アプリをダウンロード
4.36% Cintaku Nyangkut Di Kantin / Chapter 12: Survei (2)

章 12: Survei (2)

Akhirnya yang di nantikan datang juga. Riski dan Budi sampai pada tempatnya, di sepanjang perjalanan Riski mencoba mengingat arah perjalanannya.

"Udah sampai, bang?" tanya Riski, karena Budi juga sudah memberhentikan motornya. Di sekeliling Riski juga terdapat berbagai macam sayuran, berbagai orang pula yang membeli. Di sini sayuran melimpah ruah.

"Udah, lo mau beli sayurannya sekarang apa gimana?" tanya Budi, karena jika Riski membeli sayuran sekarang dan berjumlah banyak itu tidak akan muat di motornya.

Budi sendiri sudah memiliki pelanggan yang mengantarkan sayuran setiap hari di rumahnya. Ia juga mengambil sayuran di sini, karena sudah kenal dan sudah terjalin kerjasama cukup lama jadi ia bisa mendapatkan sayur di antar ke rumahnya.

"Gue cuman mau survei aja bang, paling di sini cuman beli beberapa aja. Ntar gue bisa ke sini sendiri bang, tenang aja. Gue tadi mencoba mengingat perjalanannya." jawab Riski.

Kemudian mereka berdua berjalan ke sebuah ruko yang sudah menjadi langganan Budi.

"Lho? Kenapa ke sini? Si Amir sudah nganter ke sana tadi." kata bapak yang memiliki ruko yang bernama Arul.

"Ini mau nganterin ni bocah, katanya dia juga mau belajar tentang sayur. Nih kenalin." jawab Budi, ia mencoba mengenalkan Riski dengan Budi agar mereka berdua juga bisa menjalin kerjasama seperti dirinya.

Riski menjulurkan tangannya, "Riski, om."

Begitupun dengan Arul, "Arul. Jangan panggil om, panggil pak aja."

"Udah, lo ajarin ke dia bagaimana cara membersihkan sayur, memilih yang bagus, dan cara mengemasnya." perintah Budi ke Arul.

Arul mengangguk mengerti, lalu ia menarik tangan Riski untuk masuk ke dalam rukonya, "Nah, jadi untuk membersihkan sayur sebenarnya hanya menggunakan air yang mengalir aja, itu sudah bersih dan juga keliatan fresh kalo masih baru. Kalo yang sudah tersimpan di kulkas setelah 3 hari lebih biasanya akan berwarna kuning dan itu sudah tidak bisa di jual kembali. Mengerti?" jelas Arul ke Riski dengan detail.

Riski mengangguk, ia sesekali juga menulis apa yang di katakan Arul agar bisa mengingatnya kembali.

Arul mengambil salah satu contoh sayur yang terkena hama, "Kalo seperti ini, ini kurang bagus untuk di jual. Nih, ada bintik-bintiknya."

"Dan sebenarnya sayur itu barang paling beresiko tinggi, ya karena banyak sekali masalahnya. Terkena panas yang lama bisa layu, nggak di simpan dalam kulkas juga akan layu, di simpan terlalu lama juga akan membusuk. Jadi, kalo sama sayur harus ekstra hati-hati." sambung Arul lagi.

"Semua jenis sayur itu sama aja ya, pak?" tanya Riski penasaran.

"Beda dong, tingkat ketahanan tiap sayur itu berbeda-beda. Ada yang 3 hari sudah busuk, ada yang masih tahan. Biasanya seperti terong, buncis, pare itu kan nggak bisa terlihat layu seperti sawi, selada dan semacamnya. Masa tahan sayur seperti terong biasanya akan lebih lama dibandingkan sawi." jawab Arul dengan ramah.

Berhubung di luar lagi sibuk-sibuknya, "Udah, di pahami yang tadi ya. Ini di lihat-lihat juga gak masalah sayurnya. Saya kesana dulu, lagi ramai soalnya."

Riski melihat-lihat di dalam ruko yang cukup besar, berbagai macam sayuran ada di sini. Benar-benar hebat seorang Arul, Riski ingin menjadi pengusaha sukses sepertinya. Semoga saja.

Riski mengambil sayur sawi hijau, ia mengamati sayuran itu dengan teliti dan membedakan teksturnya dengan terong, "Ternyata memang berbeda, pantes masa ketahanan terong bisa lebih lama ya." kata Riski di dalam hatinya.

Setelah puas dengan melihat sayuran, Riski kemudian menemui kembali Arul, "Pak, kalo boleh tau di sini harga sayurnya berapa ya? Harus beli berapa minimalnya? Atau bebas belinya?" jenius. Pertanyaan jenius yang berhasil Riski ucapkan, seorang yang sangat muda tetapi bisa menanyakan akan hal itu.

"Di sini bebas mau beli berapa aja." sahut Budi, "Tetapi kalo beli banyak bakalan dapet apa, Rul?" sambungnya.

"Dapst diskon." jawab Arul cepat.

"Kalo boleh tau, berapa jumlah yang banyak itu pak? Berapa kilo?" tanya Riski lagi.

"20 kilo di setiap sayurnya." karena Arul sedang sibuk mengurusi pelanggannya, Budi yang menjawabnya lagi.

Riski mengangguk dan mencoba mengingatnya.

"Yaudah, 3 hari lagi Riski akan ke sini lagi untuk membeli sayur di sini, pak. Makasih banyak atas ilmunya." tukas Riski tersenyum manis.

Budi yang melihat attitude Riski juga bangga terhadapnya, biasanya anak muda tidak memiliki etika ketika berbicara ke orang yang lebih tua. Lupa mengucapkan terimakasih setelah mendapatkan bantuan.

Riski mendekati Budi yang tengah duduk sambil membawa rokok di tangan kirinya, "Sudah bang. Riski sudah paham."

"Yaudah, ayo pulang. Ini juga sudah jam 5, ntar sampai rumah sekitar jam 6." jawab Budi.

Setelah berpamitan dengan Arul. Budi dan Riski berjalan kembali ke arah motornya, "Bang, makasih ya." ucap Riski.

"Sama-sama. Oh iya, kalo ada hal yang ingin lo tanyakan, lo bisa tanya ke gue. Ntar gue kasih nomor handphone gue."

"Maaf bang, gue gak punya handphone. Ntar kalo ada pertanyaan, gue ke tempat lo jualan aja ya?" tawar Riski, dan Budi hanya tersenyum manis.

Di perjalanan pulang ini, Riski juga akan mengingatnya. Terkadang ia juga menulis sedang berada di jalan apa, pengalaman yang luar biasa ia dapatkan kali ini. Bertemu dengan petani sayur-sayuran dan bisa di bagikan ilmunya. Entah sedang beruntung atau tidak, Riski hanya bisa mencoba menikmati dan terus berjuang seperti apa yang di katakan oleh Rudy-kakaknya.

Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan.

"Makasih banyak, bang." kata Riski setelah sampai di deoan rumahnya.

"Salam ke Sastro ya, maaf nggak bisa mampir karena udah waktuna jualan ini." jawab Budi terburu-buru karena di jam saat ini ia biasanya sudah berada di tempatnya jualan sayur.

"Ya bang, hati-hati di jalan."

"Ah, kan dekat dari sini. Aman." jawabnya.

Riski kemudian masuk ke dalam rumah, di depan Sastro yang bersiap untuk bekerja.

"Bu, dapat salam dari bang Budi. Dia nggak bisa mampir karena mau jualan." kata Riski menyampaikan salam dari Budi.

"Iyaa, gimana surveinya? Memuaskan? Apa yang kamu dapatkan di sana?" tanya Sastro.

"Banyak, bu. Ternyata di wilayah itu banyak petani, bahkan sayuran di sana melimpah. Udah seperti gudangnya sayur, berbagai macam sayuran ada di sana. Untung bang Budi memiliki kenalan, jadi dia yang mengajari Riski semua hal tentang sayuran. Karena terkendala masalah waktu, jadi hanya beberapa saja. Sebenarnya masih ada pertanyaan lain yang ingin di tanyakan, bu." jelas Riski dengan ekspresi kegembiraannya.

Sastro yang mendengarkan curhatan dari Riski juga ikut tersenyum bahagia, "Semoga kamu bisa sukses ya, nak." batin Sastro.

"Yaudah, bu. Riski mau mandi dulu yaa, dan mau meringkas dari hasil survei tadi. Dadah, bu." Riski melangkahkan kakinya ke kamar mandi.


章 13: Tidak Berani Mengambil Resiko

3 hari kemudian.

Riski kembali menuju tempat pak Arul, ia sebenarnya bingung menggunakan apa kesananya. Ia akhirnya memutuskan untuk mengajak Ardhi, teman sekelasnya. Sebenarnya Riski tak enak, tapi hanya ini satu-satunya cara. Nanti kalo ia sudah dibelikan motor oleh Joko, mungkin Riski akan ke sana sendirian agar tidak merepotkan siapapun.

"Sebenarnya lo mau ngajak gue kemana?" tanya Ardhi, kemarin saat Riski mengajak Ardhi ia tidak mengucapkan akan pergi kemana.

"Ke suatu tempat, pasti lo akan suka." jawab Riski santai, Ardhi menyukai tempat yang sejuk memang.

"Kemana sih?" tanya Ardhi penasaran.

"Gue mau beli sayur, jadi gue minta bantuan lo. Gak papa, kan?"

"Mau ke pasar?" tebak Ardhi. Lagian umumnya orang yang membeli sayur juga pasti akan ke pasar.

"Bukan. Kita ke petaninya langsung, gue mau harga yang murah. Gue mau buka usaha sayuran, jadi gue minta tolong sama lo jangan bilang ke siapa-siapa masalah hal ini. Gue nggak mau denger cemooh orang, hinaan mereka membuat hati gue kadang ingin menangis." jelas Riski.

Ardhi mengangguk paham. Ardhi hanyalah seorang yang tak pernah menghina Riski, ia malah mendukungnya, "Ohh, kenapa gak bilang dari kemarin. Tenang aja, lo bisa percaya sama gue."

"Makasih bro." Riski mengenakan helm milik Joko lagi, "Berangkat sekarang?" sambung Riski.

"Tempatnya jauh? Kok lo nyuruh gue pakai jaket kemarin."

"Dari sini sekitar 1 jam." jawab Riski cuek.

"Boleh deh, sekalian itung-itung refreshing sehabis ujian dan sebelum menghadapi kehidupan SMA."

Riski menaiki motor matic Ardhi. Dan Ardhi segera menjalankan motornya, kali ini mereka berdua berangkat pukul 6 pagi. Inginnya berangkat subuh seperti dengan Budi, tapi Riski tahu jika di jam segitu pasti Ardhi masih terlepat dalam tidurnya.

Diperjalanan Ardhi penasaran, "Bukannya Riski bekerja dengan seseorang? Kenapa dia mengambil sayurannya jauh-jauh?" batinnya.

Karena rasa penasarannya, mending ia bertanya langsung ke orangnya, "Ris, kenapa lo beli sayuran jauh-jauh? Katanya lo dulu tinggal jualin sayurnya aja?"

"Oh, masalah itu? Karena bu Widya akan keluar kota, Ar. Jadi, mau gak mau gue buka usaha sayur sendiri. Dia juga ngasih gerobak sayurnya ke gue." jelas Riski jujur.

"Baik banget ya bu Widya? Sampai udah bisa ngasih ke lo, dan percaya ke lo. Lo ketemu beliau dimana?"

"Di jalanan. Waktu itu gue emang lagi nyari kerjaan, dan gue melihat bu Widya dengan sepeda dan gerobaknya. Yaudah, gue bilang aja kalo ingin bantuin atau kerja di sana."

"Terus, dia gitu aja bilang bolehnya? Nggak ada tanya-tanya apa tuh namanya." tukas Riski.

Mereka sedari tadi di perjalanan menghabiskan waktu untuk mengobrol. Ardhi juga tidak mengebut, karena ia sadar belum memiliki SIM. Ia tidak ngebut juga berjaga-jaga jika ada tilangan.

"Nggak, beliau langsung bilang boleh. Jadi, gue bagian sepulang sekolahnya. Dan pas pagi nya bu Widya sendiri yang jualan." jawab Riski, dengan melihat kanan kiri agar tidak tersesat di jalan.

"Semoga urusan lo lancar semua ya. Kalo lo butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan ke gue. Kalo gue bisa, pasti akam gue bantuin."

"Makasih, Ar."

Setelah itu tidak ada obrolan lagi, mereka mengobrol ketika Ardhi menanyakan dimana jalan selanjutnya. Untung saja Riski mengingat dan mencatat nama jalannya.

Tak lama, mereka berdua sudah sampai di tempat yang di tuju. Ardhi memarkikan dan mematikan motornya.

"Tempatnya sebesar ini, ya? Kerennn, ternyaya petani sayuran di disini banyak banget. Pembelinya juga dari berbagai daerah." kata Ardhi, ia melihat plat nomor kendaraan yang berbagai macam.

"Lo suka kan, apa gue bilang. Sejuk banget di sini mah, kebanyakan emang lapangan pekerjaan ya sebagai petani." jelas Riski.

Riski berjalan dahulu, dan dibelakang Ardhi hanya mengikutinya.

"Halo, pak Arul." teriak Riski ketika mereka berdua saling bertatapan.

"Ini yang kemarin sama Budi, ya?" tanya Arul memastikan.

"Iya, mau beli sayuran pak. Masih ada, kan?"

"Masih-masih, masuk aja ke dalam. Pilih sendiri mau beli apa aja." Arul begitu ramah memang kepada pelanggan.

Ardhi yang mengikuti dari belakang pun juga ikut kaget ketika melihat ke dalam ruko milik Arul. Tempat yang besar, sayuran yang masih fresh.

"Sini, Ar." Riski memanggil Ardhi, karena Ardhi hanya kagum dengan sekitarnya. Ia pertama kalinya datang ke tempat seperti ini, datang ke pasar saja tidak pernah. Sungguh, 2 manusia yang berbeda latar belakang.

"Lo mau beli apa aja, Ris?" tanya Ardhi yang sudah masuk ke dalam ruko bersama Riski.

"Gue nggak mau ambil banyak. Karena kasihan lo nanti bawanya kesusahan, gue ambil seperluanya aja dulu mungkin. Sayuran yang sering di konsumsi aja." jawab Riski dengan memilih sayuran.

Riski mengambil beberapa sawi, sawi hijau, kubis, buncis, terong, tomat, cabai, kacang panjang, pare, kembang kol, brokoli.

"Udah ini aja, gue nggak mau ambil banyak karena ada alasannya juga." ucap Riski yang sudah memperhitungkan semuanya.

"Karena apa?" tanya Ardhi penasaran, lagian kalo murah kenapa nggak langsung ambil yang banyak? Kan bisa untung, kalo banyak pasti juga di bantu anterin pakai mobil pick up sama penjualnya.

"Karena, ini pertama kalinya buat gue. Sayuran juga gampang sekali busuk, Ar. Ada juga yang layu, apalagi pemebeli pasti ingin yang fresh bukan?"

Ardhi menganggukk paham, benar juga apa yang dikatakan oleh Riski. Ardhi ikut ke sini mendapatkan banyak pelajaran yang penting.

"Pak Arul!" teriak Riski.

Lalu Arul datang menghampiri, "Sudah?"

"Udah, ini aja dulu pak. Nggak berani ambil resiko dulu karena masih pemula juga." jelas Riski.

"Udah ada niat untuk berjualan atau usaha itu sebenarnya udah bagus. Langkahnya sudah tepat jika pemula itu harus belajar dulu, jangan terlalu ambil resiko. Seperti pepatah, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit." tukas Arul di selingi dengan tertawa.

"Semuanya berapa, pak?" tanya Riski.

Arul menghitungnya, ia bahkan tidak menggunakan timbangan atau kalkulator. Ia hanya mengira-ngira jumlahnya, "Semuanya 200 ribu aja deh, biar kamu bisa tambah semangat jualannya."

"Sungguh hanya 200 ribu sayuran semua ini? Muraaahh bangeetttt. Biasanya ketika menjual milik bu Widya, semua ini bisa mencapai 500 ribu." batin Riski kaget.

Riski lalu mengeluarkan uang di tasnya, "Ini pak, 200 ribu yaa. Nanti kalo udah habis, bakalan ke sini lagi. Terimakasih." kata Riski, setelah itu ia di bantu Ardhi untuk membawa ke motornya.

"Muat kan motornya?" tanya Arul cemas.

"Muat, ini motornya matic pak. Jadi sebagian bisa di taruh di depan." jawab Ardhi sopan.

"Makasih ya, Ar. Udah mau bantuin gue, gue juga nggak tau kalo lo nggak bantuin gue. Apalagi gue nggak ada kendaraan buat ke sini. Ntar kalo udah sampai rumah, lo gue traktir deh." untuk membayar rasa terimakasihnya, Riski ingin mentraktirnya makanan.

"Ah, nggak perlu. Uangnya buat usaha lo aja, Ris. Semangat ya." jawabnya.


Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C12
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank 200+ パワーランキング
    Stone 0 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン

    tip 段落コメント

    段落コメント機能がWebに登場!任意の段落の上にマウスを移動し、アイコンをクリックしてコメントを追加します。

    また、[設定]でいつでもオフ/オンにすることができます。

    手に入れました