"Kau terlihat pucat, Kaori-chan. Apa kau sakit?" tanya Keiko dengan panik.
Kaori menggelengkan kepalanya, kemudian menjawab, "Aku tidak tahu."
Suara Kaori mulai terdengar serak, tentu Keiko dan Shiina benar-benar terkejut mendengar suara Kaori yang seperti itu. Keiko meminta Shiina untuk membantu Kaori berjalan. Anak itu menganggukkan kepala kemudian berusaha membantu Kaori berdiri. Ia menopang tubuh Kaori dengan menaruh tangan Kaori di pundaknya. Keiko pun membantu mereka agar bisa berjalan walau sangat perlahan.
Keiko mengajak mereka ke depan sebuah ruangan bersalin. Sampai di sini, Kaori masih tak mengerti dengan apa yang terjadi. Untuk menjelaskannya, Keiko membuka ruangan itu. Kemudian ia mengajak Kaori dan Shiina untuk masuk ke dalam sana. Ketika mereka masuk, terlihat Ayaka yang tengah berbaring di sebuah ranjang rumah sakit. Beberapa alat medis di pasang di bagian tertentu tubuhnya. Kaori yang melihat sang ibu yang terbaring di sana segera menghampiri dengan air mata yang berlinang.
"Okaa-san!" panggil Kaori lirih. Ayaka yang melihat kehadiran Kaori hanya dapat tersenyum. Kaori terkejut saat melihat perut Ayaka yang sudah tak besar seperti kemarin.
"Okaa-san, perutmu…"
Kaori menunjuk perut Ayaka ketika ia sudah dekat dengan sang ibu. Sembari tersenyum, Ayaka menjelaskan kepada anaknya jika bayi yang selama berbulan-bulan berada di perut kini sudah terlahir ke dunia dan berjenis kelamin perempuan. Kaori tercengang, tak percaya jika kini dirinya resmi menjadi seorang kakak.
Dengan sangat bersemangat, ia berkata, "Aku ingin melihat imouto-chan!"
"Tunggu, Kaori. Kau akan melihat imouto-chan sebentar lagi. Perawat akan membawanya nanti," jelas Keiko dengan tiba-tiba.
Kaori menolehkan kepalanya kepada wanita itu, kemudian bertanya, "Memangnya sekarang imouto-chan ada dimana?"
"Ia sedang berada di ruang NICU. Kata dokter, imouto-chan harus dirawat selama satu minggu di sebuah tabung yang bernama inkubator," jelas Keiko. Kemudian ia menjelaskan tentang inkubator setelah Kaori menanyakan artinya. Inkubator adalah alat khusus berbentuk tabung yang terbuat dari kaca dengan bagian dalam terdapat kasur kecil untuk bayi yang lahir secara prematur. Adik Kaori memang harus dimasukkan ke dalam sana karena belum cukup bulan untuk dilahirkan.
"Bolehkah aku melihatnya?" pinta Kaori. Ayaka dan Keiko sama-sama melarang Kaori untuk menengok adiknya di ruang NICU itu dikarenakan ia tak akan bisa masuk ke dalam sana tanpa seizin dokter. Mau tidak mau, Kaori harus bersabar hingga dokter menyatakan jika adiknya diperbolehkan keluar dari inkubator.
"Aku sudah tak sabar ingin bertemu imouto-chan," ujar Kaori sembari tersenyum senang. Ayaka terkejut melihat senyuman Kaori karena semenjak kepergian Haru ke Tokyo, Ayaka sudah jarang sekali melihat senyuman manis anaknya itu dan baru kali ini ia melihat kembali senyuman yang pernah hilang. Ayaka merasa senang melihat senyuman anak sulungnya.
Tak lama, tiba-tiba saja ia memanggil sang anak. Kaori pun menoleh ke arahnya dan menanyakan apa yang Ayaka inginkan.
"Apa kau mau berjanji kepadaku?" tanya Ayaka dengan raut wajah yang serius.
Kaori yang tak mengerti balik bertanya sembari mendekatkan diri kepada sang ibu. "Berjanji untuk apa?" tanyanya.
Ayaka tersenyum, lalu meminta sang anak untuk berjanji menjaga dan menyayangi adiknya sampai kapan pun. Tentu dengan senang hati, Kaori menyanggupi permintaan Ayaka, bahkan ia menyodorkan jari kelingking sebagai tanda janji darinya.
"Kau memang anak yang baik, Kaori. Aku sangat menyayangimu," kata Ayaka sembari mencium kening Kaori. Kaori hanya diam saja sembari menundukkan kepalanya. Ucapan Ayaka membuat Kaori merasa bersalah karena sering membentak bahkan membangkang ucapan Ayaka. Ingin sekali Kaori meminta maaf kepada ibunya, namun tak ada keberanian di dalam diri Kaori.
"Kenapa kau bersedih?" tanya Ayaka yang menyadari anaknya tengah menundukkan kepala.
Kaori menengadahkan wajah lalu menatap sang ibu. Dengan ragu ia menjawab, "A-aku hanya merasa bersalah."
Empat kata yang ia ucapkan membuat Ayaka tersenyum. Ia tahu betul jika kini anaknya tengah menyadari kesalahan apa yang telah ia perbuat. Dengan penuh kelembutan, Ayaka meminta sang anak untuk tidak terlalu canggung kepadanya. Ia ingin Kaori mengatakan dengan jelas tentang apa yang tengah ia pikirkan.
Akhirnya, anak itu mengungkapkan rasa bersalah atas tindakannya selama ini kepada Ayaka. Ia berkata jika dirinya sangat menyesal karena selalu membangkang dan nakal sekali. Ia segera meminta maaf atas perilakunya selama ini. Sembari mengusap puncak kepala Kaori, Ayaka mengatakan jika dirinya sudah memaafkan kesalahan Kaori bahkan jauh sebelum Kaori meminta maaf. Anak perempuan itu menangis di hadapan sang ibu, Ayaka segera memeluknya walau ia masih berbaring di atas ranjang.
***
"Kaori-chan, bangun!"
"Kaori-chan"!
Kaori mulai membuka mata saat seseorang memanggil namanya. Cahaya lampu yang menyilaukan membuat ia sedikit menyipitkan mata sebelum membuka lebar-lebar matanya itu. Beberapa kali ia mengedipkan mata untuk membiasakan matanya yang terkena cahaya. Tak lama, matanya terbuka lebar. Ia dibuat terkejut saat melihat seorang temannya yang berdiri di samping tubuh Kaori yang tengah berbaring. Kini ia tersadar jika dirinya sedang membaringkan tubuh di sebuah ruangan serba putih dengan beberapa alat medis di sampingnya. Selain itu, tercium bau obat-obatan yang cukup menusuk hidung. Bau obat-obatan itu membuat Kaori merasa tak nyaman, ia segera terbangun dari posisi berbaringnya.
"Kaori-chan, kau tidak apa-apa?" tanya Shiina dengan raut wajah cemas. Kaori menatap ke arah temannya itu.
"Kenapa aku ada di sini, Shiina-chan?" tanyanya tak mengerti dengan keadaan yang terjadi.
"Kau tak sadarkan diri, Kaori-chan. Tadi kau bilang tubuhmu lemas bahkan kau tak sanggup untuk berdiri. Tak lama kau terjatuh dan tak sadarkan diri di koridor ketika kita hendak ke ruangan Ayaka-san. Aku benar-benar khawatir denganmu, apa kau baik-baik saja?" ucap dan tanya Shiina. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan Kaori. Memang sedari mereka tiba di rumah sakit, Kaori terlihat begitu pucat. Ketika berjalan menuju ruangan Ayaka, ia pingsan di tengah jalan. Keiko dan Shiina meminta bantuan kepada seorang perawat yang kebetulan melintasi mereka. Dengan segera Kaori dibawa ke ruang UGD dan diberikan perawatan dengan cepat. Sementara Kaori sendiri merasa tak mengalami hal tersebut.
"Aku baik-baik saja, Shiina-chan. Tadi aku merasa jika aku bertemu dengan Okaa-san. Sekarang Okaa-san dimana?" tanya Kaori panik. Shiina menggelengkan kepala dan membantah apa yang Kaori katakan. Ia menjawab jika Kaori belum bertemu dengan ibunya sejak tiba di rumah sakit karena ia harus segera mendapatkan perawatan. Tentu Kaori tak mempercayai apa yang Shiina katakan. Ia merasakan dengan sangat jelas jika dirinya tadi bertemu dengan Ayaka, bahkan berbicara dan berpelukan. Keiko dan Shiina juga berada di ruangan yang sama. Namun ia tak menyangka jika Shiina menyangkal semua hal yang terjadi sebelumnya. Ia benar-benar tak mengerti kenapa Shiina bisa berkata seperti itu.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa collect & comment. Karena collect & comment anda semua berarti untuk saya.