アプリをダウンロード
7.08% Sekolah Sihir: Keajaiban Tersembunyi / Chapter 27: Chapter 27 : Pertemuan dengan Ravindra

章 27: Chapter 27 : Pertemuan dengan Ravindra

Green mencoba memegang tanah yang ia duduk, kering tidak ada kehidupan, bahkan ia tidak bisa merasakan energi positif dari unsur hara yang sebenarnya berguna sekali untuk dirinya.

"Mau keluar?" tanya Pria bermata biru itu.

Ucapannya membuat Green terkejut dengan ragu mencoba mencari jawaban 'ya atau tidak.' Green mencoba menelan ludahnya, walaupun kenyataannya tenggorokannya sudah mulai kering. "Kalau aku ingin, apakah anda mau membawa ku keterbukaan?" tanya Green.

"Biasanya tumbuhan butuh matahari, kan?" tanyanya.

Green mengangguk dengan semangat.

Pria bermata biru langit itu pun mencoba memegang kedua tangan Green. Green begitu terkejut saat cahaya dan energi panas yang tidak asing mengalir begitu saja pada tubuhnya, rambutnya yang mulai menghilang pun sedikit demi sedikit berubah warna menjadi warna sama dengan cahaya matahari, mungkin sama dengan rambut Aidan.

"HAH...." Green seperti mendapat unsur energi positif dari matahari. Mata hijaunya memandang Pria di depannya.

"Siapa anda?" tanya Green.

Pria itu tersenyum. "Entahlah." ucap Pria masih merahasiakan identitasnya. Melepas dengan lembut tangan Green. "Apa sudah baikan?" tanyanya.

Niat Green ingin bebas musnah sudah, ia mencoba memikirkan cara lain untuk keluar. "Aku butuh angin dan air," ucap Green. "Apa anda bisa memberikan itu padaku?" tanya Green, berharap ini berhasil.

"Tidak. Aku tidak akan biarkan kau meninggalkan ku di sini sendiri."

"Kalau begitu, ayo keluar bersama dengan ku. Aku yakin kau akan senang di atas sana. Matahari itu kekuatan anda, kan?"

"Diamlah."

"Kenapa? Ayo keluar dengan saya."

"Diam!!" Mendorong Green.

Green pun tersungkur, tidak sadarkan diri. Kemarahannya membuat tanah yang ia tempat berguncang membuat beberapa tanah runtuh, saat beberapa tanah akan menimpa Green dengan cepat Pria bermata biru mencoba melindungi Green. Ia pikir semua aman-aman saja, nyatanya seseorang menjadi tahu apa yang ada di bawah mereka, langit-langit persembunyiannya runtuh membentuk lubang cukup besar.

"Kau?" Pria bermata biru tidak percaya jika ditemukan.

"Jadi kau yang bernama Ravindra?" tanya Pria bermata merah.

~*~

Aidan mencoba melihat sekitar, tidak ada satupun tumbuhan yang bisa ia makan untuk menambah energinya. Rival yang sudah selesai istirahat pun berjalan ke arah di mana ia datang.

"Rival, kau ingin kembali?" tanya Aidan.

"Ya, orang sepertiku tidak suka berjalan terlalu jauh. Aku juga butuh makan nasi dan daging." ucap Rival.

"Jadi untuk apa kau berjalan sudah sejauh ini!!" HAI!!"

Rival lagi-lagi tidak mempedulikan teriakan Aidan yang terlihat benar-benar marah. Dengan terpaksa Pria pirang keorenan itu menyerah dan memilih berjalan menyusul Rival.

"Jadi kita kembali ke sekolah itu?" tanya Aidan.

"Ya." ucap Rival dingin.

Aidan menjadi serba salah bersama Rival. Saat pertama kali bertemu dirinya sangat berani menantang si mata merah itu, tapi dari waktu ke waktu ia menunjukkan jati dirinya yang akrab pada siapa saja, itu sebabnya tidak pernah ada yang membully dirinya, semua begitu senggan dengannya, kalaupun ada yang mencari gara-gara dengannya habis terbakarlah mereka.

Tiba-tiba langkah Rival, Aidan pun mengikuti. "Ada apa?" tanya Aidan.

"Jangan bergerak." ucap Rival pelan, namun membuat Aidan takut.

"Kenapa sih!" Aidan melangkah lebih dekat, karena ia tidak bisa mendengar apa yang Rival katakan.

Kkrraaak!

HAH!

Keduanya terkejut saat tanah yang mereka pijak runtuh ke bawah. Rival mencoba bangkit dan tidak percaya apa yang ia temukan.

"Kau?" Seorang Pria bermata biru.

"Jadi kau yang bernama Ravindra?" tanya Rival.

Rival melihat Green tidak sadarkan diri dipelukkan Pria itu.

"Hah, Green. Rival itu Green." Aidan menjadi heboh, ia menunjuk-nunjuk tapi Rival tidak mempedulikan karena dia juga sudah tahu, namun masih menjaga sikap untuk tidak terlalu heboh.

"Diamlah." ucap Rival mulai kesal dengan kebisingan Aidan. "Kau kuatkan?" tanya Rival.

"Ya. Api ku bisa membakar siapa saja." ucap Aidan membanggakan diri.

"Kalau begitu rebut Green darinya."

Mereka saling melirik, menyetujui strategi itu. Dengan cepat mereka berpencar ke arah yang berbeda dengan tujuan masing-masing yang sudah direncanakan. Dengan kuat Aidan menarik Green dari genggam tangan Pria bermata biru itu, ada sedikit penolakan tentu saja Aidan harus mengeluarkan kekuatannya, namun.

"HAH!" Ia sangat terkejut saat mengetahui kekuatan yang dimiliki Pria itu.

"Rival!! Jangan bawa dia ke atas permukaan!!" teriak Aidan.

Namun itu terlambat, Rival sudah berhasil menarik Pria itu ke permukaan. Pria itu tertawa senang.

"Siapa kau?" tanya Rival, baru kali ini ia terkecoh dengan kekuatan yang dimiliki lawannya.

"Dasar bodoh! Aku sudah memberitahu jangan bawa dia ke permukaan!" Aidan menarik kerah kemeja Rival penuh amarah.

"Apa kekuatannya?" tanya Rival terdiam melihat Pria itu yang masih di atas menyerap energi luar.

"Matahari,"

Rival menoleh, melihat Aidan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Energinya matahari. Itu sebabnya ia dirahasiakan dalam sejarah." ucap Aidan. "Lebih baik kita kembali ke sekolah dan memberitahu ini semua." Aidan mencoba membopong Green.

"Pergilah, aku akan mencegah dia untuk tidak mengikuti mu." ucap Rival.

Aidan mencoba lari dengan cepat, ingin sekali ia melompat namun disekitarnya sudah tidak ada lagi pohon untuk ia gunakan sebagai pijakkan lompat.

"BERIKAN WANITA ITU PADAKU!!" teriak Pria bermata biru mencoba mengejar Aidan.

"WAAAA!! Rival dia mengincar Green!!" Aidan mencoba menghindar dari Cikarang tangannya.

"Green?" Rival mulai menyadari kalau Pria itu hanya membutuhkan Green, karena satu-satunya yang memiliki kekuatan alam. "Begitu rupanya." Rival mencoba mengejar agar dan menghadang si Pria.

Ia pun berhenti, mereka saling memandang dengan mata tajam menakutkan penuh amarah dan dendam.

"Jadi kau Rival?" tanya si Pria tersenyum meremehkan.

"Ya. Kau pasti Ravindra." ucap Rival mencoba bersiap untuk menyerang.

"Aku pikir kau sudah mati di Bumi." tebak Ravindra.

DEG!

Ucapannya membuat Rival terkejut. "Bagaimana kau tau aku dari sana?" tanya Rival.

"Ya, kau dan aku tidak jauh berbeda. Sama-sama memiliki kekuatan yang dibutuhkan mereka, aku harap kau tidak terpengaruh dengan ucapan manis mereka." jelas Ravindra mencoba mengungkap semua yang terjadi di sekitar Magic School.

"Aku tidak mengerti maksudmu." ucap Rival.

"Kau akan-"

Clak!

Mata merah Rival terbuka lebar tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah lembing menusuk Ravindra membuat Rival yang ada di dekatnya teciprat darah segar dari tusukkan tersebut. Ravindra terjatuh, dirinya mulai terlihat pucat abu-abu begitu juga langit yang terik kini berubah menjadi mendung.

"Sial! Kau menjebakku..." ucap Ravindra lirih.

"Tidak, aku tidak tau apa-apa soal ini." ucap Rival, entah kenapa dirinya begitu takut dengan sosok Ravindra, padahal ia baru pertama bertemu, biasanya ia akan membanggakan diri di depan orang baru tapi ini.

Rival melangkah mundur, tiba-tiba seseorang menutupi dirinya dengan kain hitam. "AAAKKGGHH!!" Ia berteriak histeris.


章 28: Chapter 28 : Bahan Percobaan

Seseorang membuka kain tersebut dari kepala Rival, remaja laki-laki itu mencoba mengedipkan mata untuk memperjelas pandangannya yang buram karena titik cahaya di depannya, cahaya itu sangat silau membuat dirinya tidak bebas untuk menatap langsung.

Rival tidak bisa merasakan energi apapun di tempat ia pijak ini, kaki nya mencoba menerawang mungkin saja ia kenal dengan lantai yang ia pijak sekarang, tapi tetap saja ia tidak bisa merasakan apapun di lantai yang ia pijak.

"Di mana ini? SIAPA KALIAN!!" teriak Rival, mulai marah dengan orang yang memperlakukannya seperti ini. "Aku bersumpah akan membunuh kalian!!" Rival mengancam.

"Apa kau yakin?" tanya seorang pria.

Pandangan Rival mulai terlihat jelas. "Kau?" Iris mata merah Rival membesar, tidak percaya jika ia akan bertemu dengan pria yang ingin ia jauhi. "KURANG AJAR!!" Rival kembali mengamuk mencoba membebaskan diri dari ikatan.

"Diamlah! Sejak awal seharusnya kau ke tempat ini!" balas seseorang.

Sekarang Rival tahu kenapa kedua bersaudara itu selalu ikut campur dengan urusan pribadinya. Habil dan Qabil begitu naif saat didepannya.

"Maafkan aku Rival, tidak seharusnya kau seperti itu pada Tuan Eric." ucap Habil begitu tenang.

"Persetan dengan sekolah ini!!" Rival mulai emosi.

Qabil pemilik sifat emosian ingin sekali memukul mulut Rival, namun niatnya dihentikan oleh Tuan Eric.

"Tenanglah. Kita masih membutuhkannya." ucap Eric pelan.

Emosional Qabil pun meredah, ia menunduk merasa bersalah. "Maafkan saya Tuan."

"Lakukan saja tugas kalian." Melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan mereka.

Habil dan Qabil mencoba membungkuk saat Tuan Eric benar-benar pergi dari ruangan, mereka kembali saling menatap dan kemudian melihat Rival. Remaja laki-laki itu sedikit ngeri dengan tatapan mereka berdua.

"Apa! Kalian mau apakah gua! Kalian tau di sekolah ini hanya gua yang punya kekuatan khusus!!" Rival mencoba memperingati mereka.

"Ya, kami tau. Tidak perlu ngegas gitu." Habil mencoba melepas ikatan Rival.

Rival bertambah takut pada kedua saudara itu. "Sebenarnya apa yang kalian rencanakan?" tanya Rival kebingungan.

"Aku rasa sudah saatnya kalian memberitahu." ucap seorang wanita, perlahan masuk muncul dari balik tirai.

Rival begitu terkejut, ia menunjuk-nunjuk murid wanita itu. "Di... Di.... Dia?"

"Biasa aja! Kagak usah terkejut seperti itu!" Lyne mencoba duduk di kursi.

"Sebenarnya apa yang kalian rencanakan?" tanya Rival.

Habil mencoba membuka ikatan yang melengkapi tubuhnya pada kursi yang ia duduk.

"Sebuah persaingan." jawab Habil.

"Persaingan?" tanya Rival tidak begitu mengerti dengan apa yang Habil ucapkan.

"Percuma saja kau menjelaskan padanya. Mungkin saat ia dilempar ke Bumi ingatannya tentang asalnya sudah hilang dari pikirannya, lagipula aku juga kaget saat Tuan Eric memberitahu kalau dia berganti dengan tubuh seorang remaja, jadi ia ada alasan untuk membawamu ke sekolah mu." jelas Qabil.

"Rival memang bodoh." ucap Lyne.

"Apa maksudmu aku bodoh!" bantah Rival, tidak terima dengan apa yang diucapkan Lyne tentang dirinya.

"Jadi bagaimana selanjutnya?" tanya Lyne.

Habil melihat Qabil, mereka menunggu kesepakatan dari Rival apakah dia ikut dengan mereka atau tidak.

~*~

Ravindra terbangun dari pingsannya. Luka tusukkan dari tombak besi itu masih terasa panas di atas dadanya. Matanya yang tenang kembali menjadi amarah saat melihat sosok Eric, tentu saja Ravindra bergegas turun dari ranjangnya berusaha untuk mendekat, namun itu percuma karena dirinya sudah dikurangi di sebuah ruangan dengan dinding kaca. Ini membuatnya semakin lemah untuk melawan, sumber energinya hanya panas dari matahari.

"Awasi dia. Terus paksa sampai dia ada dipihak kita," ucap Eric. "Kalau masih melawan, beritahu tentang adik emasnya."

"Baik Tuan." Menunduk.

Dengan lirikan mata penuh membara terus memperhatikan Pria bernama Ravindra itu dengan penuh harapan ia akan menguasai dunia penuh kekuatan Dewa yang sudah ia impian sejak awal dirinya menginjakkan kaki di dunia ini. Senyuman penuh kemenangan dan berharap selangkah menuju negara yang akan ia ciptakan sendiri.

Namun kesenangannya tidaklah mudah untuk ia dapatkan begitu saja saat suara ricuh di luar ruangan penelitiannya. Dengan terpaksa ia dan beberapa pengawal keluar untuk mengecek apa yang terjadi di luar sana.

"Apa-apaan ini?!" tanya Eric begitu marah melihat sekumpulan murid yang berkumpul dengan dicegah oleh beberapa guru dan pekerja lain yang masih dipihaknya.

"Apa yang kau lakukan dengan teman kami! Kau mencoba menjadikannya alat!?" ucap salah satu murid perempuan.

"Apa maksud kalian? Apa kalian pernah merasa dikecewakan oleh sekolah ini?" tanya seorang wanita berkacamata melangkah maju, mencoba menyembunyikan Eric dari kemarahan mereka. Satu persatu murid melangkah mundur, masih ada murid yang bertahan pada barisan.

"Dan, bagaimana jika orang tua kalian tau jika kalian ternyata tidak berubah, apakah kalian tidak mau pulang?"

Beberapa murid melangkah mundur, wanita berkacamata itu tersenyum puas dengan apa yang sudah dia lakukan.

"Jadi, dari mana kalian berasal?" tanyanya pada beberapa murid yang masih bertahan.

"Kami berasal dari Bumi yang kau paksa ke tempat mengerikan ini!" ucap salah satu murid dengan nada tinggi tidak terima dengan perlakuan pihak sekolah selama ini padanya.

"Begitu rupanya. Apa kalian ingin ke Bumi lagi?" tanya si wanita.

"Ya!" jawab murid.

"Baiklah, tapi kalian tidak lihat apa yang terjadi di sana. Semua manusia Bumi tidak akan menghargai kalian dan jika mereka tau kalian adalah manusia dengan kekuatan kalian akan dianggap master dan kalian akan diteliti seperti hewan." jelas si wanita, membuat teman dari murid yang menentang melangkah mundur dan tinggal dirinya seorang yang masih bertahan di depan.

"Anak pintar." Berbalik melihat Eric. "Aku pikir anda tidak perlu saya pada murid satu ini, bukan?" tanyanya pada Eric.

"Terima kasih Cindy."

"Kembali." Cindy melangkah pergi.

Suara sepatu heels-nya begitu nyaring seperti musik kematian bagi murid yang menentangnya barusan, ya, itu benar, murid perempuan itu terduduk lemas, membuat teman-temannya terkejut melihat itu.

"Kembalikan mereka ke kamar masing-masing." ucap Eric memerintahkan para penjaga. Eric melihat murid perempuan di depannya, ia berjongkok meraih dagu murid tersebut. "Apa kekuatanmu?" tanya Eric pelan, namun menakutkan bagi mereka yang bertatapan langsung dengannya.

"A... A .... Aku .... Tolong jangan bunuh akh Tua..." Murid itu menangis.

Eric hanya bisa melihatnya dengan tatapan dingin. "Aku bertanya." ucap Eric kembali.

"Entahlah, aku belum mengembangkannya." ucap murid itu.

Eric berdiri, memerintahkan beberapa orang berseragam putih begitu tertutup mencoba mengurus si murid, tentu saja itu membuatnya takut dan mencoba membebaskan diri.

"Kekuatannya sama seperti Habi. Tuan." ucap salah satu dari mereka.

"Melihat masa depan ya? Mungkin ia nanti berguna."

Mereka mengangguk.

BUK!

Memukul keras pada belakang leher murid perempuan tersebut, membuatnya seketika tidak sadarkan diri.


Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C27
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank 200+ パワーランキング
    Stone 0 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン

    tip 段落コメント

    段落コメント機能がWebに登場!任意の段落の上にマウスを移動し、アイコンをクリックしてコメントを追加します。

    また、[設定]でいつでもオフ/オンにすることができます。

    手に入れました