アプリをダウンロード
20.83% PERJANJIAN DARAH / Chapter 15: Princess

章 15: Princess

Perlakuan Cahyo benar-benar membuat wanita itu tersanjung. Bayangkan, seorang direktur perusahaan property besar dan terkenal memperlakukan dirinya dengan penuh hormat bak seorang princess. Bayangan ketakutan karena tadinya akan dibawa seorang kriminal pemerkosa – karena ia sadar dirinya memiliki fisik menawan – kini berubah 180 derajat. Terlebih ketika orang itu ternyata mengambil kopi dari lemari cooler bukan hanya untuknya tapi juga untuk dirinya kendati sorot mata letih terlihat di wajahnya.

“Maaf merepotkan, pak.”

“Namaku Cahyo. Kamu?”

“Vicky pak.”

“Kalo kamu gak suka kopi, ada juga yang lain. Tinggal pilih sendiri di cooler.”

“Nggak usah pak. Ini udah cukup.”

“Aku kurang suka kopi dingin. Mangkanya aku juga bikin teh panas,” katanya sambil menyiapkan ketel berisi teh celup. “Aku nanti siapin buat kamu juga. Dingin-dingin gini kan enaknya minum yang panas.”

“Makasih.”

“Mmm, kamu udah charge HPmu?”

“HP udah dicharge dan bisa dipake nelpon tapi tetap aja nggak bisa.”

“Gangguan sinyal lagi? Setau saya di sini sinyal sangat bagus. Semua operator bisa.”

Vicky tersenyum malu sebelum kemudian mengakui bahwa paket data sudah habis.

“O-em-jiii. Kamu kenapa malu sih minta tolong ke aku? Kamu takut sama aku?” Ia lantas memberitahu password hotspot dari ponselnya yang disambut Vicky dengan rasa terima kasih dan sungkan yang luar biasa.

“Maaf, tapi Vicky memang malu mintanya pak.”

“Malu kenapa?” Cahyo yang sedari tadi sudah mengambil sebuah toples berisi snack menawarkan pada Vicky yang diterima wanita itu dengan tak kalah malu dan sungkannya.

“Malu aja sih pak. Bapak baik banget.”

“Kamu manggil aku pak terus dari tadi. Aku bosen dengernya. Atau aku balas panggil kamu Mbok? Gitu?”

Vicky merasa joke itu lucu. “Jadi Vicky panggilnya apa?”

“Cahyo aja.”

Vicky setuju dan mulai menyesap kopi dan menikmati crakers yang tadi ia comot dari toples. Ia betul-betul lapar sehingga dalam waktu singkat siap mencomot crackers kedua. Lucunya, saat tangannya masuk ke dalam toples, Cahyo juga melakukan yang sama.

“Sorry.” – 2x

Karena mengucap bersamaan, keduanya tertawa bersamaan juga.

“Ladies first,” katanya mempersilahkan yang langsung diikuti Vicky.

“Vicky itu nama kamu?” tanya Cahyo sambil mencomot crackers lagi setelah sebelumnya mempersilahkan Vicky mendahului.

“Bukan pak, eh bukan Cahyo…”

"Kurasa itu kependekan dari Victoria," katanya sambil tertawa. Vicky memergoki orang itu melihatnya melirik payudaranya sebelum membuang muka.

“Iya, Victoria itu nama panjangku.”

“Nama panjangmu bukan Victoria Secret?” tanya yang mencoba menciptakan joke baru.

Lagi-lagi mereka berdua tertawa. Vicky mengenakan kemeja leher kura-kura yang ketat dan tanpa bra. Dia tidak suka sebetulnya dan ia hanya mengenakan begitu hanya saat perlu. Jeans belel yang dikenakan membuatnya nge-pas dengan tubuh serta menampilkan liukan tubuhnya yang aduhai. Ia tahu dari cara pandang Cahyo bahwa petinggi perusahaan itu menyukai apa yang ia kenakan. Dengan kostum yang awalnya ia tidak suka begitu, saat itu ia malah merasa beruntung karena bisa tampil menarik di hadapan Cahyo. Ia suka dirinya jadi tampil menawan dan seksi. Dan entah dari mana, sebuah pemikiran nakal mulai timbul mengusik dirinya. Menggelitik jauh kedalaman keintimannya. Membuatnya basah. Bergairah. Terangsang. Konak.

Bermaksud mengalihkan pikirannya yang mulai kemana-mana, Vicky lantas kembali menelpon. Ia menunggu selama beberapa saat, melirik ke arah Cahyo dan tampak khawatir.

"Masih gak ada jawaban," katanya. "Mungkin masih ada gangguan.”

Dia menutup telepon tepat saat ketel teh bersiul.

"Tunggu deh. Kita minum teh dulu," katanya. "Kita telpon lagi dalam lima menit."

“Iya pak. Gapapa. Di sini sangat nyaman," kata Vicky sambil duduk dan melihati Cahyo mengisi 2 buah cangkir.

Vicky menyukai cara ia bergerak di sekitar ruangan. Ia tampak begitu nyaman dan memiliki cara yang lembut dan tenang dimana semua itu membuat Cahyo terlihat menarik. Rambut gondrongnya digulung ke belakang tepat di atas kerah kemeja flanel. Jenggotnya sedikit lebat dan ia tampak seperti tidak terlalu memikirkan penampilannya. Jeansnya sudah usang dan Vicky suka cara orang itu memperlakukannya ketika menaruh cangkir teh ke meja di depannya.

"Silahkan nikmati,” katanya sambil tersenyum sebelum kemudian duduk di sofa yang sama. Bedanya kalau Vicky di ujung sofa yang satu, Cahyo di ujung satunya lagi.

Lagi-lagi Vicky merasa diperlakukan sebagai princess. Ucapan terima kasihnya terucap dengan mendesah ketika terlontar keluar dari mulutnya. Menurut Vicky, Cahyo memiliki binar di matanya ketika ia tersenyum dan Vicky merasa dirinya sudah dari tadi tertarik padanya. Entah kenapa dari dulu ia suka pria yang lebih tua. Saat di kampus ia pernah berpacaran one night stand dengan seorang dosennya, dan Cahyo mengingatkan Vicky pada orang yang sama.

"Jadi, apakah kamu memiliki seorang wanita dalam hidup Anda?" tanyanya.

Sedetik kemudian Vicky terkaget. Koq bisa-bisanya dia seberani itu berucap pada orang yang baru dikenalnya?

“Aku punya wanita dalam hidup. Aku sudah menikah .”

Pengakuan jujur itu membuat Vicky jadi seperti kerupuk terkena air. Perubahan ekspresi itu terlihat oleh Cahyo yang buru-buru melanjutkan.

“Tapi…. pasti kamu gak percaya kalo kubilang ….. pernikahan kami di ujung tanduk.”

“Maksudnya? Bercerai?”

“Hampir. Aku belum mau melepas walau dia….”

“Walau apa?”

Sebuah ide muncul di kepala Cahyo. Ide untuk berbohong dimana untuk itu ia merasa perlu melakukan sebuah drama kecil.

“Walau dia… selingkuhi aku berkali-kali.”

“Maaf, dengan siapa?”

“Banyak.”

“Banyak?”

“Rekan bisnis, atasan, bawahan, bahkan dengan…. Tukang sayur.”

“Gila!”

Sebetulnya semua itu hanya dugaan Cahyo saja. Sebuah perasaan yang timbul dari kecurigaan. Terlebih ketika ia secara mendadak mengubah jadwal ke gym tempo hari.

“Sori.” Vicky mengucap dengan nada penuh simpati. “Isterimu koq gatal.”

“Memang begitulah kenyataannya,” Cahyo pura-pura terpukul. “Kamu sendiri gimana, Vicky? Sudah berkeluarga?”

“Belum.”

“Kamu cantik. Pada kemana cowok-cowok itu?”

Vicky tersenyum lucu sebelum mimiknya berubah serius. “Aku belum nikah, tapi punya cowok. Dan dia ternyata berengsek dan selingkuhi aku.”

"Sayang sekali," katanya. "Dia pasti bodoh melepaskan orang seperti kamu."

"Yah, terima kasih." Vicky tiba-tiba merasa Cahyo perhatian dan tertarik padanya. "Istrimu juga. Kurasa dia nggak begitu pintar untuk membiarkan orang sepertimu pergi dari hidupnya."

Keduanya bertatap mata. Cahyo bangkit dan mencoba menelpon lagi dan kecewa lagi. Saat menelpon Vicky jadi bisa melihat penampilannya lagi. Tubuhnya sedikit berperut tetapi tidak gemuk. Dia lebih tinggi dari dirinya dan Vicky menyukai cara ia tersenyum. Mata mereka kembali bertemu ketika dia menelepon.

‘Senyuman yang manis,’ begitu pikirnya di saat ia mendadak jadi terangsang yang lalu ia coba buang jauh-jauh rasa ketertarikan itu.

‘Ini gak bener,’ pikirnya.

Cahyo kembali duduk bersandar di sofa. Ia kini terlihat menarik nafas dalam sambil berpikir-pikir.

“Begini aja,” katanya. “Kita udah coba telpon berkali-kali tapi gak berhasil. Ini usulku. Kamu tinggalin kunci mobil di sini. Setelah itu aku akan minta salah satu anak buahku untuk besok datang lebih cepat, ngambil kunci mobilmu di sini dan setelah itu nongkrongin mobil kamu sampai mobil derek tiba dan ngebawa ke bengkel pilihan kamu. Gimana?”

Usulan itu dinilai bagus. Vicky setuju. Ia perlu merasa tidak aman dengan kondisi mobil karena toh masih diasuransi.

“Jadi, malam ini aku antar kamu.”


Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    週次パワーステータス

    Rank -- 推薦 ランキング
    Stone -- 推薦 チケット

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C15
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank NO.-- パワーランキング
    Stone -- 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン