mereka menghela nafas lega, akhirnya mereka benar-benar bisa bernafas lega.
"Ayo mochi bodoh, aku tahu penginapan yang murah di dekat sini," ujar Abare pelan. Ia tahu Leony sudah sangat kelelahan, ditambah tubuhnya yang belum benar-benar fit. "Atau lebih baik kita ke rumah sakit saja? kau terlihat tidak sehat, wajahmu pucat sekali--"
"Abare, mereka masih mengejar kita. Boleh jadi kita mungkin bisa mengelabuhi anak buah ibumu, tapi kita belum menghitung kemungkinan kalau orang suruhan Shouki, Momo, atau ayahku yang mencari kita sampai ke sini. Lebih baik kita minimalisir pergi ke tempat umum yang memerluka adminstrasi," tolak Leony. Ia yakin kalau hanya dengan istirahat sejenak ia bisa pulih kembali. Sudah cukup acara kejar-kejaran nya, ia ingin benar-benar beristirahat sekarang.
Abare dilema melihat keadaan Leony sekarang. Tapi kalau Leony sudah berubah ekspresi menjadi masam seperti sekarang, berarti sudah tak ada kompromi lagi. Lagipula apa yang dikatakan Leony itu benar, mereka berdua harus bergerak efisien selama masih dalam jangkauan orang-orang itu.
Toh Abare sudah mempunyai rencana untuk dirinya dan Leony ke depannya. Ia akan pergi jauh bersama gadis itu sampai akan sulit bagi mereka untuk mencari Leony dan Abare. Maka dari itu ia memutuskan untuk pergi ke pusat kota administratif Jepang.
"Baiklah, tapi kalau kau ingin begitu ada syaratnya," ucap Abare.
"Apa?" tanya Leony singkat.
"Naik ke punggung--"
Bruk
Abare melotot. Tanpa ia suruh, Leony sudah lebih dulu baik ke punggungnya. Lengan halus Leony dikalungkan ya ke leher kekar Abare, desiran pernafasan Leony menyapa leher Abare dengan lembut. Rasanya dada Abare menghangat, dan berdebar kencang karena sikap Leony yang tiba-tiba manja seperti ini.
Abare tak menjawab apapun, ia menggendong Leony sembari berjalan menyusuri jalanan ramai di Tokyo. Mencari kawasan yang menyediakan tempat penginapan yang cukup terjangkau tapi bagus. Untungnya Abare sudah punya uang sendiri, bukan mengandalkan uang bulanan yang diberikan oleh orang tuanya. Ia yakin ATM nya yang diberikan oleh mereka sudah diblokir agar Abare tak dapat menggunakannya.
Abare juga tidak sebodoh itu untuk keluar dari rumah itu menggunakan fasilitas orangtuanya.
"Mochi bodoh, malam nanti kau mau makan apa?"
Abare mengernyit heran, Leony tak menjawab pertanyaannya. Tak lama berselang, sebuah dengkuran halus terdengar di telinga Abare. Rupanya gadis manis itu tertidur.
Tak ada yang lebih menenangkan baginya ketimbang berada di samping Leony. Kehilangan kabar Leony seharian penuh hampir membuatnya gila, tak ada satupun informasi yang ia dapatkan kemarin tentang Leony, ia tak tahu harus mencari Leony kemana lagi, sampai Tuhan sendirilah yang mempertemukan mereka berdua.
Abare bisa merasakan kalau nafas Leony sedikit berat, itu membuktikan kalau keadaan Leony belum cukup sehat kalau untuk melakukan perjalanan jauh. Ia harus menetap beberapa hari di Tokyo sampai Leony sembuh, baru ia bisa mengajak Leony untuk pergi dari sini.
Sudahi pikiran tegang itu sejenak. Abare juga sedang lelah, biarkan otak dan jantungnya beristirahat sejenak sekarang.
Sesampainya di depan sebuah hotel, Abare masuk ke dalam sana. Tentunya untuk memesan kamar agar ia bisa beristirahat bersama Leony.
Tolong jangan pikirkan adegan panas wahai pemirsa. Abare tak berniat sedikitpun untuk 'membobol' gadis yang ia gendong itu sekarang.
Tidak tahu kalau beberapa tahun ke depan, mungkin ia akan berubah pikiran. Karena nantinya ia akan menikahi Leony.
"Ini kunci nya Abare-san. Akan saya serahkan ke bagian pelayan hotel, barang-barang Anda juga akan dibawakan mereka ke kamar anda."
"Arigatou gozaimasu," balas Abare singkat. Ia lalu mengikuti pelayan hotel yang membawa barangnya beserta kunci kamar hotel yang telah ia sewa.
Ruangan hotel itu cukup nyaman, rapi, dan cukup mewah walaupun harganya tidak selangit. Ia ingin Leony dapat beristirahat dengan nyaman.
Persetan dengan barang-barangnya yang masih di dalam tas. Ia hanya ingin membenarkan punggungnya yang rasanya sudah bengkok saking lamanya duduk dan berada dalam posisi yang tidak mengenakkan.
Leony yang sudah ia rebahkan di sampingnya masih tertidur pulas, bahkan gadis itu tak sadar saat Abare melepaskan sepatu serta kaus kakinya.
'Manis sekali,' batin Abare. Ia mengelus pelan pipi Leony yang merona bak buah ceri.
Untung saja Abare bukan lelaki bajingan yang suka memanfaatkan kondisi dan situasi. Kalau tidak mungkin Leony sudah berada di bawah kungkungan nya dan tak lagi memiliki kehormatannya.
Oke, jangan pikirkan itu. Bukankah sudah diingatkan berkali-kali untuk jangan berharap adanya adegan panas antara mereka berdua?
Abare menatap lamat-lamat wajah manis itu, mata, hidung, bibir, pipi, alis, semuanya terlihat indah di mata Abare. Walaupun tak ada riasan, walaupun wajah itu sudah sedikit berantakan karena berkeringat, tapi ia tetap berpikir bahwa Leony lah gadis paling cantik yang ia temui sampai nafasnya berhembus sekarang.
Abare bersumpah bahwa ia takkan bersanding dengan gadis lain selain Leony.
Ia berbaring menghadap Leony, mereka berdua berbaring dengan posisi berhadapan bak sepasang pengantin yang baru saja selesai melaksanakan resepsi pernikahan. Sungguh mesra.
Tangan Abare tak henti-hentinya menyentuh wajah lembut Leony. Ia juga meletakkan tangan Leony di pipinya, supaya seakan-akan Leony juga menyentuh pipinya sekarang. Ada-ada saja Abare ini, bucinnya sudah tak tertolong.
Bibir ranum yang berwarna merah muda walau tak dilapisi lipstik itu terbuka sedikit, sangat manis menggoda dan memabukkan. Ingin sekali Abare menyentuhkan bibirnya ke sana dan mengambil ciuman pertama Leony.
Tunggu! ini harus cepat-cepat diinterupsi!
'Astaga! apa yang aku pikirkan?!' Abare membatin sembari tersadar kalau wajahnya hanya berjarak lima sentimeter lagi dari wajah Leony sekarang.
Bahaya.
Abare pernah mendengar suatu petuah dari orang-orang yang bilang 'Kalau lelaki dan perempuan berduaan dalam satu tempat, yang ketiganya adalah setan.' Akhirnya Abare percaya itu sekarang, karena hampir saja tadi ia kelepasan dan melakukan hal yang tidak-tidak dengan Leony.
"Pipi gembil ini harus diisi nutrisi lagi," ucap Abare pelan. "Aku tidak suka gadis yang terlalu kurus."
Kalau bisa, Abare sebenarnya ingin bermanja-manja di samping Leony. Tapi ia tidak boleh membiarkan Leony kelaparan, dan dia juga tidak boleh berlama-lama berada di satu ranjang yang sama dengan Leony. Ia harus mempertebal imannya. Harus!
"Mochi suka makanan yang banyak dagingnya. Hm, dia suka sashimi, mungkin aku bisa belikan dia sashimi dulu," ujar Abare bermonolog.