Paviliun Defery
Prang!
Pot bunga kaca di atas meja dilempar kasar ke dinding. Kekuatan lemparan yang disertai dengan amarah membuat pot kaca itu hancur tak berbentuk.
"Sial!!!"
Jerkahan nyaring itu mengelagar memenuhi seisi ruangan mewah itu. Semua yang ada di situ menciut ketakutan. Masing-masing dengan wajah pucat seperti mayat dan peluh dingin yang membanjiri tubuh. Seolah-olah tak lama lagi akan ada kunjungan dari malaikat maut.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN, HAH!! KENAPA PEREMPUAN JALANG ITU BELUM MATI!"
Sekali lagi jerkahan nyaring itu mengelagar membuat semua yang ada di situ melutut laju.
"A..ampuni kami Nyonya. Ka..kami tidak becu.."
CTARR!
"Aargggh!"
Belum sempat seorang mata² yang dikirim itu menghabiskan ayat nya satu libasan cemeti singah laju di tubuhnya menghasilkan satu luka panjang yang dalam.
"Tidak tahu malu! Masih ada muka ingin meminta ampun"
"APA KALIAN INGAT SAYA MEMBAYAR KALIAN HANYA UNTUK BERMAIN-MAIN SAHAJA, HAH! DASAR KALIAN ANJING PENGECUT"
Begitu tajam perkataan itu menusuk ke dalam hati diiringi tatapan maut yang sangat menakutkan.
"Hmm apa kau belum berjaya membunuhnya wahai Nyonya terhormat keluarga Dwein?"
Namun dalam ketegangan itu malah satu suara santai terdengar. Semua orang menoleh ke arah sumber suara itu. Terlihat seorang lelaki bertopeng sedang duduk santai di salah satu bangku dalam ruangan itu. Dia adalah Gregory salah satu orang misterius di Kerajaan laut timur. Juga rakan sekomplot kepada Nyonya Dwein.
"Diam!!"
Persy menjeling tajam lelaki di sisinya itu. Belum juga kunjung surut kemarahannya. Sepertinya rasa haus akan darah dalam dirinya saat ini membuak-buak. Terlihat jelas dari dalam anak mata unggu gelap miliknya.
"Heii kau begitu menjengkelkan. Bukan kah masih ada banyak masa"
Gregory malah membalas kemarahan wanita itu dengan santai. Malah masih sempat memakan beberapa biji anggur di atas meja.
Melihat betapa santai dan rasa ketidakpedulian lelaki itu membuat rasa ingin membunuh dalam diri Persy semakin memuncak. Cemeti di tangan di remas kuat.
"Kau lelaki tidak berguna"
Ingin Persy melibaskan cemeti itu ke arah Gregory namun belum sempat cemeti itu melukai tubuh lelaki itu, Gregory lebih dulu mencapai tubuh wanita itu.
Belum sempat Persy bereaksi leher jenjang nya lebih dulu dicekik Gregory. Membulat sempurna mata Persy. Bagaimana dia lupa jika kekuatan lelaki itu lebih kuat darinya.
"Berani ingin melukai ku hmm"
Walaupun suara itu lembut namun entah kenapa seluruh tubuh Persy tetap mengeletar ketakutan. Tatapan membunuh itu lah yang membuat Persy menciut seperti tikus.
"Kau masih terlalu bodoh"
Bisikan itu tepat mengena ke dalam dasar hati Persy. Gregory tersenyum sinis melihat raut wajah wanita itu yang merah padam menahan geram. Kembali dia menarik tangannya dari leher Persy. Lepas sahaja tangan kasar itu dari leher jenjang milik Persy wanita itu sedikit terbatuk-batuk.
Tajam tatapan Persy ke arah Gregory sambil mengusap-usap lehernya yang sakit. Tanpa mempedulikan Persy yang masih terbatuk-batuk kecil, Gregory berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.
"Aaarggghh, sial!!"
Jerit Persy sekuat hati walaupun suaranya sedikit serak. Semua yang tersisa di situ hanya mampu diam tetapi tidak dengan wanita satu itu.
"APA KALIAN INGIN AKU BUNUH! KENAPA MASIH DI SINI! SELESAIKAN KERJA KAILIAN!!! PERGIII"
Mendengar ancaman maut dari wanita itu membuat semua yang ada di situ berlari lintang pukang keluar. Mana ada orang yang bodoh ingin tetap tinggal di kandang hyena bukan. Jika ada hanya cari mati sahaja.
"Aku akan tetap pasti kan kau perempuan jalang mati di tangan aku. Selepas kau lenyap maka aku dengan senang akan dapat memiliki putra ras dewa itu"
.........
Ayve melangkah riang diantara rimbunan² taman mawar itu. Senyuman ceria terukir indah di bibir. Angin semilir dan kicauan burung menemani dirinya. Sudah lama sekali dia tidak merasakan perasaan sebahagia seperti ini. Sepanjang hari di kehidupannya di dunia nya hanya disibukkan dengan kerja.
Seruling yang diperbuat dari batu Jed ditiupnya perlahan. Terhasil alunan musik yang begitu menenangkan. Bagaikan mampu terbang dibawa angin bayu. Tanpa sedar tubuhnya ikut bergerak mengikut rentak alunan seruling itu. Dia terlihat indah sempurna di bawah mandian cahaya mentari senja.
Sangat indah sampaikan langit sahaja tidak sanggup untuk cepat melabuhkan tirai malamnya. Seperti dewi kecantikan.
Tanpa disedari, sepasang mata menatap lekat ke arah sosok indah yang menari riang di tengah taman mawar itu.
"Cantik" gumam lelaki yang berjubah merah itu. Lelaki pemilik sepasang mata tadi. Terbit senyuman kecil di sudut bibir.
Pengawal peribadi lelaki itu bahkan sampai² dibuat merinding melihat senyuman tuannya yang sama sekali seumur hidupnya belum pernah dia lihat. Dan ini merupakan yang pertama kali nya. Tuannya ini sangat dikenali sebagai seorang yang bermuka kaku. Dia sendiri tidak paham akan tuannya ini. Sisi ganda yang dimiliki tuannya itu sangat tidak dapat ditebak dengan mudah.
"Master malam akan segera datang. Sebaiknya kita mencari tempat penginapan terlebih dahulu"
Bisik orang yang sejak tadi setia berada di sisi tuannya. Namun usulan itu hanya dibiar sepi oleh lelaki berjubah merah itu.
"Cari tahu..."
Arah lelaki berjubah merah itu sebelum menghilang pergi. Pengawal peribadi lelaki itu mengangguk paham akan maksud dari perkataan tuannya barusan. Sosok gadis yang masih menari riang di taman mawar itu ditatap sekilas.
Gadis dengan suatu tarikan misterius yang berjaya menggerakkan hati batu seorang lelaki kaku. Siapa lagi jika bukan tuannya. Sepertinya tuannya sudah jatuh cinta pandang pertama dengan dewi bertopeng manusia. Tidak berlama-lama lagi di situ dia turut menghilang pergi menyusul tuannya yang entah sudah ke mana.
Sedangkan Ayve yang hanyut dalam kebahagiaan nya terhenti seketika. Dia menoleh ke belakang ke arah sepohon pokok Mapel gergasi tidak jauh dari situ. Kening nya berkerut kecil.
"Hmm kenapa aku merasa seperti baru sahaja diawasi ya"
Ayve menggeleng kecil. Mungkin hanya ilusi nya sahaja. Tidak ada siapapun di sana. Ayve menghala pandangan ke dada langit. Sudah terlihat garis merah di ufuk langit. Sepertinya tidak lama lagi hari akan malam.
"OMG!!!"
Dahi ditepuk perlahan dengan telapak tangan. Bagaimana bisa dia melupakan jika dia tadi keluar ke taman ini tanpa mengabari suami² nya.
"Kasihan mereka pasti sedang mencari aku"
"Ok masa untuk pulang. Yaa ayoh"
Seruling Jed disimpan ke saku gaunnya dan kemudian melangkah meninggalkan taman itu.
.
.
.
.
.