Jam istirahat
Alfa menghidupkan alat di telinganya, Alfa melangkah menuju ruang manajer sembari membawa dokumen dengan biasa, ia melewati koridor tanpa terlihat mencurigakan sedikit pun. Ini karena merupakan hal yang wajar pegawai mengantarkan dokumen untuk atasan. Selama memiliki ID card pegawai ia bisa masuk mana saja kecuali ruangan direktur dan petinggi lainnya yang setara. Sedang Amy menuju ruang cctv, penjaga cctv beristirahat untuk makan di kantin selama 15 menit karena terjadi pergantian atau shift penjaga. Ia tidak dicurigai karena Amy tidak lewat lift melainkan tangga darurat yang buta cctv.
"Kau dengar suaraku?" Alfa memeriksa alat di telinganya.
"Iya, aku dengar," sahut Amy.
"Dimana kau?"
"Aku di ruang cctv."
"Kau melihatku?" Alfa melambaikan tangannya di depan cctv.
"Iya aku lihat," jawabnya sembari melihat Alfa di layar, ia memperhatikan perangkat yang ada di sana.
"Matikan hanya bagian sini."
"Baiklah."
"Aku tidak akan mengambil dokumennya, aku hanya akan memotretnya, jadi tidak akan ada dokumen yang hilang."
"Tidak kau fotokopi saja?"
"Tidak. Bisa saja manajer tahu."
Alfa mengangguk ke arah kamera. Amy paham lalu mematikan beberapa cctv yang menyorot di spot masuknya ruangan manajer.
Klek!
"Cctv beres."
"Oke."
Alfa mulai masuk ke ruangan dengan tenang. Karyawan yang lalu lalang di koridor tidak mencurigainya sama sekali karena kesibukan masing-masing. Ia mulai menelusuri dan menyingkap dokumen-dokumen di lemari, memeriksa laci bawah meja dan rak-rak.
"Berapa waktu yang tersisa?" tanya Alfa di sela-sela ia mencari dokumennya.
"Aku masih di ruang cctv, sudah 3 menit berlalu. 12 menit lagi mereka kembali."
"Sudah secepat itu?"
"Cepatlah."
"Aku sedang berusaha."
Namun dalam jangka waktu yang singkat itu, Alfa telah berusaha mengecek semua tempat, tidak ada di rak, lemari maupun laci. Ia bahkan mengecek atas lemari.
"Kau tidak menemukannya?"
"Aku sudah mengecek semua tempat. Sial!" suara Alfa terdengar kesal.
"Dalam 3 menit. Aku akan keluar dan staff akan masuk. Mereka akan menghidupkan kembali kameranya!" Amy gugup.
"Kau kemarilah setelah 3 menit dan berjaga di depan pintu, seperti rencana."
"Baiklah."
Amy melihat jam di pergelangan tangannya, Alfa masih berusaha mencari, tiba-tiba ia melihat rak kecil di samping bawah dekat mesin fotokopi. Ia tidak melihat ada tumpukan kertas di sana, dan ternyata bukan dokumen yang ia cari yang ia dapatkan melainkan sesuatu lebih dari itu. Ia berjongkok dan memotret semua dokumen mencurigakan itu.
"Astaga apa ini?!" batinnya shock melihat itu. "Benar-benar jackpot!"
Itu adalah berkas siapa saja yang mendaftar sebagai anggota baru dalam pencucian uang, anggota lama periode sebelumnya, pegawai transferan periode tahun lalu dan sekarang, dan nama-nama yang pegawai yang meninggal sepanjang periode itu.
"Apa mereka benar-benar menumbalkan orang-orang ini?" Alfa tidak percaya membacanya.
Dokumen di samping bawah dekat mesin fotokopi adalah sampah, sebagian besar rusak atau memang akan dihancurkan oleh mesin penghancur kertas. Beruntung dokumen itu belum dihancurkan.
"Alfa!" teriak Amy.
"Apa yang terjadi?"
"Aku sudah di depan pintu. Aku merasakan manajer datang!" paniknya.
"Tenang dulu. Kita lakukan plan B!"
"Apa? Kau bahkan tidak memberitahuku apa plan B mu sialan!"
"Ini rencananya. Kau kembalilah ke gudang, aku akan mengurusnya."
"Ha? Maksudmu ini plan B-nya?"
Alfa diam, ragu menjawab. Ia sudah menduga reaksinya.
"Alfa! Apa yang kau rencanakan?!"
"Memang ini plan-B uang sudah kusiapkan. Kau kembalilah bekerja dna aku akan tetap di sini."
"Baru kali ini aku mendapati Robin payah sepertimu. Aku tidak akan kembali!"
"Berapa radiusnya?"
"400 meter."
"Aku hampir selesai." Alfa masih memotret semua dokumen itu, terlalu banyak informasi yang ia dapat. Masih banyak dokumen yang belum ia ambil fotonya.
"Sial! Banyak sekali dokumennya," keluh Alfa. "Benar-benar perusahaan orang-orang kotor."
"200 meter."
"Amy! Kembalilah!"
"Tidak akan. Aku tidak mau! Kau pikir siapa pahlawan di sini? Kenapa kau sok-sokan padahal kau yang awalnya menolak huh?!"
"Aargh sial!"
"100 meter."
"Amy!"
"50 meter."
Alfa menunduk sembari mengumpat, ia tidak bisa menghentikannya. Apa yang harus dia perbuat selanjutnya. Sampai di dokumen terakhir, ia segera memotretnya lalu berlari keluar sesegera mungkin. Setelah membuka pintu, yang awalnya ia panik dirinya berusaha menjaga gesture dan ekspresinya. Diliriknya kamera cctv, lampu merah tidak berkedip yang artinya belum telah kembali menyala.
"Kemana Amy? Kenapa kameranya belum hidup?" ia memperhatikan sekitar dan tak ada Amy berjaga di depan pintu.
"Apa yang terjadi?" Alfa melihat kanan kiri dan tidak menemukan Amy, hanya ada lalu lalang pegawai.
Tiit!
Tiba-tiba kamera cctv menyala, muncul titik merah di sana. Alfa semakin tidak paham dengan situasinya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?!" paniknya, ia berusaha tenang dari luar. Ia lalu melangkah menuju tangga darurat di ujung lorong.
Dicarinya di gudang, namun tak ada Amy di sana, ia berlari mencarinya di ruang kendali cctv namun tak ada tanda ia di sana.
"Sial! Dimana kau sekarang? Amy! Amy!" tak ada jawaban dari alat komunikasi mereka.
Setelah selang 20 menit, Alfa akhirnya kembali ke gudang setelah berlarian menelusuri setiap lantai. Ia berkeringat dan wajahnya panik. Pegawai di gudang terkejut melihat keadaannya. Senior Nita mendekatinya, dia agak khawatir melihatnya yang pucat.
"Kau baik-baik saja?"
Tidak hanya Senior Tina, pegawai baru yang lain juga menatapnya khawatir. Alfa masih berdiri di ambang pintu dengan wajah bingung dan panik.
"Kau baik-baik saja?" Senior Tina mengulanginya lagi karena Alfa tak mendengarnya. Ia menepuk lengan atasnya. "Alfa!"
"Eh?" Alfa menyahut. Dia akhirnya menyadari situasinya, ia melihat pegawai lain menatapnya.
"Apa yang terjadi padamu? Kau kenapa?" tanya Tina.
"Amy…Amy hilang."
"Apa?" Tina kaget.
"Tapi dia ada di sini," sahut salah satu pegawai sembar menunjuk ke ruang yang tertutup tirai.
"Apa?!" Alfa segera berlari mendekati ruangan yang tertutup tirai. Itu adalah tempat pegawai biasanya beristirahat sejenak.
Sret!
Dibukanya tirai yang menutupinya, dan benar saja. Amy tengah duduk di tepi ranjang tipis.
Betapa terkejutnya Alfa. Ia mendekat dan memeluknya. Semua orang di sana tertegun, tak percaya melihat adegan mirip film itu.
"Kau berkeringat," kata Amy.
Alfa melepaskan pelukannya. "Kau kemana tadi?! aku mencarimu kemana-mana!"
"Kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu?"
"Apa kau bilang? Kau sendiri? Kau kemana tadi?!"
Tina menutup tirainya dan memberi instruksi dengan tangannya agar pegawai yang lain kembali bekerja.
"Sebenarnya hubungan mereka berdua apa?" salah satu pegawai pada pegawai yang lain, mereka mengedikkan bahu.
Sementara itu Alfa dan Amy masih bertatapan panas di dalam.
"Kenapa kau marah padaku?" tanya Amy.
"Kau memutuskan komunikasi dengan tiba-tiba. Saat aku keluar kau tidak ada di depan ruangan manajer tadi. Dan anehnya kamera cctv tidak menyala, beberapa saat setelah aku keluar baru menyala. Apa yang kau lakukan sebenarnya?"
"Itu…"
"Jelaskan apa yang terjadi."
"Dari pada itu…kenapa kau memelukku tadi?! Ahh memalukan sekali. Para pegawai melihat kita tahu!"
"Benarkah?" Alfa menggaruk lehernya yang tak gatal. "Kenapa kau mengalihkan pembicaraan?!"
"Harusnya kau tidak perlu memelukku," Amy mengalihkan pandangannya malu.
"Memangnya aku bisa apa? Apa aku bisa mengendalikannya? Rekanku hilang, bukankah Robin harus khawatir kalau Batman tiba-tiba tidak muncul di adegan selanjutnya?"
"Cih. Sebenarnya aku sudah di sini dari tadi."
"Apa maksudmu?" Alfa tidak percaya mendengarnya.
"Sepertinya aku dikendalikan diriku yang lain."
"HA?!"