"Okaa-san! Jangan pergi! Ku mohon!" teriak Kaori saat ia melihat Ayaka berjalan jauh di depannya. Ia terus mengejar sang ibu yang semakin lama semakin menjauh.
"Jangan mengejarku, Kaori!"
Tiba-tiba saja Ayaka menghentikan langkah dan membalikkan badannya. Ia menatap Kaori dengan wajah yang begitu serius. Kaori yang terus berlari ke arahnya pun menghentikan langkah ketika ia mendengar Ayaka berkata seperti itu.
"Kenapa? Apakah Okaa-san akan meninggalkanku sendirian?" tanya Kaori.
Ayaka hanya tersenyum, kemudian dengan perlahan ia mendekati anaknya sembari berkata, "Asal kau tahu, kau itu adalah anak yang hebat. Aku yakin, kau akan selalu bisa hidup mandiri walau tanpaku."
Kaori menggelengkan kepala kemudian ia berkata jika dirinya tidak mau sang ibu pergi. Namun Ayaka terus meyakinkannya jika Kaori mampu hidup tanpa dirinya. Ia akan pergi ke tempat yang sangat jauh, meninggalkan Kaori seorang diri. Anak itu masih kecil, masih membutuhkan kasih sayang ibunya, hanya saja, Ayaka sudah tidak kuat. Akhirnya ia pun berpesan, "Kau tahu bunga sakura? Hidupnya sangat singkat sekali. Walaupun saat ia tumbuh dengan membawa kebahagiaan, namun tidak lama, bunganya harus kembali berpisah dengan ranting, berguguran karena di terpa angin. Sama halnya dengan sakura, kehidupan manusia pun selalu ada kebahagiaan dan perpisahan. Aku sangat bahagia ketika kau lahir ke dunia. Aku pun akan sama bahagianya ketika adik kecilmu terlahir. Kau harus menyayanginya sebagaimana aku menyayangimu. Namun, kau juga harus merelakan perpisahan di antara kita. Tolong jaga adikmu dengan baik!"
Ucapan panjang lebar Ayaka membuat Kaori ketakutan. Terlebih perlahan tubuh Ayaka memudar, seakan hendak menghilang dari pandangan. Kaori terus menjerit, memohon kepada ibunya untuk tidak pergi. Namun tidak butuh waktu lama, wanita itu menghilang bagai diterpa angin. Menangislah yang bisa Kaori lakukan. Walau ia terus memanggil nama ibunya, wanita itu tak akan pernah kembali.
***
Kaori terbangun dari mimpinya yang cukup membuat ia ketakutan. Banyak sekali peluh yang membanjiri tubuhnya, padahal pendingin ruangan sudah menyala sedari malam. Kepalanya menoleh ke sana kemari, terlihat cahaya matahari sudah memasuki sela-sela jendela kamar. Kaori menghela napas, merasa lega karena telah kembali ke kamarnya. Namun tiba-tiba saja, terdengar seseorang mengetuk pintu rumah. Kaori membiarkannya selama beberapa menit, menunggu ibunya membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Tetapi nyatanya, pintu rumah terdengar diketuk beberapa kali, menandakan jika Ayaka belum juga membuka pintu itu.
Dengan enggan, Kaori segera keluar dari kamar untuk melihat siapa yang telah mengetuk pintu rumahnya. Sembari berjalan ke arah pintu, ia mengucek mata, membersihkan kotoran yang ada di sana. Kemudian, setelah tiba di depan pintu, ia membuka kunci dan pintunya. Terlihat di sana Keiko dan Shiina yang tengah berdiri.
"Apakah kau sudah mandi?" tanya Keiko. Mata wanita itu sangat sembab, namun Kaori tak menyadarinya.
"Memangnya kenapa, Oba-san?" Bukannya menjawab, Kaori malah balik bertanya. Tanpa menjawabnya, Keiko segera memerintahkan Kaori untuk segera membersihkan diri dan berganti pakaian. Bahkan ia memaksa masuk ke dalam rumah bersama Shiina. Kemudian ia mengajak Kaori untuk pergi ke kamar mandi. Dengan dibantu oleh Keiko, Kaori pun membersihkan dirinya di sana. Sementara Shiina hanya berdiam diri di ruang tamu, menunggu ibunya memandikan Kaori.
Tidak butuh waktu lama, mereka berdua keluar dari kamar mandi. Keiko memerintahkan Kaori untuk berganti pakaian dalam waktu cepat. Tanpa banyak bertanya, anak perempuan itu menuruti apa yang Keiko perintahkan. Ia segera berlari ke kamar, kemudian mengambil pakaian secara acak dan memakainya. Setelah itu, ia menyisir rambut sebentar, lalu kembali kepada Keiko dan Shiina yang menunggu di ruang tamu.
"Aku sudah selesai," katanya.
Keiko menganggukkan kepala sembari berkata, "Baiklah. Sekarang kau ikut denganku!"
Ia menarik tangan Kaori dan Shiina untuk keluar dari rumah. Wanita itu begitu panik hingga membuat Kaori kebingungan. Ia tidak tahu apa yang hendak Keiko lakukan kepadanya. Ia hanya diam, hanya menuruti apa yang wanita itu perintahkan.
Keiko menutup dan mengunci pintu rumah Kaori, kemudian ia mengajak kedua anak perempuan itu untuk masuk ke dalam mobilnya yang sudah terparkir di halaman depan. Tak lama, ia melajukan mobilnya ke sebuah rumah sakit yang tidak terlalu jauh dari sana.
Kaori melihat sendiri jika Keiko memasukkan mobilnya ke kawasan rumah sakit. Tentu ia bertanya-tanya dengan apa yang terjadi hingga wanita itu membawanya kemari. Ia pun menanyakan hal tersebut kepada Shiina yang duduk di sampingnya, namun Shiina hanya diam saja. Anak perempuan itu menundukkan kepala, seperti enggan menjawab pertanyaan yang Kaori ajukan. Kemudian mereka bertiga keluar dari mobil setelah Keiko memarkirkan mobilnya. Ia mengajak kedua anak perempuan itu masuk ke dalam rumah sakit dengan berjalan secara tergesa-gesa. Kembali Kaori bertanya kepada Shiina karena penasaran, namun anak itu malah diam saja. Apa yang Shiina lakukan membuat Kaori kesal, ia pun memukul pelan lengan Shiina dan kembali bertanya, "Untuk apa kita datang kemari?"
Ia bertanya dengan berbisik. Dengan terpaksa, Shiina membalas bisikannya. "Kau diam saja! Nanti kau akan tahu apa yang terjadi!" katanya dengan berbisik juga. Mendengar hal itu membuat Kaori terdiam seketika. Kini jantungnya mulai berdegup kencang dan dadanya pun terasa sesak. Ia takut hal buruk menimpa siapapun yang ia kenal. Baru kali ini Kaori merasakan hal menakutkan seperti ini. Terlebih mimpi buruk yang ia alami selama tidur, membuat ketakutannya semakin bertambah. Ia takut terjadi hal buruk terhadap Ayaka, apalagi ia tidak melihat ibunya sejak bangun tidur.
"Shiina-chan, dadaku terasa sesak. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Kaori lagi. Ia benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Namun Shiina memintanya untuk tak banyak bertanya. Jawaban yang Shiina berikan membuat Kaori tak bisa tenang, ucapannya malah membuat Kaori merasa lebih cemas. Karena rasa takut dan cemas yang berlebihan, tiba-tiba saja air mata Kaori berjatuhan. Kaori terdiam, ia tak lagi bertanya kepada Shiina. Bahkan kini ia menundukkan kepala. Perasaannya mulai tak tenang, pikirannya pun mulai melayang entah kemana. Tubuhnya juga sudah mulai berkeringat dan Kaori merasakan tubuhnya mulai goyah. Tak lama ia pun terjatuh, ia sudah tak dapat menahan tubuhnya yang tiba-tiba saja melemas. Shiina yang sadar Kaori sudah tak mengikutinya lagi pun segera berputar arah dan mencari Kaori. Tak lama matanya melihat Kaori tengah terduduk lemah di koridor rumah sakit. Ia terkejut saat melihat Kaori yang sedang menangis. Segeralah ia menghampiri temannya itu sembari bertanya, "Kaori-chan, kau kenapa?"
"Tubuhku lemas, Shiina-chan. Aku tidak sanggup lagi untuk berdiri," jawab Kaori dengan isakan tangisnya yang terdengar cukup jelas. Keiko yang baru menyadari jika dua anak perempuannya tak lagi mengikuti pun segera mencari keberadaan mereka. Setelah ketemu, ia menghampiri mereka berdua.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa collect & comment. Karena collect & comment anda semua berarti untuk saya.