Aku terbagun dengan perasaan kaget ketika merasakan ada benda tumpul mengenai kepalaku.
"Aduh.." Aku memicingkan mataku karena merasakan pusing dan juga bingung.
Dimana aku, dimana ini, dimana gedung yang tinggi itu?
Dan yang pertama kali kulihat adalah wajahnya, wajah dari salah satu orang yang membuatku ingin bunuh diri, dia berdecit kesal.
"Ryu!" Suara Ibu guru mengagetkanku.
"Kenapa kamu selalu tidur di jam pelajaran ibu? Cih, kamu benar-benar tidak menghargai ibu, kamu lihat nanti, di masa depan mata pelajaran ibu ini akan sangat berguna buatmu."
Aku membetulkan posisi dudukku dengan kikuk, karena hampir semua mata tertuju ke arahkan setelah insiden pelemparan penghapus papan tulis. Aku melihat ke depan, beberapa angka tertulis di papan tulis, debet, kredit, hutang piutang, ya di masa depan pelajaran inilah yang akhirnya menjerumuskanku. Aku bangun dan berusaha mencerna segalanya.
Aku kembali ke bangku ini, suasana ini, pelajaran ini, bahkan tatapan mata Celin yang berdecit kesal seolah aku mengingat semua. Apakah aku kemarin bermimpi? Dan ini kenyataan? Ataukah ini mimpi? Sedangkan aku mungkin sedang tertidur di alam sana.
"Ya Bu, maafkan saya." Aku mengucapkan kata-kata itu dengan tulus. Semua mata memandang dengan pandangan yang tidak percaya.
Ryu apa kau sakit? Barangkali kepalanya sudah kembali bagus karena dilempar penghapus, akhirnya sadar juga itu anak, eh Ryu kau tidak becanda kan? Begitu bisik-bisik yang kudengar.
Aku sadar, ini membingungkan dan aneh.
"Wah Ryu udah tak seasik dulu..kepalanya jadi berubah bentuk karena dilempar penghapus..?" Seorang teman mengoceh dan ditimpali gelak tawa teman-teman yang lain. Ada apa ini bukankah begitu sebaiknya sifat murid pada guru? Tapi mungkin dulu aku tak begitu, yah aku seorang lelaki yang "pernah" berusia 37 tahun bukan? Dan sekarang aku baru berumur 17 tahun, si Ryu yang bandel dan bermasa depan gelap itu akan aku rubah mulai dari sekarang, tekadku pada diriku sendiri.
— 次の章はもうすぐ掲載する — レビューを書く