Jaejoong menatap pria paruh baya itu, yang menatapnya dengan datar. Seorang yang mengaku sebagai ayah kandungnya ini baru saja mengatakan suatu hal yang begitu mencengangkan, "Jadi.. kau membawaku kembali hanya untuk ini?"
"Hmm.. aku tidak bisa kehilangan dia. Dia adalah hidupku, jadi berkorbanlah sedikit untuk saudaramu sendiri. Selama ini bukankah kau sudah puas untuk hidup."
Lelaki cantik itu terkekeh pelan, bagaimana bisa dirinya merasa puas dengan kehidupannya sementara selama belasan tahun ia hidup serba kekurangan, "Jika aku tahu akan seperti ini, aku tidak akan pernah mau ikut bersamamu."
"Ini sudah menjadi takdirmu menjadi obat untuk adikmu sendiri. Jadi jangan mengeluh, aku akan memberikan apapun yang kau inginkan sebelum operasi itu dimulai."
Jaejoong tertawa dengan keras, menatap pria yang menatapnya tak acuh, "Kau memberikan apapun yang aku inginkan sementara aku akan mati dimeja operasi untuk menyelamatkan putramu yang lain. Tuan Kim, aku pikir kau memiliki otak yang rusak."
"Diam! Bersyukurlah aku masih mau mengakuimu sebagai anakku."
"Aku lebih baik tidak memiliki ayah sepertimu!"
…
Jaejoong mengerjabkan kedua matanya, menatap langit-langit kamar. Memikirkan kembali mimpi dikehidupan masa lalunya yang begitu pahit. Ya, ia memang kembali bersama dengan ayah kandungnya. Hanya saja, kehadirannya itu hanya digunakan sebagai obat untuk saudara tirinya yang mengalami gagal jantung. Kehidupannya yang menyedihkan, semakin terasa menyakitkan karena dirinya hanya dianggap sebagai alat untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Jika bisa memutar waktu, ia tidak akan ikut pria itu kembali kerumahnya. Dengan begitu dirinya masih bisa hidup meski dengan keadaan ekonomi yang begitu sulit.
Nasi telah menjadi bubur, kenyataan dirinya telah mati diatas meja operasi dan memasuki dunia novel adalah suatu hal yang tidak bisa ia tolak. Menjadi seorang pemeran antagonis yang seharusnya merusak kehidupan protagonist, dalam kehidupan ini Jaejoong tidak ingin mengikuti apapun—bahkan jika itu merusak alur novel. Ia hanya ingin menikmati hidupnya kali ini, menuntaskan pendidikan, mencoba seluruh makanan yang tidak pernah ia rasakan saat dikehidupan sebelumnya dan memiliki banyak teman.
Menarik nafas panjang, Jaejoong menepuk kedua pipinya sebelum menatap ke jendela kamarnya yang masih tertutup. Ini adalah akhir pekan dan sekolah libur. Ia hanya ingin bermalas-malasan dirumah tanpa ada gangguan apapun. Dikehidupan lalu ia tidak pernah bisa menemukan waktu untuk istirahat. Setiap hari bekerja dan bekerja untuk mencukupi kebutuhan perutnya. Hanya pada saat ia akan mati dimeja operasi ia bisa makan apapun yang ia inginkan—sungguh miris.
Tok.. tok.. tok..
Jaejoong menoleh, menatap pintu kamarnya yang diketuk perlahan, "Nee.."
Pintu berwarna putih itu terbuka, sosok Kim Heechul berdiri diambang pintu dengan senyumnya yang cantik, "Kau sudah bangun sayang?"
Jaejoong mengangguk, menatap wanita cantik yang menjadi ibunya didunia ini. Sungguh, ini adalah kebahagiaan yang tidak bisa ia ucapkan dalam kata-kata. Keinginan untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu bisa ia dapatkan saat ini—meski itu adalah ibu tiri, ia tidak peduli, "Ne.. ada apa eomma?"
Heechul mendudukan diri disamping ranjang, mengusap pipi Jaejoong yang nampak pucat. Putranya ini tidak pernah bisa terlihat lebih sehat dari sebelumnya karena keadaan tubuhnya, "Apa hari ini kau punya jadwal?"
Jaejoong menggeleng, akhir pekan adalah waktu untuknya tidur seharian dirumah. Menatap wanita cantik itu ia terkikik pelan, "Aku hanya ingin tidur dirumah dan makan makanan yang dibuat bibi Han untukku."
Heechul mencubit hidup mancung bocah cantik itu dengan gemas, "Akhir-akhir ini kau suka sekali makan, apa kau ingin eomma buatkan sesuatu?"
"Anio.. kenapa eomma bertanya tentang jadwalku?" Jaejoong akan mencari berbagai cara untuk mendapatkan kasih sayang wanita ini. Lagipula sepertinya Kim Heechul juga menyayangi si tubuh asli, hanya saja sepertinya Kim Jaejoong yang asli dulu tidak pernah menerima kasih sayang yang diberikan wanita ini.
"Sebenarnya eomma ingin mengajakmu membeli beberapa baju dan hadiah untuk pesta ulang tahun pernikahan keluarga Jung. Karam hari ini keluar dengan teman-temannya, jadi eomma bertanya padamu."
Jaejoong ingat dalam novel itu pertunangan Karam dan Yunho akan diumumkan saat pesta ulang tahun pernikahan pasangan Jung, dan si tubuh asli akan semakin iri dengan Karam hingga membuat kakak tirinya itu mengalami kecelakaan kecil, "Aku akan ikut dengan eomma, kebetulan ada buku yang ingin aku beli."
Heechul terkekeh pelan, ia senang pada akhirnya Jaejoong mau menerimanya sebagai ibu. Ia mengusap pipi bocah cantik itu dengan lembut, "Apa kau merasa tidak baik ditubuhmu akhir-akhir ini?"
Jaejoong menggeleng pelan dan tersenyum tipis, "Anio.. aku baik-baik saja, jangan khawatir. Aku akan menemani eomma mencari hadiah."
Heechul menatap ekspresi Jaejoong, mencoba untuk mencari tahu sesuatu. Ia hanya ingin memastikan jika putra bungsunya ini tidak akan merasakan sakit hati lagi karena patah hati. Rasa sayangnya pada Jaejoong dan Karam sama besarnya dan meski ia adalah ibu sambung, baginya Jaejoong tetap seorang anak baginya. Yang ia besarkan sejak kecil, "Apa kau masih menyukai Jung Yunho, sayang?"
"Kenapa eomma bertanya begitu?" tanya Jaejoong bingung, selama beberapa minggu ini memang pemuda itu selalu mencoba mengganggunya. Tapi bagi Jaejoong yang ingin hidup dengan tenang tanpa ada gangguan apapun, pemuda itu sangat menyebalkan.
"Tidak ada. Hanya saja, eomma takut kau akan merasa sedih karena sebenarnya dipesta nanti keluarga Jung akan meminta Karam sebagai pasangan Yunho." ujar Heechul dengan helaan nafas panjang, tidak tega dengan putra bungsunya ini.
"Ah.. itu.. tidak masalah, aku sudah melupakan perasaanku itu pada Yunho karena kupikir itu hanyalah rasa kagum saja tidak lebih. Jadi, eomma tidak perlu khawatir. Lagipula, seperti yang aku katakan sebelumnya, aku hanya ingin fokus pada pendidikanku saat ini."
Heechul mengangguk dengan lega, memeluk Jaejoong dengan sayang, "Maafkan eomma tidak bisa membantumu dalam hal ini karena keluarga Jung yang meminta. Aku dan ayahmu tidak bisa berbuat banyak, Jaejoongie."
"Gwaencana, eomma!"
***
"Yunho, apa eomma memang salah mendengar atau kau tadi mengatakan sesuatu yang aneh?" tanya Jung Taehee, menatap putra semata wayangnya yang kini menatapnya bosan, "Coba kau katakan sekali lagi."
"Aku tidak ingin bertunangan dengan Karam, batalkan saja perjodohan bisnis itu."
"Sayang.. bagaimana bisa kami membatalkannya begitu saja, apa ada sesuatu yang salah atau kau sedang bertengkar dengan Karam?" Taehee tahu jika putranya ini memiliki watak yang keras. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Hanya saja Yunho sudah berjanji dan setuju untuk ditunangkan dengan Karam Kim—putra sulung dari keluarga Kim yang saat ini melakukan kerja sama bisnis dengan suaminya, "Kau tahu kan kami akan mengumumkan pertunangan kalian saat pesta nanti. Bagaimana bisa kami membatalkannya begitu saja, sangat tidak sopan."
"Tapi aku tidak mau!"
Taehee mengernyitkan dahi, karena tidak biasanya Yunho menolak sesuatu dengana keukuh, ia menjadi curiga karenanya, "Apa kau memiliki seseorang yang kau sukai, Yunho ah?"
"Ya!"
Taehee sekali lagi terdiam, menatap Yunho yang bermain dengan ponsenya. Pemuda tampan ini membuatnya sakit kepala dalam waktu singkat, "Katakan, siapa yang bisa membuat putra eomma ini jatuh cinta."
Yunho melirik sekilas ibunya, lalu mengingat sosok Jaejoong yang kini seolah menjauh darinya. Dalam beberapa minggu ini lelaki cantik itu menepati ucapannya yang tidak akan mengganggunya, yang sayangnya hal itu menjadi bomerang bagi Yunho sendiri. Setiap hari ia akan melihat dan mendekati Jaejoong untuk mencari perhatian dari bocah yang memiliki kelainan jantung itu, "Kim Jaejoong."
Laki-laki itu, Yunho curiga dia bukan sosok Jaejoong yang sebenarnya. Karena itu ia mencoba bertanya beberapa hal dan memberinya tes-tes kecil, yang membuatnya terkejut lelaki itu memang bukan Kim Jaejoong. Selain tubuhnya, kepribadian Jaejoong dengan sebelumnya sangat berbeda jauh. Dan yang paling penting, Jaejoong yang sekarang tidak tahu apa saja yang ia sukai selama ini—padahal Kim Jaejoong tahu pasti apa saja yang ia sukai, terutama makanan yang menjadi pantangannya. Semakin lama ia mengenal Jaejoong yang baru, ia menjadi tertarik dan ingin dekat dengannya. Namun sayangnya bocah cantik itu menjauhinya begitu kentara, membuatnya kesal.
Sementara itu, Taehee mengerjab beberapa kali. Mendengar nama yang disebut putranya ia mulai mengingat satu nama yang jarang terdengar namun begitu dikenal, "Maksudmu putra bungsu keluarga Kim?"
"Ya.."
"Tapi.. bukankah kau membencinya, dan lagi dia memiliki penyakit bawaan. Yunho, apa kau sedang bercanda dengan eomma atau ini hanya alasanmu menolak perjodohan dengan Karam?"
"Aku memang membenci Jaejoong tapi itu dulu sebelum aku mengenalnya lebih dekat. Dia anak yang manis dan pendiam, dia sudah berubah eomma dan aku ingin dia."
"Lalu Karam, bagaimana eomma bisa menjelaskan padanya dan kedua orang tuanya jika kau membatalkan perjodohan karena memilih adiknya?"
"Eomma pikirkan caranya, karena aku hanya ingin Kim Jaejoong. Jika bukan dia, aku tidak akan pernah mau dijodohkan atau menikah!" Yunho melirik tajam ibunya yang memijit pelipisnya dengan pelan. Ia tidak akan pernah melepaskan Kim Jaejoong yang baru, "Yes or no!"
"OM MY GOD! Help me please….!!!!" Desis Taehee kesal, mendelik pada sang putra yang kini menyeringai padanya. Sangat menyebalkan, "I want to kill my son..right now…"
To be continued..
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!