アプリをダウンロード
6.35% When Love Knocks The Billionaire's Heart / Chapter 26: The Mortal Arrow 8

章 26: The Mortal Arrow 8

Setelah puas berkeliling Chateau de Saint-Ulrich, William dan Esmee kembali ke motor mereka. Esmee memandangi sebentar bangunan Chateau tersebut sebelum ia naik ke atas boncengan. Ia tersenyum simpul lalu mengalihkan perhatiannya pada William.

"Kau sudah lapar?" tanya Esmee pada William.

William balas menatap Esmee sambil memegang perutnya. "Apa kita harus turun sampai ke bawah agar bisa segera memakan bekal yang kau siapkan?"

Esmee berpikir sejenak sebelum ia menjawab pertanyaan William. Setelah beberapa saat, Esmee menatap William dengan mata yang berbinar-binar. "Kita bisa mampir ke tempat yang selalu aku datangi. Tempatnya tidak jauh dari sini."

"Di mana tepatnya?" tanya William.

"Kita harus masuk sedikit ke dalam hutan. Nanti akan ada sebuah tanah lapang dengan beberapa batang pohon besar yang tumbang. Di tanah lapang itu kita bisa melihat ke arah Chateau," terang Esmee.

"Jadi aku harus memarkirkan motorku di pinggir jalan?"

Esmee menganggukkan kepalanya dan menyahuti ucapan William. "Dan kita bisa makan siang sambil mengagumi Chateau dari kejauhan."

William menarik nafas panjang. Ia kemudian tersenyum pada Esmee. "Baiklah kalau begitu."

Esmee tersenyum lebar dan segera naik ke boncengan motor William. Setelah Esmee naik ke atas motornya, William segera menyalakan mesin motornya dan mereka pun meninggalkan area Chateau de Saint-Ulrich.

----

"Berhenti di situ," pinta Esmee sambil menunjuk pada sebuah batu besar yang ada di pinggir jalan yang mereka lewati.

William segera mengikuti apa yang dikatakan Esmee. Ia mengarahkan motornya ke batu besar yang ditunjuk Esmee. Setelah William memarkirkan motornya, Esmee turun dari motor sambil melepaskan helmnya.

Esmee menatap sebentar area di sekitar batu besar tersebut. Ia kemudian tertawa pelan sambil mengalihkan perhatiannya ke arah William. "Kita sudah sampai."

William mengerutkan keningnya. "Kau yakin? Kau bilang kau sudah lama tidak ke sini."

Esmee menganggukkan kepalanya. "Hundred percent."

"Darimana kau yakin kalau ini area menuju tanah lapang yang kau katakan?"

Esmee mengerling pada William. Ia berjalan mendekati William dan meletakkan helm yang ia kenakan di kaca spion. Setelah itu Esmee kembali berjalan ke area di dekat tempat mereka berhenti. Esmee menunjuk pada salah satu batang pohon.

"Ini tandanya," ujar Esmee.

William yang penasaran akhirnya turun dari motor dan menghampiri Esmee. Ia ingin melihat tanda yang ditunjuk Esmee dari dekat. Mata William membulat begitu melihat pahatan sebuah nama di pohon yang ditunjuk Esmee.

"Ternyata kau narsis juga. Kenapa kau memahat namamu di situ?" tanya William sembari mengerutkan keningnya.

Esmee tertawa pelan menanggapi ucapan William. "Ini kuburan untuk seorang Penari bernama Esmee Louise."

"Bukankah itu namamu?" William kembali bertanya.

Esmee menganggukkan kepalanya. Ia kemudian kembali berjalan ke motor William untuk mengambil bekal makan siang yang sudah ia siapkan. William menatap Esmee yang berjalan ke motornya sambil menghela nafas panjang.

Setelah mengambil bekal makan siangnya, Esmee kembali menghampiri William.

"Ayo. Kau sudah lapar, kan?" ajak Esmee.

William menganggukkan kepalanya. Ia kemudian meraih tas bekal yang dibawa Esmee. "Biar aku yang membawanya. Kau tunjukkan saja jalannya."

"Baiklah kalau begitu. Ikuti langkahku, jangan sampai kau tertinggal," sahut Esmee. Ia kemudian mulai berjalan masuk ke area hutan.

William tertawa pelan dan segera menyusul Esmee. "Hei, tunggu!"

William berjalan cepat agar ia bisa mensejajarkan langkahnya dengan Esmee. Setelah langkahnya sejajar dengan Esmee, keduanya berjalan bersama di dalam hutan. Melewati pepohonan yang sudah mengugurkan daunnya untuk menyambut musim dingin yang akan segera datang.

----

Setelah berjalan kaki selama lima belas menit, William dan Esmee akhirnya tiba di area tanah lapang yang dikatakan Esmee. Mereka berdiri di pinggir hutan dengan pemandangan langsung ke arah Chateau de Saint-Ulrich. Ada beberapa batang pohon besar yang sudah lama tumbang di area tanah lapang tersebut.

William dan Esmee kemudian duduk di salah satu batang pohon tersebut. Esmee mulai membuka tas makan siang yang sudah ia siapkan. William mengintip isi tas tersebut.

"Tolong beri tambahan keju untuk sandwich-ku," ujar William.

Esmee menatap William sebentar. Ia mengulum senyumnya sambil membuka sandwich yang hendak ia berikan pada William. Esmee kemudian mengambil lembaran keju yang ada di dalam tas bekal dan menambahkan dua lembar keju ke dalam sandwich milik William.

"Double keju. Oh, tidak. Triple keju," ucap Esmee sambil memberikan sandwich kepada William.

"Merci," sahut William sambil menerima sandwich yang diberikan Esmee.

"Satu keju gratis. Dua keju, kau dikenakan biaya sepuluh euro," timpal Esmee.

William sudah membuka mulutnya dan hendak memakan sandwich miliknya ketika ia mendengar ucapan Esmee. Ia urung menggigit sandwich-nya dan menoleh pada Esmee. "Aku bahkan tidak memintamu untuk membayar bahan bakar untuk motorku. Kau benar-benar perhitungan."

Esmee menoleh pada William dan tertawa sampai memegangi perutnya.

"Hei!" seru William yang melihat Esmee tertawa geli.

Esmee mengendalikan dirinya. Ia berdeham pelan lalu sedikit menjilat bibirnya. Esmee menatap William sambil tertawa pelan. "Makan saja. Aku tidak benar-benar meminta bayaran padamu. Kau terlalu serius menanggapi ucapanku."

Esmee kemudian menepuk-nepuk punggung William sambil menahan tawanya. William meletakkan sandwich yang ada di tangannya ke dalam tas bekal milik Esmee. Setelah itu, ia menyergap Esmee dan menggelitiknya.

"Hei! Hentikan! Aku sudah bilang aku hanya bercanda," seru Esmee ketika William mulai menggelitikinya.

"Aku tidak akan menghentikannya," sahut William. Ia terus menggelitiki Esmee meski gadis itu terus berusaha melepaskan diri darinya.

"Hentikan William."

"Tidak akan."

"Aku lapar."

"Aku juga. Dan aku akan memakanmu," sahut William.

Esmee tertawa sambil menahan geli yang ia rasakan akibat kelitikan William. Tanpa sadar Esmee mendorong tubuhnya ke arah William. Gerakan tiba-tiba yang dilakukan Esmee membuat William tidak siap dan tanpa sengaja membuat mereka berdua terjatuh ke tanah.

"Oh, my back," rintih William.

Esmee terengah-engah sambil tertawa pelan. "Akhirnya."

William sedikit memiringkan kepalanya karena rambut Esmee yang sedikit menggelitik hidungnya. "Kau ternyata berat, Esmee."

Esmee langsung memutar tubuhnya dan menatap William yang berbaring di bawahnya sambil sedikit memonyongkan bibirnya. "Kau bilang apa?"

"Kau ternyata berat," jawab William sambil tertawa pelan.

"Katakan sekali lagi," ujar Esmee sambil mencoba menggelitiki pinggang William.

William terkekeh. "Kau. Berat."

Esmee langsung menggelitiki pinggang William.

William hanya terkekeh ketika Esmee mencoba untuk menggelitikinya. "Itu tidak akan berhasil."

Esmee berhenti menggelitiki William. Ia menatapnya sebentar. Sambil terkekeh Esmee tiba-tiba menggelitik leher William. Hal itu membuat William menaikkan bahunya dan berusaha menyembunyikan lehernya dari jangkauan tangan Esmee.

"Hentikan! Esmee!" sergah William sambil menghindari tangan Esmee.

"Kau sudah mengataiku berat. Aku tidak akan menghentikannya," sahut Esmee.

"Kau akan menyesal," ujar William.

William kemudian memegang tubuh Esmee yang tengkurap di atasnya. Lalu dengan cepat ia memutar tubuhnya dan keduanya berguling ke tanah. Esmee akhirnya berhenti mengelitiki William dan menatapnya yang kini ada di atasnya. Ia kemudian tertawa pelan.

"Kau memang tidak mau kalah, William," ujar Esmee.

"Aku tidak pernah membiarkan diriku kalah," sahut William.

William dan Esmee saling berpandang-pandangan dengan nafas yang sedikit terengah. Semilir angin dingin yang menerpa tanah lapang tempat mereka berada seolah bukan apa-apa bagi mereka. Pipi William dan Esmee memerah seiring dengan tatapan mereka yang semakin intens.

Esmee bahkan sedikit menelan ludahnya ketika ia merasakan hembusan nafas William yang hangat di pipinya. Jarak wajah mereka semakin dekat dan Esmee tidak bisa menghindar karena bobot tubuh William yang menindihnya. Waktu seakan berhenti ketika jarak bibir William dan Esmee semakin dekat.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.


クリエイターの想い
pearl_amethys pearl_amethys

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    週次パワーステータス

    Rank -- 推薦 ランキング
    Stone -- 推薦 チケット

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C26
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank NO.-- パワーランキング
    Stone -- 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン