Pria yang selalu ramah dan hangat pada Jeni kini bahkan terdengar berani membentak. Dimana perasaan Wili? Jeni mengusap peluh pada keningnya.
"Maafkan saya, Pak," ucapnya.
"Maaf kamu bilang!" Wili berjalan lebih dekat ke arah Jeni.
"Jangan pernah berpikir kamu akan menjadi permaisuri di sini! Jika tidak mau bekerja dengan baik, lebih baik pergi!" geram Wili dengan tatapan sinisnya. Ia kemudian berjalan acuh tak acuh, melanjutkan langkah menuju ruangan pribadinya. Langkahnya diikuti seorang pria usianya tak jauh berbeda dengannya. Sepertinya itu asisten baru Wili menggantikan posisi yang harusnya ditempati Jeni.
Dada Jeni terasa lemas mendengar perkataan Wili siang ini. Bukan karena ucapannya, tapi Jeni merasa Wili benar-benar telah berubah jauh. Bola matanya tampak berkaca-kaca, Jeni merasa ada yang luka di dalam dadanya. Akan tetapi, dia berusaha menelan kesedihannya. Berusaha membendung air matanya.
'Wili, kenapa kamu jahat!' lirih Jeni dalam hati.