Pada saat itu juga, gimnasium dalam ruangan Universitas Huzhou dipenuhi dengan keramaian dan kegembiraan yang tidak biasa, berkat para mahasiswa yang telah mendirikan beberapa baris stan dagang sementara di dalamnya.
Tempat ini biasanya merupakan salah satu lokasi yang paling jarang dikunjungi dalam acara eksplorasi kampus. Namun, karena hujan yang turun di luar, seluruh kegiatan luar ruangan terpaksa dihentikan. Akibatnya, sekelompok besar mahasiswa peserta acara berkumpul di dalam gimnasium.
"Oh, lihat. Ada kotak surat untuk surat cinta di sini."
"Jadi ini tempatnya? Ya! Akhirnya kutemukan! Aku sudah mencarinya sejak tadi."
Sekelompok mahasiswi yang tersenyum riang berdesakan di sekitar sebuah kotak surat berbentuk kapsul, saling berebut untuk menuliskan nama penerima surat cinta mereka dan memasukkannya ke dalam kotak.
Kotak surat ini disediakan khusus bagi mereka yang pemalu atau canggung secara sosial agar dapat menghindari rasa malu saat memberikan surat cinta secara langsung. Kotak ini dipasang setiap tahun dalam acara eksplorasi kampus dan selalu menjadi favorit di kalangan mahasiswa.
Xie Xue duduk di sudut ruangan, meneguk susu hangat sembari menyelesaikan suratnya. Setelah itu, ia memasukkan surat tersebut ke dalam amplop putih bersih. Ia menatap amplop itu sejenak sebelum dengan hati-hati menuliskan, satu per satu, nama pemuda yang diam-diam ia sukai.
Senyum puas terukir di wajahnya saat ia bangkit dan berjalan menuju kotak surat kapsul. Namun, tepat ketika ia hendak memasukkan suratnya, setetes darah tiba-tiba jatuh dari atas, mengotori permukaan amplop.
Xie Xue terperanjat.
"Ah, Xiao-jiejie, hidungmu berdarah..." Seorang mahasiswi yang memperhatikan kejadian itu dengan sigap mengeluarkan sebungkus tisu dari tasnya dan menyerahkannya pada Xie Xue. "Ini, lap dulu hidungmu sebelum menetes lagi."
Xie Xue buru-buru menengadahkan kepalanya sambil menutupi hidungnya dengan tisu. "Te-terima kasih."
Bagaimana bisa ia begitu sial hingga tiba-tiba mimisan?
Sudah lama sejak terakhir kali hal ini terjadi. Jika diingat kembali, terakhir kali ia mengalami mimisan, ia masih seorang anak kecil.
"Suratmu… Apa perlu kuambilkan yang baru?"
"Ah, tidak perlu, tidak perlu! Aku hanya menulisnya iseng saja! Hanya untuk bersenang-senang! Tidak penting! Benar-benar tidak penting!"
Takut seseorang akan melihat nama yang tertulis di amplop dan menertawakannya, Xie Xue buru-buru menyelipkan surat yang bernoda darah itu ke dalam celah kotak surat, lalu segera berlari pergi tanpa menoleh ke belakang, masih menekan hidungnya dengan tisu.
Baru setelah itu, mahasiswi yang berdiri di dekat kotak surat menyadari sesuatu. "Eh? Sepertinya itu Xie-laoshi…"
Setelah berlari cukup jauh, Xie Xue berpikir untuk menelepon kakaknya dan bertanya apa arti dari mimisan yang tiba-tiba terjadi.
Namun, ketika ia menghubungi nomor kakaknya, yang terdengar hanyalah suara otomatis:
"Halo, pengguna yang Anda hubungi sedang mematikan perangkatnya. Silakan coba lagi nanti."
Xie Xue tertegun. Ahh… mungkinkah kakaknya sudah kembali ke asrama dan pergi tidur?
Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kakaknya belum tidur, bahwa karena telah menggantikannya sebagai rubah berekor sembilan, ia justru terjebak bersama He Yu di sebuah pulau selama beberapa jam.
Dan meskipun telah merencanakan segalanya dengan hati-hati, pada akhirnya He Yu tetap tertangkap basah oleh kakaknya.
Kedua pria itu berdiri di tepi air, tangan mereka sama-sama terselip di dalam saku, saling menatap dengan dingin.
Xie Qingcheng menunggu dengan sabar penjelasan dari He Yu.
"…Bayangan bulan di permukaan air sungguh pemandangan yang indah."
Akhirnya, He Yu mendongak ke langit dan berbicara dengan tenang, seolah tanpa tergesa-gesa. "Malam ini bulan sangat indah. Kau mengerti maksudku?"
"Bicara yang jelas."
"Aku juga merasa kau sangat tampan, dan aku ingin berkencan denganmu."
"Punya rasa malu sedikit, tidak?" Xie Qingcheng mengetuk abu rokok dari tangannya. "Aku tidak sedang bercanda."
Perlahan, senyum di wajah He Yu memudar. Akhirnya, ia menanggalkan topeng main-mainnya, mungkin karena ia tahu Xie Qingcheng bisa melihatnya dengan jelas. Ekspresinya menjadi lebih suram.
"Karena kau sudah mendengar semuanya, apalagi yang perlu kujelaskan?"
Tatapan dinginnya kembali bertemu dengan mata tajam Xie Qingcheng. Setelah jeda singkat, ia menghela napas dan akhirnya mengungkapkan segalanya dengan terus terang.
"Baiklah. Aku menyukai seseorang. Awalnya, aku berencana untuk mengungkapkan perasaanku malam ini, tapi dia tidak datang. Sekarang kau paham?"
Xie Qingcheng memiliki firasat samar bahwa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi untuk saat ini, ia belum bisa memahami apa itu.
Pikirannya terganggu oleh fakta bahwa He Yu memiliki seseorang yang ia sukai.
"Seseorang dari kampusmu?"
"Ya."
"Siapa?"
He Yu tersenyum. "Itu bukan urusanmu."
Xie Qingcheng meluruskan kakinya, lalu perlahan berjalan mendekati He Yu. Meskipun ia lebih pendek, tanah yang lebih tinggi tempatnya berdiri membuatnya bisa menatap pemuda itu dari atas.
Mata peach-blossom-nya tampak seolah-olah diselimuti embun beku di bawah cahaya bulan.
"He Yu, kau tahu penyakit apa yang kau derita?"
He Yu menjawab dengan datar, "Ebola psikologis."
"Lalu kenapa kau mencoba berkencan dengan seseorang sebelum kau benar-benar sembuh dan gejalamu terkendali?"
He Yu tidak bereaksi.
Seolah-olah ia sudah memperkirakan bahwa Xie Qingcheng akan berkata seperti itu.
Setelah beberapa saat hening, He Yu kembali menatapnya dan berkata pelan, "Bukankah kau yang dulu menyarankanku untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan membangun jembatan dengan masyarakat? Kau menyuruhku untuk berinteraksi dengan orang lain, berteman, mencari kasih sayang, dan menemukan cinta. Bukankah kau juga yang mengatakan bahwa aku bahkan belum pernah menjalin hubungan, bahwa aku selamanya hanya akan menjadi iblis kecil?"
"Aku mengatakannya karena kesal." Tatapan Xie Qingcheng tajam seperti pisau. "Kau begitu pintar, seharusnya kau bisa membedakan antara ucapan yang serius dan sekadar provokasi."
"Terima kasih karena menilai aku setinggi itu," He Yu berkata. "Tapi aku juga baru berusia sembilan belas tahun. Aku tidak sepandai yang kau kira."
Ekspresi Xie Qingcheng mengeras. "Kau sebaiknya lebih berhati-hati, He Yu. Kau tahu berapa banyak orang yang mengalami depresi setelah putus cinta? Bahkan orang biasa pun bisa kehilangan akal karena cinta, menderita hebat, dan berada di ambang kehancuran. Yang kau butuhkan sekarang adalah ketenangan dan kestabilan. Jika semua hasil tesmu sudah kembali normal, kau bisa berkencan dengan siapa pun yang kau mau, dan itu tidak ada hubungannya denganku. Aku bahkan tidak akan peduli untuk bertanya."
He Yu tiba-tiba teringat senyum lesung pipi Xie Xue.
Ironis sekali bahwa Xie Qingcheng sama sekali tidak tahu bahwa orang yang disukai He Yu adalah Xie Xue. Dia tidak tahu, tetapi reaksinya sudah seperti ini. Jika dia tahu bahwa orang yang sebenarnya ingin He Yu jebak di pulau ini adalah adik perempuannya yang tercinta, Xie Qingcheng mungkin sudah menamparnya dengan keras.
"Selama beberapa tahun ini, pernahkah kau benar-benar bisa mengendalikan emosimu sepenuhnya?" Xie Qingcheng bertanya. "Jika tidak, dengan hak apa kau berani mengejar seseorang secara romantis?"
He Yu menatap Xie Qingcheng dengan mata gelapnya. "Fakta bahwa aku sudah mengambil keputusan ini sejak awal berarti aku percaya bahwa aku bisa mengendalikan diriku sendiri."
"Kau benar-benar terlalu tinggi hati."
"Terlalu tinggi hati?" He Yu mengulanginya dengan tawa kecil, lalu bertanya dengan lembut, "Dokter Xie, selama sembilan belas tahun hidupku, pernahkah aku menyakiti siapa pun?"
Xie Qingcheng tidak menjawab.
"Aku hanya menyukai seseorang, itu saja." He Yu berhenti sejenak. "Tapi aku tidak memiliki hak untuk itu, bukan?"
"Kau sama sekali tidak tahu bagaimana penyakit ini akan berkembang di masa depan." Xie Qingcheng memperingatkan. "Belum lagi, kau adalah pasien dengan varian racun darah, kau—"
"Profesor Xie." He Yu dengan tenang memotong ucapan pria yang lebih tua itu. "Kau bukan lagi dokter pribadiku. Aku tahu bahwa kesepian di usia paruh baya membuatmu sulit tidur, jadi wajar saja jika kau suka mencampuri urusan anak muda. Tapi terus terang, aku rasa masalah ini tidak ada hubungannya denganmu."
Tersulut oleh nada bicara He Yu, emosi Xie Qingcheng pun ikut memanas. "Kau pikir aku ingin mencampuri urusanmu? Aku hanya melakukan ini demi menghormati ayahmu. Belum lagi, aku telah merawat penyakitmu selama tujuh tahun. Bahkan untuk seekor anjing yang telah dirawat selama tujuh tahun, wajar jika seseorang merasa peduli, apalagi untuk seorang manusia."
He Yu menundukkan kepalanya dengan senyum sinis dan menjilat ujung giginya. "Ah, sungguh sayang sekali aku bukan anjingmu."
Xie Qingcheng hanya bisa menatapnya tanpa berkata apa-apa.
"Sudah larut. Aku tidak ingin terus berdiri di sini memberi makan nyamuk. Kau mau naik ke perahu atau tidak?" He Yu melepaskan rantai besi yang mengikat perahu dan berkata dengan nada mengejek, "Punggungmu pasti pegal setelah duduk terlalu lama. Apa kau butuh bantuanku?"
Pada akhirnya, mereka kembali berpisah dalam suasana yang buruk.
Setelah kembali ke asramanya, Xie Qingcheng mandi dan merenungkan kejadian-kejadian baru-baru ini. Meskipun sudah agak larut, dia tetap menghubungi He Jiwei.
"Oh, Dokter Xie! Lama tak berjumpa, lama tak berjumpa." Tak disangka, He Jiwei berbicara dengan nada yang cukup sopan. "Kebetulan sekali, saya baru saja berpikir untuk menelepon Anda."
"Ada hal yang ingin Direktur He tanyakan pada saya?" Xie Qingcheng agak terkejut.
"Benar. Saya ingin bertanya tentang insiden di Rumah Sakit Jiwa Cheng Kang."
Itu masuk akal.
He Jiwei menghela napas berat. "Beberapa hari terakhir, saya sudah mencoba memahami apa yang terjadi. Anak itu, He Yu, benar-benar membuat saya terlalu khawatir. Saya dengar Anda bersamanya sepanjang kejadian itu."
"Saya memang bersamanya."
"Para petugas di kantor polisi memberitahu saya bahwa Anda menjaga He Yu sepanjang hari itu. Saya benar-benar harus berterima kasih pada Anda."
Tampaknya He Yu tidak menceritakan seluruh kejadian kepada He Jiwei.
Xie Qingcheng tidak suka menerima ucapan terima kasih tanpa alasan yang jelas, jadi dia memberi He Jiwei gambaran umum tentang apa yang terjadi selama insiden di Cheng Kang—tentu saja, tanpa menyebutkan tentang racun darah. Setelah mendengar penjelasan itu, He Jiwei terdiam sejenak.
"Jadi, begitu kejadiannya. Anak nakal itu. Ah..."
Setelah mempertimbangkan sesaat, Xie Qingcheng bertanya, "Direktur He, dulu Anda pernah berbuat baik padabsaya. Jadi, meskipun saya tidak lagi bekerja untuk keluarga He, saya tetap memperhatikan kondisinya jika kebetulan melihatnya. Jika Anda tidak keberatan, bolehkah saya menanyakan bagaimana keadaan He Yu selama beberapa tahun terakhir?"
"Berkat perawatan Anda dulu, dia jauh lebih baik sekarang. Bukankah Anda pernah mengatakan bahwa dia perlu belajar mandiri setelah mencapai tahap tertentu? Awalnya agak khawatir, tetapi siapa sangka dia benar-benar memiliki tingkat pengendalian diri seperti itu? Sesekali dia mendapat suntikan atau minum obat jika merasa tidak sehat, tetapi tidak ada masalah lain yang terjadi."
"Jadi, apakah dia bergantung pada obat-obatan?"
"Itu..." He Jiwei sedikit ragu sebelum akhirnya tertawa kecil. "Anda tahu betul bahwa saya dan ibunya sangat sibuk dengan pekerjaan kami. Sejujurnya, kami tidak mungkin selalu mengawasi seberapa banyak obat yang dia konsumsi... Menurut pengurus rumah tangga, keadaannya tidak terlalu buruk; dia tidak terlalu sering minum obat. Kenapa? Apa dia berperilaku aneh?"
"Tidak." Xie Qingcheng ragu sejenak. Meskipun ada kekhawatiran dalam pikirannya, dia tidak berniat mengungkapkan rencana He Yu untuk berkencan kepada He Jiwei. "Tidak ada apa-apa, saya hanya bertanya saja."
He Jiwei berkata, "Anda bisa kembali kapan saja jika mau. Anda adalah orang yang paling cocok untuk menangani He Yu. Tidak ada yang seperti Anda."
"Direktur He, Anda terlalu melebih-lebihkan," jawab Xie Qingcheng. "Saya sudah lama meninggalkan dunia medis, bahkan lisensi dokter saya sudah kedaluwarsa."
"Dulu Anda masih seorang mahasiswa ketika pertama kali bekerja untuk kami... Ah, sudahlah... Jika Anda tidak bersedia, saya tidak akan memaksa Anda. Namun, Dokter Xie, mengingat Anda dan He Yu sekarang tinggal cukup dekat, bisakah saya meminta tolong pada Anda untuk sesekali memperhatikannya? Dia mungkin tampak dewasa, tetapi dia masih sangat muda. Dia sering bertindak berdasarkan emosinya dan terkadang melakukan hal-hal gegabah. Saya dan ibunya tidak bisa selalu mengawasinya, jadi ada saat-saat di mana kami benar-benar merasa khawatir tentang anak itu."
He Jiwei kemudian menambahkan, "Tapi tentu saja, jangan memaksakan diri jika Anda tidak punya waktu..."
"Tidak apa-apa," kata Xie Qingcheng. "Bagaimanapun juga, dia adalah pasien saya selama waktu yang lama. Belum lagi, dia adalah putra Direktur He. Ini semua adalah hal yang seharusnya saya lakukan."
Mereka melanjutkan obrolan ringan untuk beberapa saat sebelum akhirnya menutup telepon.
Xie Qingcheng bersandar di kursinya dan memijat pelipisnya. Bagi Xie Qingcheng, He Yu adalah pasien yang unik, terjalin dalam hubungan pribadi yang sangat rumit.
Namun, bagaimanapun juga, He Yu telah tumbuh dewasa dan menjadi mandiri—mungkin dia bahkan sudah tidak mendengarkan perkataan He Jiwei lagi. Ada beberapa hal yang benar-benar berada di luar kendali Xie Qingcheng.
Untuk saat ini, dia hanya bisa mengamati.
Dengan kepala yang terasa nyeri, Xie Qingcheng mengeringkan rambutnya dan berganti pakaian bersih. Lagi pula, meskipun He Yu memang belum siap untuk berkencan, belum tentu gadis malang itu akan menerimanya jika dia benar-benar mengungkapkan perasaannya.
Xie Qingcheng hanya bisa menunggu dan melihat.
Dengan pemikiran itu, dia mengambil buku catatan yang dibawanya pulang dari Secret Utopia, lalu mendorong pintu dan turun ke bawah. Di sana, dia memanggil taksi dan menuju kantor polisi setempat.
Sementara itu, acara eksplorasi kampus telah berakhir. Beberapa mahasiswa yang bertanggung jawab atas pembongkaran perlengkapan kegiatan sedang sibuk memindahkan berbagai peralatan, salah satunya adalah kotak surat raksasa untuk surat cinta.
"Kapsul surat cinta tahun ini berat sekali..."
"Sebenarnya ada berapa banyak surat cinta di dalamnya?"
"Kenapa semua orang begitu pemalu dan tidak berani mengungkapkan perasaannya secara langsung? Ahh..."
"Hei! Jangan injak kakiku... Aiyo!!"
Dalam kepanikan dan gerakan yang serampangan, dua mahasiswa yang mengangkut kotak surat itu terjatuh bersamaan dengan benda berat tersebut. Flap plastiknya yang murah retak karena benturan, dan surat-surat yang ada di dalamnya langsung tumpah berserakan ke seluruh permukaan lintasan lari berbahan karet sintetis. Dengan hembusan angin malam, surat-surat itu beterbangan ke segala arah, seolah-olah memiliki kaki sendiri.
Salah satu mahasiswa yang jatuh langsung pucat pasi. "Celaka!"
Surat-surat cinta yang ditulis oleh para pemuda dan pemudi ini bahkan belum sempat sampai ke tangan penerima mereka—bagaimana mungkin mereka bisa kehilangannya begitu saja? Kedua mahasiswa itu buru-buru bangkit dan menepuk-nepuk debu di pakaian mereka sebelum bergegas mengejar surat-surat yang tertiup angin.
Namun, jumlah surat yang beterbangan terlalu banyak untuk mereka kumpulkan sendiri. Mereka akhirnya hanya bisa berteriak meminta bantuan dari orang-orang yang lewat. Para mahasiswa lain dengan antusias turut membantu, berlarian mengejar surat-surat itu dan menangkapnya segenggam demi segenggam.
Kebetulan, He Yu sedang berjalan melewati tempat itu saat kejadian berlangsung.
Sebagai seorang xuedi yang hangat, baik hati, dan lembut—juga seorang tuan muda kaya raya yang sempurna di mata banyak orang—tentu saja He Yu tidak ragu untuk membantu kakak-kakak kelasnya mengumpulkan surat-surat yang berhamburan.
"Terima kasih! Terima kasih banyak!"
Seorang xuejie yang sibuk mengumpulkan surat tanpa melihat siapa yang membantunya terus-menerus membungkuk sebagai ungkapan terima kasih.
Gadis di sebelahnya mencubit lengannya dan berbisik, "Itu He Yu!"
"Ah!" Xuejie itu tersentak dan buru-buru mengangkat kepalanya. Benar saja, yang berdiri di depannya adalah He Yu. Jantungnya langsung berdebar seperti roket yang meluncur ke udara. Dengan gugup, dia tergagap, "H-hai, Xuedi..."
(Xuejie = senior cewek. Xuedi = junior cowok)
He Yu hanya tersenyum dan menyerahkan surat-surat itu padanya sebelum kembali membantu mengumpulkan lebih banyak lagi.
Ada sebuah surat yang tersangkut di semak-semak di sebelah lapangan basket. He Yu berjalan ke sana dan mengambil amplop putih bersih itu. Saat dia menepuk-nepuk debu yang menempel, tubuhnya tiba-tiba membeku.
Ada noda darah di surat itu.
Di balik noda tersebut, masih terlihat jelas barisan huruf yang tertulis dengan sangat indah.
"Untuk Wei Dongheng."
Wei Dongheng adalah idola kelas di Kelas 1 dari jurusan seni drama di Fakultas Seni Rupa. Dia juga seseorang yang telah lama dikenal oleh He Yu.
Di kalangan sosial para pewaris bisnis kaya di Huzhou, nama mereka berdua sering disebut-sebut ketika membicarakan anak muda dari keluarga berpengaruh. Alasannya tidak lain karena Tuan Muda He dan Tuan Muda Wei memiliki banyak kesamaan—bahkan ulang tahun mereka jatuh pada tanggal yang sama, meskipun lahir di tahun yang berbeda.
Namun, hasil dari pola asuh mereka benar-benar bertolak belakang. Dalam lingkaran sosial ini, Tuan Muda He dikenal sebagai pria yang berpendidikan tinggi dan sopan, sementara Tuan Muda Wei terkenal karena gaya hidupnya yang penuh kemewahan, kebejatan, dan hura-hura tanpa batas.
Keluarga Wei adalah keluarga aristokrat dengan latar belakang militer. Namun, salah satu makam leluhur mereka mungkin secara tidak sengaja telah direnovasi menjadi klub malam atau sejenisnya. Akibatnya, orang-orang mungkin telah mencemarkan kehormatan keluarga mereka dengan menari tanpa henti di atas makam tersebut setiap malam, sehingga mungkin itulah alasan mengapa keluarga yang begitu terhormat dapat melahirkan seseorang seperti Wei Dongheng.
Sejak kecil, Wei Dongheng menghabiskan waktunya dengan balapan liar, bolos kelas, dan mengendarai kendaraan dengan suara bising bersama para berandalan. Ia terus-menerus menimbulkan masalah bagi keluarga Wei. Jika bukan karena pengaruh keluarganya, mereka mungkin sudah lama mengalami kehancuran. Dalam lingkungan sosial ini, jumlah orang tua yang menangis dalam kemarahan dan berkata, "Lihatlah He Yu! Lalu lihat dirimu sendiri! Apa gunanya kamu?!" sama banyaknya dengan anak-anak yang membalas dengan air mata, "Lihatlah Wei Dongheng! Lalu lihat aku! Apa yang salah denganku?!"
Seluruh Universitas Huzhou mengetahui bahwa Wei Dongheng sangat liar dan tidak terkendali. Ketika pihak universitas memberikan kesempatan audisi kepada mahasiswa jurusan drama, Wei Dongheng sama sekali tidak menghadiri satu pun audisi. Alasan ia memilih jurusan drama adalah karena jurusan tersebut memiliki persyaratan kelulusan terendah di Fakultas Seni Rupa; dengan kata lain, ia hanya ingin menyelesaikan kuliahnya tanpa usaha yang berarti.
Gadis mana yang memiliki gangguan penglihatan hingga mau menulis surat cinta untuknya? pikir He Yu dengan rasa tidak percaya.
Ia bersiap untuk mengembalikan amplop itu ketika tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
Ia kembali menatap amplop tersebut…
Untuk Wei Dongheng… Untuk Wei Dongheng…
Lalu, ia membeku.
Tulisan tangan itu.
Ia tidak akan pernah salah mengenalinya.
Rasanya seperti ia baru saja menerima pukulan tak kasat mata yang begitu mengguncangkan.
Itu adalah tulisan tangan Xie Xue!
"Ada apa ini? Apakah surat-suratnya berjatuhan?" Sekelompok mahasiswa laki-laki yang baru saja selesai bermain basket keluar dari lapangan sambil menyeka keringat. Salah satu dari mereka melirik secara acak dan melihat surat di tangan He Yu.
Senyum langsung muncul di wajah mahasiswa tersebut saat ia berkata, "Tuan Muda He, sepertinya Anda mendapatkan panen besar lagi tahun ini!"
Seorang mahasiswa lain keluar dari lapangan basket. Ia memiliki tinggi yang hampir sama dengan He Yu dan wajah yang terlihat jujur serta terhormat, tetapi rambutnya diputihkan dan diwarnai perak mencolok, serta memiliki lima tindikan di telinganya. Wajahnya memperlihatkan ekspresi bebas dan tanpa beban.
Itulah Wei Dongheng sendiri.
Mata Wei Dongheng dan He Yu bertemu.
Wei Dongheng mengangguk lebih dulu. "Tuan Muda He."
He Yu membalas dengan anggukan, tetapi kata-kata "Untuk Wei Dongheng" terus terngiang dalam pikirannya, setiap goresan huruf begitu familier.
Biasanya, Wei Dongheng tidak tertarik pada surat cinta semacam ini, tetapi karena surat ini berada di tangan He Yu, ia tidak bisa menahan diri untuk setidaknya meliriknya sekali. Saat itulah ia melihat noda darah di amplop tersebut.
Wei Dongheng mengernyit. "Surat ancaman?"
He Yu tampak sangat tenang—bahkan gerakan bibirnya nyaris tak terlihat. "Sepertinya begitu. Mau kubuang untukmu?"
"Aku tidak tertarik pada surat cinta. Semuanya langsung masuk ke tempat sampah. Aku yakin Tuan Muda He juga paham akan hal itu. Tapi ini pertama kalinya aku menerima surat ancaman! Aku harus membacanya dengan baik nanti." Wei Dongheng tersenyum pada He Yu dan mengambil surat itu dari tangannya. "Terima kasih."
Secara refleks, He Yu menjawab dengan datar, "Tidak masalah."
Setelah Wei Dongheng pergi, butuh waktu yang sangat lama bagi He Yu untuk akhirnya menenangkan pikirannya.
Ia masih tidak berani percaya bahwa apa yang baru saja dilihatnya benar-benar surat pengakuan cinta Xie Xue untuk Wei Dongheng. Dari sudut matanya, ia menyadari bahwa dua gadis yang bertugas mengurus kotak surat kapsul sedang menatapnya dan Wei Dongheng dengan penuh semangat barusan. Ia berjalan kembali ke arah mereka.
"Permisi, tentang surat yang bernoda darah tadi…"
"Oh, surat itu ditulis oleh Xie-laoshi, gadis yang sangat beruntung itu."
"Ya, benar. Mungkin karena udara musim gugur yang terlalu kering, hidungnya tiba-tiba mimisan saat sedang menulis. Aku yang memberinya tisu."
"…Baiklah." Setelah beberapa saat, He Yu berkata pelan, "Terima kasih."
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Malam itu, setelah kembali ke kamarnya dan selesai membersihkan diri, He Yu berbaring di tempat tidur, melewati malam tanpa tidur, terus memikirkan Xie Xue dan Wei Dongheng.
Xie Xue juga telah mengenal Wei Dongheng sejak lama.
Saat mereka masih kecil, Tuan Muda keluarga Wei sering datang bermain. Xie Xue juga selalu ada di sana, dan ia serta He Yu selalu bekerja sama untuk mengerjai Wei Dongheng. Saat itu, He Yu berpikir bahwa Xie Xue tidak menyukai bocah sombong yang merasa dirinya paling hebat di dunia ini.
Namun, saat itu tak satu pun dari mereka yang bertanya pada diri sendiri: mengapa seseorang repot-repot mengganggu orang lain jika mereka benar-benar tidak peduli padanya?
Xie Xue dan Wei Dongheng bersekolah di SMA yang sama.
Saat Xie Xue duduk di kelas dua, Wei Dongheng masih di kelas satu.
Saat Xie Xue naik ke kelas tiga, Wei Dongheng tetap di kelas satu.
Bahkan ketika Xie Xue lulus, Wei Dongheng masih tetap di kelas satu.
Pria ini benar-benar menjadikan kenyataan bahwa ia tinggal kelas dua kali sebagai sebuah legenda di lingkaran sosial mereka, bahkan membanggakannya seolah itu adalah suatu pencapaian luar biasa—menduduki posisi "idola kelas satu" selama tiga tahun berturut-turut.
Ia adalah seorang pelanggar aturan sejati—saat Xie Xue menjadi pengawas asrama di sekolah, Wei Dongheng dengan santainya berjalan melewatinya untuk makan barbeque di luar sekolah saat jam makan siang. Xie Xue dengan marah memperingatkannya, tetapi ia sama sekali tidak menghiraukannya. Bahkan geng berandalan yang selalu mengikutinya mulai mengejek Xie Xue.
"Wei-ge, apakah ini calon kakak ipar kita? Dia benar-benar mengontrolmu dengan ketat. Dia bilang akan mengurangi poinmu kalau kau berani keluar! Wah, aku takut sekali, hahaha!"
"Saozi, bukan hanya pendek, tapi juga rata seperti papan."
"Wei-ge! Gadis kecil ini benar-benar mencatat di bukunya bahwa kau melanggar peraturan! Kenapa kau tidak mencoba sedikit merayunya?"
Para berandalan itu bersiul dan mengejek. Xie Xue, yang mengenakan ban lengan merah khas pengawas asrama sekolah, begitu marah hingga matanya mulai berkaca-kaca. Ia berlari mendekati sosok Wei Dongheng yang melangkah santai dengan ranselnya tersampir di satu bahu, berdiri berjinjit, lalu berteriak dengan penuh emosi, "Wei Dongheng! Kau sampah! Kau orang paling menyebalkan di dunia ini!!"
Namun, jika memang begitu, mengapa setelah lulus ia memilih datang ke Sekolah Seni Rupa Universitas Huzhou untuk menjadi dosen?
Xie Xue adalah lulusan terbaik di angkatannya dan memiliki nilai akademik yang luar biasa. Dengan kemampuannya, ia seharusnya bisa mencoba melamar pekerjaan di Akademi Drama Yanzhou—institusi yang lebih bergengsi dengan gaji lebih baik. Namun, saat itu, ia pernah berkata kepada He Yu melalui WeChat bahwa dirinya kurang percaya diri. Itulah alasan mengapa ia akhirnya menerima tawaran dari Universitas Huzhou, yang dianggapnya tidak seberat pilihan lain.
He Yu sempat merasa ragu saat mendengarnya.
Xie Xue selalu menjadi seseorang yang sangat berani. Selain Xie Qingcheng, He Yu belum pernah bertemu orang lain yang lebih berani daripada dia. Lalu, mengapa seseorang seperti Xie Xue bisa kehilangan kepercayaan diri bahkan hanya untuk sekadar melamar pekerjaan?
Barulah sekarang He Yu akhirnya memahami bahwa yang sebenarnya dikejar oleh Xie Xue adalah Wei Dongheng, yang saat itu berkuliah di Universitas Huzhou.
Dan dirinya? Ia benar-benar tidak menyadari apa pun, bahkan rela menolak tawaran dari universitas luar negeri ternama hanya demi mengikuti Xie Xue ke tempat ini.
…Betapa konyolnya.
He Yu terbaring di tempat tidurnya sepanjang malam, diam dan mati rasa, terus memikirkan semua ini hingga langit mulai terang menjelang fajar.
"He Yu, kita ada kelas pagi. Kau bangun tidak? Ayo sarapan dulu," seru teman sekamarnya dari balik tirai.
He Yu menjawab pelan lalu bangkit.
Namun, hanya sesaat kemudian, dadanya tiba-tiba terasa sesak disertai nyeri tajam yang dengan cepat menjalar ke seluruh tubuhnya.
Ia menopang dahinya yang terasa dingin dengan satu tangan dan mengambil obat dari meja di samping tempat tidur. "Aku kurang enak badan," katanya lirih. "Kalian duluan saja."
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
He Yu merasa tidak sehat, tetapi malam Xie Qingcheng juga tidak lebih baik darinya.
Saat tiba di kantor polisi, ia sudah merasa sedikit tidak enak badan.
Xie Qingcheng tidak tahu apakah ia masuk angin di pulau itu atau ada penyebab lain, tetapi ia terus merasa pusing, dan telinganya berdenging pelan.
Ia menyerahkan buku catatan berisi pesan mencurigakan kepada petugas yang berjaga dan menjelaskan bagaimana ia menemukannya sebelum berbalik untuk pergi.
Namun, baru saja ia mencapai tangga, tubuhnya mendadak ambruk.
"Xie-ge?!"
Dengan susah payah, Xie Qingcheng menoleh dan melihat sosok Chen Man, yang saat itu sedang membantu rekannya membawa berkas.
"Xie-ge!" Chen Man langsung berlari menghampirinya, sementara Xie Qingcheng kembali diserang rasa pusing yang begitu hebat. Baru setelah Chen Man menahan pinggangnya, ia bisa berdiri dengan stabil.
Chen Man menatapnya dengan cemas. "Kau kenapa?"
"Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja merasa pusing…"
"Wajahmu juga terlihat sangat merah. Coba aku periksa… Aiya, kenapa tubuhmu panas sekali?"
Chen Man buru-buru menopang Xie Qingcheng agar tetap tegak, lalu berbalik dan berteriak kepada rekannya,
"Xiao-Zhou, gantikan aku sebentar, ya? Aku harus membawa seseorang ke ruang medis!"